(30) NURUL 'A'YUN

43 Karya Tulis/Lagu Nur Amin Bin Abdurrahman:
(1) Kitab Tawassulan Washolatan, (2) Kitab Fawaidurratib Alhaddad, (3) Kitab Wasilatul Fudlola', (4) Kitab Nurul Widad, (5) Kitab Ru'yah Ilal Habib Luthfi bin Yahya, (6) Kitab Manaqib Assayyid Thoyyib Thohir, (7) Kitab Manaqib Assyaikh KH.Syamsuri Menagon, (8) Kitab Sholawat Qur'aniyyah “Annurul Amin”, (9) Kitab al Adillatul Athhar wal Ahyar, (10) Kitab Allu'lu'ul Maknun, (11) Kitab Assirojul Amani, (12) Kitab Nurun Washul, (13) Kitab al Anwarullathifah, (14) Kitab Syajarotul Ashlin Nuroniyyah, (15) Kitab Atthoyyibun Nuroni, (16) Kitab al 'Umdatul Usaro majmu' kitab nikah wal warotsah, (17) Kitab Afdlolul Kholiqotil Insaniyyahala silsilatis sadatil alawiyyah, (18) Kitab al Anwarussathi'ahala silsilatin nasabiyyah, (19) Kitab Nurul Alam ala aqidatil awam (20) Kitab Nurul Muqtafafi washiyyatil musthofa.(21) KITAB QA'IDUL GHURRIL MUCHAJJALIN FI TASHAWWUFIS SHOLIHIN,(22) SHOLAWAT TARBIYAH,(23) TARJAMAH SHOLAWAT ASNAWIYYAH,(24) SYA'IR USTADZ J.ABDURRAHMAN,(25) KITAB NURUSSYAWA'IR(26) KITAB AL IDHOFIYYAH FI TAKALLUMIL ARABIYYAH(27) PENGOBATAN ALTERNATIF(28) KITAB TASHDIRUL MUROD ILAL MURID FI JAUHARUTITTAUHID (29) KITAB NURUL ALIM FI ADABIL ALIM WAL MUTAALLIM (30) NURUL 'A'YUN ALA QURRATIL UYUN (31) NURUL MUQODDAS FI RATIBIL ATTAS (32) INTISARI & HIKMAH RATIB ATTAS (33) NURUL MUMAJJAD fimanaqibi Al Habib Ahmad Al Kaff. (34) MAMLAKAH 1-25 (35) TOMBO TEKO LORO LUNGO. (36) GARAP SARI (37) ALAM GHAIB ( 38 ) PENAGON Menjaga Tradisi Nusantara Menulusuri Ragam Arsitektur Peninggalan Leluhur, Dukuh, Makam AS SAYYID THOYYIB THOHIR Cikal Bakal Dukuh Penagon Nalumsari Penagon (39 ) AS SYIHABUL ALY FI Manaqib Mbah KH. Ma'ruf Asnawi Al Qudusy (40) MACAM-MACAM LAGU SHOLAWAT ASNAWIYYAH (bahar Kamil Majzu' ) ( 41 ) MACAM-MACAM LAGU BAHAR BASITH ( 42 ) KHUTBAH JUM'AT 1998-2016 ( 43 ) Al Jawahirun Naqiyyah Fi Tarjamatil Faroidus Saniyyah Wadduroril Bahiyyah Lis Syaikh M. Sya'roni Ahmadi Al Qudusy.

Sabtu, 27 April 2013

HUKUM SEDEKAHAN 3,7,40,100 HARI KEMATIAN

Hukum selamatan hari ke-3, 7, 40, 100, setahun, dan 1000 hari diperbolehkan dalam syari'at Islam. Keterangan diambil dari kitab "Al-Hawi lil Fatawi" karya Imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi jilid 2 halaman 178 sebagai berikut: قال الامام أحمد بن حنبل رضي الله عنه فى كتاب الزهد له : حدثنا هاشم بن القاسم قال: حدثنا الأشجعى عن سفيان قال قال طاوس: ان الموتى يفتنون فى قبورهم سبعا فكانوا يستحبون أن يطعموا عنهم تلك الأيام , قال الحافظ ألو نعيم فى الجنة: حدثنا أبو بكر بن مالك حدثنا عبد الله بن أحمد بن حنبل حدثنا أبى حدثنا هاشم بن القاسم حدثنا الأشجعى عن سفيان قال: قال طاوس: ان الموتى يفتنون فى قبورهم سبعا فكانوا يستحبون أن يطعموا عنهم تلك الأيام Artinya: "Telah berkata Imam Ahmad bin Hanbal ra di dalam kitabnya yang menerangkan tentang kitab zuhud: Telah menceritakan kepadaku Hasyim bin Qasim sambil berkata: Telah menceritakan kepadaku al-Asyja'i dari Sufyan sambil berkata: TelaH berkata Imam Thawus (ulama besar zaman Tabi'in, wafat kira-kira tahun 110 H / 729 M): Sesungguhnya orang-orang yang meninggal akan mendapat ujian dari Allah dalam kuburan mereka selama 7 hari. Maka, disunnahkan bagi mereka yang masih hidup mengadakan jamuan makan (sedekah) untuk orang-orang yang sudah meninggal selama hari-hari tersebut. Telah berkata al-Hafiz Abu Nu'aim di dalam kitab Al-Jannah: Telah menceritakan kepadaku Abu Bakar bin Malik, telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, telah menceritakan kepadaku Ubay, telah menceritakan kepadaku Hasyim bin al-Qasim, telah menceritakan kepadaku al-Asyja'i dari Sufyan sambil berkata: Telah berkata Imam Thawus: Sesungguhnya orang-orang yang meninggal akan mendapat ujian dari Allah dalam kuburan mereka selama 7 hari. Maka, disunnahkan bagi mereka yang masih hidup mengadakan jamuan makan (sedekah) untuk orang-orang yang sudah meninggal selama hari-hari tersebut." Selain itu, di dalam kitab yang sama jilid 2 halaman 194 diterangkan sebagai berikut: ان سنة الاطعام سبعة أيام بلغنى أنهامستمر الى الأن بمكة و المدينة فالظاهر أنها لم تترك من عهد الصحابة الى الأن و انهم أخذوها خلفا عن سلف الى الصدر الأول ِArtinya: "Sesungguhnya, kesunnahan memberikan sedekah makanan selama tujuh hari merupakan perbuatan yang tetap berlaku sampai sekarang (yaitu masa Imam Suyuthi abad ke-9 H) di Mekkah dan Madinah. Yang jelas kebiasaan tersebut tidak pernah ditinggalkan sejak masa sahabat sampai sekarang, dan tradisi tersebut diambil dari ulama salaf sejak generasi pertama, yaitu sahabat." Tambahan: ======= Anjuran Selamatan Kematian: http://www.sarkub.com/2011/anjuran-untuk-tahlilan-7-hari-berturut-turut/ Mengapa para ulama mengajarkan kepada umat Islam agar selalu mendoakan keluarganya yang telah meninggal dunia selama 7 hari berturut-turut ? Telah banyak beredar dari kalangan salafi wahhabi yang menyatakan bahwa tradisi tahlilan sampai tujuh hari diadopsi dari adat kepercayaan agama Hindu. Benarkah anggapan dan asumsi mereka ini? Sungguh anggapan mereka salah besar dan vonis yang tidak berdasar sama sekali. Justru ternyata tradisi tahlilan selama tujuh hari dengan menghidangkan makanan, merupakan tradisi para sahabat Nabi Muhammad Saw dan para tabi’in. Imam Ahmad bin Hanbal, seorang ahli hadits kenamaan mengatakan bahwa beliau mendapatkan riwayat dari Hasyim bin al-Qasim, yang mana beliau meriwayatkan dari Al-Asyja’i, yang beliau sendiri mendengar dari Sofyan, bahwa Imam Thawus bin Kaisan radliyallahu ‘anhu pernah berkata : إن الموتى يفتنون في قبورهم سبعا، فكانوا يستحبون أن يطعم عنهم تلك الأيام “Sesungguhnya orang mati difitnah (diuji dengan pertanyaan malaikat) didalam quburnya selama 7 hari, dan “mereka” menganjurkan (mensunnahkan) agar memberikan makan (pahalanya) untuk yang meninggal selama 7 hari tersebut”. Riwayat ini sebutkan oleh Imam Ahmad Ahmad bin Hanbal didalam az-Zuhd [1]. Imam Abu Nu’aim al-Ashbahani (w. 430 H) juga menyebutkannya didalam Hilyatul Auliya’ wa Thabaqatul Ashfiyah.[2] Sedangkan Thawus bin Kaisan al-Haulani al-Yamani adalah seorang tabi’in (w. 106 H) ahli zuhud, salah satu Imam yang paling luas keilmuannya. [3] Ibnu Hajar al-Haitami (w. 974) dalam al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubraa dan Imam al-Hafidz as-Suyuthi (w. 911 H) dalam al-Hawil lil-Fatawi mengatakan bahwa dalam riwayat diatas mengandung pengertian bahwa kaum Muslimin telah melakukannya pada masa Rasulullah, sedangkan Rasulullah mengetahui dan taqrir terhadap perkara tersebut. Dikatakan (qil) juga bahwa para sahabat melakukannya namun tidak sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam. Atas hal ini kemudian dikatakan bahwa khabar ini berasal dari seluruh sahabat maka jadilah itu sebagai Ijma’, dikatakan (qil) hanya sebagian shahabat saja, dan masyhur dimasa mereka tanpa ada yang mengingkarinya. [4] Ini merupakan anjuran (kesunnahan) untuk mengasihi (merahmati) mayyit yang baru meninggal selama dalam ujian didalam kuburnya dengan cara melakukan kenduri shadaqah makan selama 7 hari yang pahalanya untuk mayyit. Kegiatan ini telah dilakukan oleh para sahabat, difatwakan oleh mereka. Sedangkan ulama telah berijma’ bahwa pahala hal semacam itu sampai dan bermanfaat bagi mayyit.[5] Kegiatan semacam ini juga berlangsung pada masa berikutnya, sebagaimana yang dikatakan oleh al-Imam al-Hafidz as-Suyuthiy ; “Sesungguhnya sunnah memberikan makan selama 7 hari, telah sampai kepadaku (al-Hafidz) bahwa sesungguhnya amalan ini berkelanjutan dilakukan sampai sekarang (masa al-Hafidz) di Makkah dan Madinah. Maka secara dhahir, amalan ini tidak pernah di tinggalkan sejak masa para shahabat Nabi hingga masa kini (masa al-Hafidz as-Suyuthi), dan sesungguhnya generasi yang datang kemudian telah mengambil amalan ini dari pada salafush shaleh hingga generasai awal Islam. Dan didalam kitab-kitab tarikh ketika menuturkan tentang para Imam, mereka mengatakan “manusia (umat Islam) menegakkan amalan diatas kuburnya selama 7 hari dengan membaca al-Qur’an’. [6] Shadaqah seperti yang dilakukan diatas berlandaskan hadits Nabi yang banyak disebutkan dalam berbagai riwayat. [7] Lebih jauh lagi dalam hadits mauquf dari Sayyidina Umar bin Khaththab, disebutkan dalam al-Mathalib al-‘Aliyah (5/328) lil-Imam al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 852) sebagai berikut : قال أحمد بن منيع حدثنا يزيد بن هارون حدثنا حماد بن سلمة عن علي بن زيد عن الحسن عن الحنف بن قيس قال كنت أسمع عمر رَضِيَ الله عَنْه يقول لا يدخل أحد من قريش في باب إلا دخل معه ناس فلا أدري ما تأويل قوله حتى طعن عمر رَضِيَ الله عَنْه فأمر صهيبا رَضِيَ الله عَنْه أن يصلي بالناس ثلاثا وأمر أن يجعل للناس طعاماً فلما رجعوا من الجنازة جاؤوا وقد وضعت الموائد فأمسك الناس عنها للحزن الذي هم فيه فجاء العباس بن عبد المطلب رَضِيَ الله عَنْه فقال يا أيها الناس قد مات الحديث وسيأتي إن شاء الله تعالى بتمامه في مناقب عمر رَضِيَ الله عَنْه “Ahmad bin Mani’ berkata, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun, menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari ‘Ali bin Zayd, dari al-Hasan, dari al-Ahnaf bin Qays, ia berkata : aku pernah mendengar ‘Umar radliyallahu ‘anh mengatakan, seseorang dari Quraisy tidak akan masuk pada sebuah pintu kecuali seseorang masuk menyertainya, maka aku tidak mengerti apa yang maksud perkataannya sampai ‘Umar radliyallahu ‘anh di tikam, maka beliau memerintahkan Shuhaib radliyallahu ‘anh agar shalat bersama manusia selama tiga hari, dan juga memerintahkan agar membuatkan makanan untuk manusia. Setelah mereka kembali (pulang) dari mengantar jenazah, dan sungguh makanan telah dihidangkan, maka manusia tidak mau memakannya karena sedih mereka pada saat itu, maka sayyidina ‘Abbas bin Abdul Muththalib radliyallahu ‘anh datang, kemudian berkata ; wahai.. manusia sungguh telah wafat .. (al-hadits), dan InsyaAllah selengkapnya dalam Manaqib ‘Umar radliyallah ‘anh”. Hikmah dari hadits ini adalah bahwa adat-istiadat amalan seperti Tahlilan bukan murni dari bangsa Indonesia, melainkan sudah pernah dicontohkan sejak masa sahabat, serta para masa tabi’in dan seterusnya. Karena sudah pernah dicontohkan inilah maka kebiasaan tersebut masih ada hingga kini. Riwayat diatas juga disebutkan dengan lengkap dalam beberapa kitab antara lain Ithaful Khiyarah (2/509) lil-Imam Syihabuddin Ahmad bin Abi Bakar al-Bushiriy al-Kinani (w. 840). وعن الأحنف بن قيس قال: “كنت أسمع عمر بن الحنطاب- رضي الله عنه- يقول: لا يدخل رجل من قريش في باب إلا دخل معه ناس. فلا أدري ما تأويل قوله، حتى طعن عمر فأمر صهيبا أن يصلي بالناس ثلاثا، وأمر بأن يجعل للناس طعاما، فلما رجعوا من الجنازة جاءوا وقد وضعت الموائد فأمسك الناس عنها للحزن الذي هم فيه، فجاء العباس بن عبد المطلب قال: يا أيها الناس، قد مات رسول الله – صلى الله عليه وسلم – فأكلنا بعده وشربنا، ومات أبو بكر فأكلنا بعده وشربنا، أيها الناس كلوا من هذا الطعام. فمد يده ومد الناس أيديهم فأكلوا، فعرفت تأويل قوله “.رواه أحمد بن منيع بسند فيه علي بن زيد بن جدعان “Dan dari al-Ahnaf bin Qays, ia berkata : aku mendengar ‘Umar bin Khaththab radliyallahu ‘anh mengatakan, seseorang dari Quraisy tidak akan masuk pada sebuah pintu kecuali manusia masuk bersamanya. Maka aku tidak maksud dari perkataannya, sampai ‘Umar di tikam kemudian memerintahkan kepada Shuhaib agar shalat bersama manusia dan membuatkan makanan hidangan makan untuk manusia selama tiga hari. Ketika mereka telah kembali dari mengantar jenazah, mereka datang dan sungguh makanan telah dihidangkan namun mereka tidak menyentuhnya karena kesedihan pada diri mereka. Maka datanglah sayyidina ‘Abbas bin Abdul Muththalib, seraya berkata : “wahai manusia, sungguh Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam telah wafat, dan kita semua makan dan minum setelahnya, Abu Bakar juga telah wafat dan kita makan serta minum setelahnya, wahai manusia.. makanlah oleh kalian dari makanan ini, maka sayyidina ‘Abbas mengulurkan tanggan (mengambil makanan), diikuti oleh yang lainnya kemudian mereka semua makan. Maka aku (al-Ahnaf) mengetahui maksud dari perkataannya. Ahmad bin Mani telah meriwayatkannya dengan sanad didalamnya yakni ‘Ali bin Zayd bin Jud’an”. Disebutkan juga Majma’ az-Zawaid wa Manba’ul Fawaid (5/159) lil-Imam Nuruddin bin ‘Ali al-Haitsami (w. 807 H), dikatakan bahwa Imam ath-Thabrani telah meriwayatkannya, dan didalamnya ada ‘Ali bin Zayd, dan haditsnya hasan serta rijal-rijalnya shahih ; Kanzul ‘Ummal fiy Sunanil Aqwal wa al-Af’al lil-Imam ‘Alauddin ‘Ali al-Qadiriy asy-Syadili (w. 975 H) ; Thabaqat al-Kubra (4/21) lil-Imam Ibni Sa’ad (w. 230 H) ; Ma’rifatu wa at-Tarikh (1/110) lil-Imam Abu Yusuf al-Farisi al-Fasawi (w. 277 H) ; Tarikh Baghdad (14/320) lil-Imam Abu Bakar Ahmad al-Khathib al-Baghdadi (w. 463 H). Imam Suyuthi Rahimahullah dalam kitab Al-Hawi li al-Fatawi-nya mengtakan : قال طاووس : ان الموتى يفتنون في قبورهم سبعا فكانوا يستحبون ان يطعموا عنهم تلك الايام “ Thowus berkata: “Sungguh orang-orang yang telah meninggal dunia difitnah dalam kuburan mereka selama tujuh hari, maka mereka (sahabt Nabi) gemar (bersedekah) menghidangkan makanan sebagai ganti dari mereka yang telah meninggal dunia pada hari-hari tersebut “. Sementara dalam riwayat lain : عن عبيد بن عمير قال : يفتن رجلان مؤمن ومنافق, فاما المؤمن فيفتن سبعا واماالمنافق فيفتن اربعين صباحا “ Dari Ubaid bin Umair ia berkata: “Dua orang yakni seorang mukmin dan seorang munafiq memperoleh fitnah kubur. Adapun seorang mukmin maka ia difitnah selama tujuh hari, sedangkan seorang munafiq disiksa selama empat puluh hari “. Dalam menjelaskan dua atsar tersebut imam Suyuthi menyatakan bahwa dari sisi riwayat, para perawi atsar Thowus termasuk kategori perawi hadits-hadits shohih. Thowus yang wafat tahun 110 H sendiri dikenal sebagai salah seorang generasi pertama ulama negeri Yaman dan pemuka para tabi’in yang sempat menjumpai lima puluh orang sahabat Nabi Saw. Sedangkan Ubaid bin Umair yang wafat tahun 78 H yang dimaksud adalah al-Laitsi yaitu seorang ahli mauidhoh hasanah pertama di kota Makkah dalam masa pemerintahan Umar bin Khoththob Ra. Menurut imam Muslim beliau dilahirkan di zaman Nabi Saw bahkan menurut versi lain disebutkan bahwa beliau sempat melihat Nabi Saw. Maka berdasarkan pendapat ini beliau termasuk salah seorang sahabat Nabi Saw. Sementara bila ditinjau dalam sisi diroyahnya, sebgaimana kaidah yang diakui ulama ushul dan ulama hadits bahwa: “Setiap riwayat seorang sahabat Nabi Saw yang ma ruwiya mimma la al-majalla ar-ra’yi fiih (yang tidak bisa diijtihadi), semisal alam barzakh dan akherat, maka itu hukumnya adalah Marfu’ (riwayat yang sampai pada Nabi Saw), bukan Mauquf (riwayat yang terhenti pada sahabat dan tidak sampai kepada Nabi Saw). Menurut ulama ushul dan hadits, makna ucapan Thowus ; ان الموتى يفتنون في قبورهم سبعا فكانوا يستحبون ان يطعموا عنهم تلك الايام berkata: “Sungguh orang-orang yang telah meninggal dunia difitnah dalam kuburan mereka selama tujuh hari, maka mereka (sahabt Nabi) gemar (bersedekah) menghidangkan makanan sebagai ganti dari mereka yang telah meninggal dunia pada hari-hari tersebut “, adalah para sahabat Nabi Saw telah melakukannya dan dilihat serta diakui keabsahannya oleh Nabi Saw sendiri. (al-Hawi) li al-Fatawi, juz III hlm. 266-273, Imam As-Suyuthi). Maka tradisi bersedekah selama mitung dino / tujuh hari atau empat puluh hari pasca kematian, merupakan warisan budaya dari para tabi’in dan sahabat Nabi Saw, bahkan telah dilihat dan diakui keabsahannya pula oleh beliau Nabi Muhammad Saw. Wallahu A’lam. [1] Lihat : Syarah ash-Shudur bisyarhi Hal al-Mautaa wal Qubur ; Syarah a-Suyuthi ‘alaa Shahih Muslim, Hasyiyah as-Suyuthi ‘alaa Sunan an-Nasaa’i dan al-Hafi lil-Fatawi lil-Imam al-Hafidz Jalaluddin as-Suyuthi ; Lawami’ al-Anwar al-Bahiyyah (2/9) lil-Imam Syamsuddin Muhammad as-Safarainy al-Hanbali (w. 1188 H) ; Sairus Salafush Shalihin (1/827) lil-Imam Isma’il bin Muhammad al-Ashbahani (w. 535 H) ; Imam al-Hafidz Hajar al-Asqalani (w. 852 H) didalam al-Mathalibul ‘Aliyah (834). [2] Lihat : Hilyatul Auliya’ wa Thabaqatul Ashfiyaa’ lil-Imam Abu Nu’aim al-Ashbahaniy : “menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Malik, menceritakan kepada kami Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, menceritakan kepada kami ayahku (Ahmad bin Hanbal), menceritakan kepada kami Hisyam bin al-Qasim, menceritakan kepada kami al-Asyja’iy, dari Sufyan, ia berkata : Thawus telah berkata : “sesungguhnya orang mati di fitnah (diuji oleh malaikat) didalam kuburnya selama 7 hari, maka ‘mereka’ menganjurkan untuk melakukan kenduri shadaqah makan yang pahalanya untuk mayyit selama 7 hari tersebut”. [3] Lihat : al-Wafi bil Wafiyaat (16/236) lil-Imam ash-Shafadi (w. 764 H), disebutkan bahwa ‘Amru bin Dinar berkata : “aku tidak pernah melihat yang seperti Thawus”. Dalam at-Thabaqat al-Kubra li-Ibni Sa’ad (w. 230 H), Qays bin Sa’ad berkata ; “Thawus bagi kami seperti Ibnu Siirin (sahabat) bagi kalian”. [4] Lihat ; al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra (2/30-31) lil-Imam Syihabuddin Syaikhul Islam Ibnu Hajar al-Haitami ; al-Hawi al-Fatawi (2/169) lil-Imam al-Hafidz Jalaluddin as-Suyuthiy. [5] Lihat : Syarah Shahih Muslim (3/444) li-Syaikhil Islam Muhyiddin an-Nawawi asy-Syafi’i. [6] Lihat : al-Hawi al-Fatawi (2/179) lil-Imam al-Hafidz Jalaluddin as-Suyuthi. (Dikutip dan di tata ulang seperlunya dari Abi Firas dan Ibn Abdillah Al-Katiby) . (Dokumen no.214 Pertanyaan Ani Sumarni): Teman-teman bagaimana pendapat anda tentang kebiasaan masyarakat qt yg suka mengadakan tahlil/membaca yasin di rumah orang yg baru saja mengalami duka krn sanak saudarax meninggal dunia, biasax peringatanx pd hari ke 3 ke 7 atau ke 40 hrx, ada yg mengatakan itu bid'ah mhn pendapatnya! Wahyu Pratama : Budaya selamatan setelah hari kematian seseorang dengan tahlilan dan walimahan—baik dalam 7 hari, 40 hari, 100 hari atau 1000 hari—adalah salah satu budaya masyarakat Nahdhiyyin di Indonesia yang sangat diingkari oleh kaum Wahhabi dan yang sefaham dengannya serta dituduh sebagai budaya bid’ah dan sesat. Berbagai buku yang bermuatan kritik dan hinaan terhadap budaya tersebut banyak ditulis oleh orang-orang menisbatkan dirinya penganut faham salaf atau Wahhabi. Mereka juga mengatakan dan memberi bukti tuduhannya bahwa budaya tersebut adalah warisan budaya agama Hindu, terbukti dengan diadakannya konggres yang dilakukan oleh petinggi-petinggi umat Hindu se-Asia pada tahun 2006 di Lumajang, Jawa Timur. Dan salah satu point pembahasannya adalah membicarakan tentang ungkapan syukur atas keberhasilan menyebarkan budaya acara-acara setelah kematian seperti 7 hari, 40 hari, 100 hari dan 1000 hari. (Lihat buku Mantan Kyai NU Menggugat Tahlilan, Istighatsahan dan Ziarah Para Wali, karangan H. Mahrus Ali ) Berikut ini, akan kami kupas hadits dan dalil tentang melaksanakan budaya di atas. Jawaban tentang masalah ini kami ambil dari kitab Qurrah al-’Ain bi Fatawi Isma’il Zain al-Yamani halaman 175 cetakan Maktabah al-Barakah dan kitab al-Hawi lil Fatawi karya al-Hafizh Jalaluddin as-Suyuthi juz 2 halaman 179 cetakan Darul Kutub, Bairut. Syaikh Isma’il Zain al-Yamani menulis sebagai berikut (kami kutib secara garis besar): Dalam Sunan Abu Dawud hadits nomer 2894 dituliskan: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلاَءِ أَخْبَرَنَا ابْنُ إِدْرِيسَ أَخْبَرَنَا عَاصِمُ بْنُ كُلَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ رَجُلٍ مِنْ اْلأَنْصَارِ قَالَخَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي جَنَازَةٍ فَرَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الْقَبْرِ يُوصِي الْحَافِرَ أَوْسِعْ مِنْ قِبَلِ رِجْلَيْهِ أَوْسِعْ مِنْ قِبَلِ رَأْسِهِ فَلَمَّا رَجَعَ اسْتَقْبَلَهُ دَاعِي امْرَأَةٍ فَجَاءَ وَجِيءَ بِالطَّعَامِ فَوَضَعَ يَدَهُ ثُمَّ وَضَعَ الْقَوْمُ فَأَكَلُوا فَنَظَرَ آبَاؤُنَا رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَلُوكُ لُقْمَةً فِي فَمِهِ ثُمَّ قَالَ أَجِدُ لَحْمَ شَاةٍ أُخِذَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ أَهْلِهَا فَأَرْسَلَتْ الْمَرْأَةُ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللهِ إِنِّي أَرْسَلْتُ إِلَى الْبَقِيعِ يَشْتَرِي لِي شَاةً فَلَمْ أَجِدْ فَأَرْسَلْتُ إِلَى جَارٍ لِي قَدْ اشْتَرَى شَاةً أَنْ أَرْسِلْ إِلَيَّ بِهَا بِثَمَنِهَا فَلَمْ يُوجَدْ فَأَرْسَلْتُ إِلَى امْرَأَتِهِ فَأَرْسَلَتْ إِلَيَّ بِهَا فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَطْعِمِيهِ اْلأُسَارَى “Muhammad bin al-‘Ala’ menceritakan dari (Abdullah) bin Idris dari ‘Ashim bin Kulaib dari ayahnya (Kulaib) dari seorang laki-laki Anshar (shahabat), berkata: ‘Aku keluar bersama Rasulallah berta’ziyah ke salah satu jenazah. Selanjutnya aku melihat Rasulallah di atas kubur berpesan kepada penggali kubur (dengan berkata): ‘Lebarkanlah bagian arah kedua kaki dan lebarkan pula bagian arah kepala!’ Setelah Rasulallah hendak kembali pulang, tiba-tiba seseorang yang menjadi pesuruh wanita (istri mayit) menemui beliau, mengundangnya (untuk datang ke rumah wanita tersebut). Lalu Rasulallah pun datang dan diberi hidangan suguhan makanan. Kemudian Rasulallah pun mengambil makanan tersebut yang juga diikuti oleh para shahabat lain dan memakannya. Ayah-ayah kami melihat Rasulallah mengunyah sesuap makanan di mulut beliau, kemudian Rasulallah berkata: ’Aku merasa menemukan daging kambing yang diambil dengan tanpa izin pemiliknya?!’ Kemudian wanita itu berkata: ’Wahai Rasulallah, sesungguhnya aku telah menyuruh untuk membeli kambing di Baqi,[1] tapi tidak menemukannya, kemudian aku mengutus untuk membeli dari tetangga laki-laki kami dengan uang seharga (kambing tersebut) untuk dikirimkan kepada saya, tapi dia tidak ada dan kemudian saya mengutus untuk membeli dari istrinya dengan uang seharga kambing tersebut lalu oleh dia dikirimkan kepada saya.’ Rasulallah kemudian menjawab: ’Berikanlah makanan ini kepada para tawanan!’” Hadits Abu Dawud tersebut juga tercatat dalam Misykah al-Mashabih karya Mulla Ali al-Qari bab mukjizat halaman 544 dan tercatat juga dalam as-Sunan al-Kubra serta Dala’il an-Nubuwwah, keduanya karya al-Baihaqi. Komentar Syaikh Ismail tentang status sanad hadits di atas, beliau berkata bahwa dalam Sunan Abu Dawud tersebut, Imam Abu Dawud diam tidak memberi komentar mengenai statusnya, yang artinya secara kaidah (yang dianut oleh ulama termasuk an-Nawawi dalam mukaddimah al-Adzkar) bahwa hadits tersebut boleh dibuat hujjah, artinya status haditsnya berkisar antara hasan dan shahih. Al-Hafizh al-Mundziri juga diam tidak berkomentar, yang artinya bahwa hadits tersebut juga boleh dibuat hujjah. Perawi yang bernama Muhammad bin al-‘Ala’ adalah guru Imam al-Bukhari, Muslim dan lain-lain dan jelas termasuk perawi shahih. Abdullah bin Idris dikomentari oleh Ibnu Ma’in sebagai perawi tsiqah dan di katakan oleh Imam Ahmad sebagai orang yang tidak ada duanya (nasiju wahdih). Sementara ‘Ashim, banyak yang komentar dia adalah perawi tsiqah dan terpercaya, haditsnya tidak mengapa diterima, orang shalih dan orang mulia penduduk Kufah. Sedangkan laki-laki penduduk Madinah yang di maksud adalah shahabat Nabi yang semuanya adalah adil tanpa ada curiga sama sekali. Dari keterangan ini, dapat diambil kesimpulan bahwa hadits di atas adalah hadits hasan yang bisa dibuat hujjah. Sedangkan dari sisi isinya, hadits tersebut mengandung beberapa faidah dan hukum penting, di antaranya: v Menunjukkan mukjizat Rasulallah yang dapat mengetahui haram tidaknya sesuatu tanpa ada seseorang yang memberi tahu. Oleh karena itu, al-Baihaqi dalam Dala’il an-Nubuwwah menyebutkan hadits ini dalam bab Mukjizat. v Jual belinya seseorang yang bukan pemilik atau wakil (bai’ fudhuli) adalah tidak sah dan bathil. Oleh karennya, Abu Dawud menyebutkan hadits ini dalam Sunan-nya di bagian bab Jual Beli. v Akad yang mengandung syubhat seyogianya dihindari agar tidak jatuh pada limbah keharaman. v Diperbolehkannya bagi keluarga mayit membuat hidangan atau walimah dan mengundang orang lain untuk hadir memakannya. Bahkan, jika difahami dari hadits tersebut, melakukan walimah tersebut adalah termasuk qurbah (ibadah). Sebab, adakalanya memberi makan bertujuan mengharapkan pahala untuk si mayit -termasuk utama-utamanya qurbah- serta sudah menjadi kesepakatan bahwa pahalanya bisa sampai kepada mayit. Mungkin pula bertujuan menghormati tamu dan niat menghibur keluarga yang sedang mendapat musibah agar tidak lagi larut dalam kesedihan. Baik jamuan tersebut dilakukan saat hari kematian, seperti yang dilakukan oleh istri mayit dalam hadits di atas, atau dilakukan di hari-hari berikutnya. (Mungkin maksud Syaikh Ismail adalah hari ke-7, 40, 100 dan 1000). Hadits di atas juga di nilai tidak bertentangan dengan hadits masyhur berikut: إِصْنَعُوا لِآلِ جَعْفَرَ طَعَامًا فَقَدْ أَتَاهُنَّ مَا يُشْغِلُهُنَّ أَوْ أَتَاهُمْ مَا يُشْغِلُهُمْ “Buatlah makanan untuk keluarga Ja‘far, karena anggota keluarga yang wanita sedang sibuk atau anggota keluarga laki-laki sedang sibuk.” Menurut Syaikh Isma‘il, hadits tersebut (keluarga Ja'far) ada kemungkinan (ihtimal) khusus untuk keluarga Ja‘far, karena Rasulallah melihat keluarga Ja‘far tersebut sedang dirundung duka sehingga anggota keluarganya tidak sempat lagi membuat makanan. Kemudian Rasulallah menyuruh anggota keluarga beliau untuk membuatkan makanan bagi keluarga Ja‘far. Selain itu juga, tidak ada hadits yangsharih (jelas) yang menjelaskan bahwa Rasulallah melarang bagi keluarga mayit membuat hidangan atau walimahan untuk pentakziyah. Pernyataan ini dikuatkan dengan riwayat dalam Shahih al-Bukhari dari Aisyah: عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهَا كَانَتْ إِذَا مَاتَ الْمَيِّتُ مِنْ أَهْلِهَا فَاجْتَمَعَ لِذَلِكَ النِّسَاءُ ثُمَّ تَفَرَّقْنَ إِلاَّ أَهْلَهَا وَخَاصَّتَهَا أَمَرَتْ بِبُرْمَةٍ مِنْ تَلْبِينَةٍ فَطُبِخَتْ ثُمَّ صُنِعَ ثَرِيدٌ فَصُبَّتْ التَّلْبِينَةُ عَلَيْهَا ثُمَّ قَالَتْ كُلْنَ مِنْهَا فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ التَّلْبِينَةُ مُجِمَّةٌ لِفُؤَادِ الْمَرِيضِ تَذْهَبُ بِبَعْضِ الْحُزْنِ “Dari Aisyah, istri Rasulallah, ketika salah satu keluarganya ada yang meninggal, para wanita-wanita berkumpul dan kemudian pergi kecuali anggota keluarganya dan orang-orang tertentu. Kemudian beliau memerintahkan untuk membawakannya periuk berisi sup yang terbuat dari tepung yang dicampuri dengan madu kemudian dimasak. Kemudian dibuatlah bubur sarid dan sup tadi dimasukkan ke dalam bubur tersebut. Lalu beliau berkata: ‘Makanlah makanan ini karena aku mendengar dari Rasulallah bersabda bahwa bahwa sup dapat melegakan hati orang yang sedang sakit; menghilangkan sebagian kesusahan.” Orang yang mengerti kaidah syari’at berpandangan bahwa walimah yang dibuat oleh keluarga mayit adalah tidak dilarang selama mereka membuat walimah tersebut karena taqarrub kepada Allah, menghibur keluarga yang sedang mendapat musibah dan menghormat para tamu yang datang untuk bertakziyah. Tentunya, semua itu jika harta yang digunakan untuk walimah tersebut tidak milik anak yatim, yakni jika salah satu keluarga yang ditinggalkan mayit ada anak yang masih kecil (belum baligh). Adapun menanggapi perkataan (hadits) al-Jarir bin Abdillah yang mengatakan bahwa berkumpul dengan keluarga mayit dan membuatkan hidangan untuk mereka adalah termasuk niyahah (meratapi mayit) yang diharamkan, Syaikh Isma‘il memberi jawaban: “Maksud dari ucapan Jarir tersebut adalah mereka berkumpul dengan memperlihatkan kesedihan dan meratap. Hal itu terbukti dari redaksi ucapan Jarir yang menggunakan kata niyahah. Hal itu menunjukkan bahwa keharaman tersebut dipandang dari sisi niyahah dan bukan dari berkumpulnya. Sedangkan apabila tidak ada niyahah tentu hal tersebut tidak di haramkan.” Sedangakan menjawab komentar ulama-ulama yang sering digunakan untuk mencela budaya di atas[2] (tentang hukum sunah bagi tetangga keluarga mayit membuat atau menyiapkan makanan bagi keluarga mayit sehari semalam) yang dimaksudkan adalah obyek hukum sunah tersebut adalah bagi keluarga mayit yang sedang kesusahan seperti yang dialami keluarga Ja‘far. Oleh karena itu, tidak ada dalil tentang hukum makruh membuat walimah oleh keluarga mayit secara mutlak kecuali dari (memahami) hadits keluarga Ja‘far dan hadits Jarir di atas. Ada kemungkinan juga ulama-ulama tersebut belum pernah melihat hadits ‘Ashim di atas yang menerangkan tentang bolehnya membuat walimah bagi keluarga mayit. Al-‘Allamah Mulla Ali al-Qari mengatakan: “Zhahir dari hadits ‘Ashim tersebut menentang apa yang diputuskan oleh para ulama kita (ashhabuna) tentang dimakruhkannya membuat walimah di hari pertama, ketiga atau setelah seminggu.” Adapun dalil bahwa pahala shadaqah yang dihadiahkan kepada mayit itu sampai kepadanya adalah riwayat al-Bukhari dari Aisyah: أَنَّ رَجُلاً قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أُمِّي افْتُلِتَتْ نَفْسُهَا وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ فَهَلْ لَهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ “Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulallah Saw.: ‘Ibu saya telah meninggal, dan aku berprasangka andai dia bisa berbicara pasti dia akan bersedekah, maka apakah dia mendapat pahala jika aku bersedekah untuknya?’ Rasulallah menjawab: ‘Benar.’” Hadits shahih ini adalah hujjah tentang pahala shadaqah yang sampai kepada mayit. Maka dari itu, pembaca jangan terperdaya dengan ‘pandangan’ H. Mahrus Ali dalam bukunya yang berjudul Mantan Kyai NU Menggugat Tahlilan, Istighatsahan dan Ziarah para Wali. Mahrus Ali mengatakan bahwa hadits-hadits tentang pahala shadaqah tersebut adalah dha‘if dan secara isyarah dia melemahkan hadits shahih al-Bukhari di atas. Sungguh brutal dan ‘ngawur’ sekali! Bukan dalang tapi mendalang. Bukan ahli hadits tapi menilai hadits. Apalagi sampai mendhaifkan hadits dalam shahih Bukhari yang mempunyai sanad (bukan mu’allaq) dan sudah menjadi kesepakatan ulama termasuk hadits shahih. Fatwa as-Suyuthi: Terdapat keterangan ulama bahwa mayit difitnah (ditanya malaikat Munkar dan Nakir) di dalam kuburnya adalah selama 7 hari (setelah hari penguburan) sebagaimana tersirat dalam hadits yang dibawakan oleh beberapa ulama. Hadits yang dibuat landasan tersebut adalah: Hadits riwayat Ahmad dalam az-Zuhd dari Thawus. Hadits riwayat Abu Nu’aim al-Ashbahani dari Thawus. Hadits riwayat Ibnu Juraij dalam al-Mushannaf dari ‘Ubaid bin ‘Umair (sebagian berkomentar dia adalah pembesar tabi’in dan sebagian yang lain mengatakan dia seorang shahabat). Al-Hafizh Ibnu Rajab menisbatkan pada Mujahid dan ‘Ubaid bin ‘Umair. Hadits-hadits tersebut adalah: قَالَ اْلإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِي كِتَابِ الزُّهْدِ لَهُ حَدَّثَنَا هَاشِمٌ بْنُ اْلقَاسِمِ قَالَ ثَنَا اْلأَشْجَعِي عَنْ سُفْيَانَ قَالَ قَالَ طَاوُوسُ إِنَّ الْمَوْتَى يُفْتَنُونَ فِي قُبُورِهِمْ سَبْعًا فَكَانُوا يَسْتَحِبُّونَ أَنْ يُطْعِمُوا عَنْهُمْ تِلْكَ اْلأَيَّامَ قَالَ الْحَافِظُ أَبُو نُعَيْمٍ فِي الْحِلْيَةِ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ بْنِ مَالِكٍ ثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ أَحْمَدَ ابْنُ حَنْبَلَ ثَنَا أُبَيُّ ثَنَا هَاشِمٌ بْنُ الْقَاسِمِ ثَنَا اْلأَشْجَعِي عَنْ سُفْيَانَ قَالَ قاَلَ طَاوُوسُ إِنَّ الْمَوْتَى يُفْتَنُونَ فِي قُبُورِهِمْ سَبْعًا فَكَانُوا يَسْتَحِبُّونَ أَنْ يُطْعَمَ عَنْهُمْ تِلْكَ اْلأَيَّامَ ذِكْرُ الرِّوَايَةِ الْمُسْنَدَةِ عَنْ عُبَيْدٍ بْنِ عُمَيْرٍ: قاَلَ ابْنُ جُرَيْجٍ فِي مَصَنَّفِهِ عَنِ الْحَارِثِ ابْنِ أَبِي الْحَارِثِ عَنْ عُبَيْدٍ بْنِ عُمَيْرٍ قَالَ يُفْتَنُ رَجُلاَنِ مُؤْمِنٌ وَمُنَافِقٌ فَأَمَّا الْمُؤْمِنُ فَيُفْتَنُ سَبْعًا “Imam Ahmad dalam az-Zuhd berkata: ‘Hasyim bin Qasim bercerita kepadaku dari al-Asyja‘i dari Sufyan dari Thawus, dia berkata: Sesungguhnya mayit di dalam kuburnya terfitnah (ditanyai Malaikat Munkar dan Nakir) selama 7 hari. Dan mereka menganjurkan supaya membuat (walimahan) dengan memberi makan (orang-orang), (yang pahalanya dihadiahkan) untuk si mayit tersebut di hari-hari tersebut.”Selanjutnya hadits riwayat berikutnya adalah sama secara makna. Sebelum membahas isi dari hadits ini, marilah kita bahas terlebih dahulu diri sisi sanadnya, sehingga kita akan tahu layak dan tidaknya hadits ini untuk dibuat hujjah. Perawi-perawi hadits yang pertama adalah shahih dan Thawus adalah termasuk pembesar tabi’in. Hadits yang diriwayatkan dan tidak mungkin dari hasil ijtihad shahabat atau tabi’in hukumnya adalah marfu’ bukan mauquf, seperti hadits yang menerangkan tentang alam barzakh, akhirat dan lain-lain sebagaimana yang sudah maklum dalam kaidah ushul hadits. Atsar Thawus tersebut adalah termasuk hadits marfu’ yang mursal dan sanadnya shahih serta boleh dibuat hujjah menurut Abu Hanifah, Malik dan Ahmad secara mutlak tanpa syarat. Sedangkan menurut asy-Syafi‘i juga boleh dibuat hujjah jika ada penguat seperti ada riwayat yang sama atau riwayat dari shahabat yang mencocokinya. Syarat tersebut telah terpenuhi, yaitu dengan adanya riwayat dari Mujahid dan ‘Ubaid bin ‘Umair dan keduanya seorang tabi’in besar (sebagian mengatakan ‘Ubaid adalah shahabat Rasulallah). Dua hadis riwayat selanjutnya adalah hadits mursal yang menguatkan hadits mursal di atas. Menurut kaidah ushul, kata-kata “mereka menganjurkan memberi makan di hari-hari itu” adalah termasuk ucapan tabi’in. Artinya, kata “mereka” berkisar antara shahabat Rasulallah, di zaman Rasulallah, dan beliau taqrir (setuju) terhadap prilaku tersebut atau artinya adalah shahabat tanpa ada penisbatan sama sekali kepada Rasulallah. Ulama juga berselisih apakah hal itu adalah ikhbar (informasi) dari semua shahabat yang berarti menjadi ijma’ atau hanya sebagian dari shahabat saja. Dari hadits di atas dapat difahami dan digunakan sebagai: Dasar tentang i’tiqad bahwa fitnah kubur adalah selama 7 hari. Penetapan hukum syara' tentang disunahkannya bershadaqah dan memberi makan orang lain di hari-hari tersebut. Serta, dapat dijadikan dalil bahwa budaya memberi makan warga Nahdhiyyin saat hari pertama sampai hari ketujuh dari hari kematian adalah terdapat dalil yang mensyariatkannya. As-Suyuthi juga mengatakan: “Sunah memberi makan selama 7 hari tersebut berlaku sampai sekarang di Makkah dan Madinah, dan secara zhahirnya hal itu sudah ada dan tidak pernah ditinggalkan masyarakat sejak zaman shahabat sampai sekarang. Dan mereka mengambilnya dari salaf-salaf terdahulu.” Al-Hafizh Ibnu ‘Asakir meriwayatkan dari Abul Fath Nashrullah bin Muhammad bahwa Nashr al-Maqdisi wafat di hari Selasa tanggal 9 Muharram tahun 490 hijriyyah di Damaskus dan kami menetap di makamnya selama 7 hari membaca al-Qur’an sebanyak 20 khataman. Adapun melakukan acara 40 hari, 100 hari atau 1000 hari dari kematian dengan melakukan tahlilan dan bershadaqah memang tidak ada dalil yang mengatakan sunah. Namun demikian, melakukan budaya tersebut diperbolehkan menurut syariat. Dan seyogianya bagi yang mengadakan acara tersebut tidak mengi’tiqadkan bahwa hal tersebut adalah sunnah dari Rasulallah, tetapi cukup berniat untuk bershadaqah dan membacakan Al-Qur’an, yang mana pahalanya dihadiahkan kepada mayit, sebagaimana keterangan di atas. Sedangkan untuk menanggapi syubhat dari H. Mahrus Ali yang mengatakan bahwa tahlilan kematian dan budaya 7 hari, 40 hari, 100 hari dan 1000 hari adalah budaya Hindu dan melakukannya adalah syirik karena menyerupai orang kafir (dia juga membawakan hadits tentang tasyabbuh riwayat ath-Thabarani dan Abu Dawud), kami menjawab sebagai berikut: Sebagian dari pernyataannya tentang acara selamatan 7 hari yang katanya adalah merupakan salah satu dakwah (ajaran syari’at) umat Hindu sudah terbantah dengan hadits-hadits di atas. Andai anggapan tersebut benar adanya, bahwasannya budaya walimah kematian 7 hari, 40 hari dan sebagainya tersebut adalah bermula dari budaya warisan umat Hindu Jawa, sebagaimana yang di yakini oleh bebarapa Kyai dan ahli sejarah babat tanah Jawa, dan di saat ajaran Islam yang di bawa Wali Songo datang, budaya tersebut sudah terlanjur mendarah daging dengan kultur masyarakat Jawa kala itu. Kemudian dengan dakwah yang penuh hikmah dan kearifan dari para wali, budaya yang berisi kemusyrikan tersebut di giring dan di arahkan menjadi budaya yang benar serta sesuai dengan ajaran Islam, yaitu dengan diganti dengan melakukan tahlilan, kirim do’a untuk orang yang telah meninggal atau arwah laluhur dan bersedekah. Maka sebenarnya jika kita kembali membaca sejarah Islam bahwasannya methode dakwah wali 9 yang mengganti budaya Hindu tersebut dengan ajaran yang tidak keluar dari tatanan syariat adalah sesuai dengan apa yang di lakukan oleh Rasulallah yang mengganti budaya Jahiliyyah melumuri kepala bayi yang di lahirkan dengan darah hewan sembelihan dan diganti dengan melumuri kepala bayi dengan minyak zakfaron. Apa yang di lakukan Rasulallah tersebut tersirat dalam sebuah hadits shahih riwayat al-Hakim dalam al-Mustadrak, Abu Dawud dalam Sunan-nya, Imam Malik dalam al-Muwaththa’ dan al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubrayang semuanya di riwayatkan dari shahabat Abu Buraidah al-Aslami berikut: كُنَّا فِى الْجَاهِلِيَّةِ إِذَا وُلِدَ لأَحَدِنَا غُلاَمٌ ذَبَحَ شَاةً وَلَطَّخَ رَأْسَهُ بِدَمِهَا فَلَمَّا جَاءَ اللَّهُ بِالإِسْلاَمِ كُنَّا نَذْبَحُ شَاةً وَنَحْلِقُ رَأْسَهُ وَنَلْطَخُهُ بِزَعْفَرَانٍ “Saat kami masih hidup di zaman Jahiliyyah; saat salah satu dari kami melahirkan seorang bayi, maka kami menyembelih seekor kambing dan kepala bayi kami lumuri dengan darah kambing tersebut. Namun saat Allah mendatangkan Islam, kami menyembelih kambing, kami cukur rambut kepala bayi dan kami lumuri kepalanya dengan minyak zakfaron”

PUISI GUS MUS

PUISI GUS MUS (KH. Mustofa Bisri) ”KAU INI BAGAIMANA ATAU AKU HARUS BAGAIMANA?” Aku pergi tahlil, kau bilang itu amalan jahil Aku baca shalawat burdah, kau bilang itu bid’ah Lalu aku harus bagaimana…? ... Aku bertawasul dengan baik, kau bilang aku musrik Aku ikut majlis zikir, kau bilang aku kafir Lalu aku harus bagaimana…? Aku sholat pakai lafadz niat, kau bilang aku sesat. Aku mengadakan maulid, kau bilang tak ada dalil yang valid Lalu aku harus bagaimana…? Aku gemar berziarah, kau bilang aku alap-alap berkah Aku mengadakan selametan, kau bilang aku pemuja setan Lalu aku harus bagaimana…? Aku pergi yasinan, kau bilang itu tak membawa kebaikan Aku ikuti tasawuf sufi, malah kau suruh aku menjauhi Ya sudahlah… Aku ikut kalian… Kan kupakai celana cingkrang, agar kau senang Kan kupanjangkan jenggot, agar dikira berbobot Kan ku hitamkan jidad, agar dikira ahli ijtihad Aku kan sering menghujat, biar dikira hebat Aku kan sering mencela, biar dikira mulia Ya sudahlah… Aku pasrah pada Tuhan yang ku sembah…

Rabu, 17 April 2013

SAYYID & SYARIFAH

SAYYID UNTUK SYARIFAH DAN SYARIFAH UNTUK SAYYID ADALAH HARGA MATI Selasa, 10 Mei 2011 KENAPA SYARIFAH DILARANG KAHWIN DENGAN LELAKI AHWAL...??? tanya : Mohon Informasi Apakah boleh Perempuan dari kalangan Syarifah menikah dengan laki-laki biasa,..........? Bukankah Jodoh itu juga sudah ditentukan oleh Allah Swt.... Apa jaminan Allah kelak kepada perempuan Syarifah yg menikah dgn laki-laki satu garis keturunan (syarif)...? Jika hal ini sudah terjadi pd perempuan syarifah yg menikah dgn laki-laki biasa, apa pula sanksinya......? Mohon penjelasan, dengan landasan Nash, Ayat Al-Qur'an atau Hadist Terima kasih. Baik Sayyid maupun syarifah mngambil nasab brdasarkn garis ayah-nya bkn ibu-nya Penulis Tafsir 'Al-Manar', Syeikh Muhammad Abduh, dalam menafsirkan ayat 84 Surah Al-An'am, antara lain mengatakan, bahawasanya Rasulullah s.a.w. pernah bersabda: "Semua anak Adam bernasab kepada orang tua lelaki (ayah mereka), kecuali anak-anak Fatimah. Akulah ayah mereka dan akulah yang menurunkan mereka". Hadist mengenai Kafa'ah Syarifah : Dalam kitab Makarim al-Akhlaq terdapat hadits yang berbunyi : إنما انا بشر مثلكم أتزوّج فيكم وأزوّجكم إلا فاطمة فإن تزويجها نزل من السّماء , ونظر رسول الله إلى أولاد علي وجعفر فقال بناتنا لبنينا وبنونا لبناتنا ‘Sesungguhnya aku hanya seorang manusia biasa yang kawin dengan kalian dan mengawinkan anak-anakku kepada kalian, kecuali perkawinan anakku Fathimah. Sesungguhnya perkawinan Fathimah adalah perintah yang diturunkan dari langit (telah ditentukan oleh Allah swt). Kemudian Rasulullah memandang kepada anak-anak Ali dan anak-anak Ja’far, dan beliau berkata : Anak-anak perempuan kami hanya menikah dengan anak-anak laki kami, dan anak-anak laki kami hanya menikah dengan anak-anak perempuan kami’. Menurut hadits di atas dapat kita ketahui bahwa : Anak-anak perempuan kami (syarifah) menikah dengan anak-anak laki kami (sayid/syarif), begitu pula sebaliknya anak-anak laki kami (sayid/syarif) menikah dengan anak-anak perempuan kami (syarifah). Berdasarkan hadits ini jelaslah bahwa pelaksanaan kafa’ah yang dilakukan oleh para keluarga Alawiyin didasari oleh perbuatan rasul, yang dicontohkannya dalam menikahkan anak puterinya Fathimah dengan Ali bin Abi Thalib. Hal itu pula yang mendasari para keluarga Alawiyin menjaga anak puterinya untuk tetap menikah dengan laki-laki yang sekufu sampai saat ini. Para ulama seperti Abu Hanifah, Imam Ahmad dan Imam Syafii dalam masalah kafa’ah sependapat dengan pendapat khalifah Umar bin Khattab yang mengatakan : لأمنعن تزوج ذوات الأحساب إلا من الأكفاء ‘Aku melarang wanita-wanita dari keturunan mulia (syarifah) menikah dengan lelaki yang tidak setaraf dengannya’. Menurut mazhab Syafii, Abu Hanifah dan Ahmad bin Hanbal, seorang wanita keturunan Bani Hasyim, tidak boleh dikawini oleh seorang laki-laki dari selain keturunan mereka kecuali disetujui oleh wanita itu sendiri serta seluruh keluarga (wali-walinya). Bahkan menurut sebagian ulama mazhab Hambali, kalaupun mereka rela dan mengawinkannya dengan selain Bani Hasyim, maka mereka itu berdosa. Imam Ahmad bin Hanbal berkata : ‘Wanita keturunan mulia (syarifah) itu hak bagi seluruh walinya, baik yang dekat ataupun jauh. Jika salah seorang dari mereka tidak ridho di kawinkannya wanita tersebut dengan lelaki yang tidak sekufu’, maka ia berhak membatalkan. Bahwa wanita (syarifah) hak Allah, sekiranya seluruh wali dan wanita (syarifah) itu sendiri ridho menerima laki-laki yang tidak sekufu’, maka keridhaan mereka tidak sah’. ---------------------- Mengenai Kafa'ah dalam Islam?... Ayat alquran yang mengisyaratkan kafa'ah nasab 1. Dalam alquran surat al-Hujurat ayat 13, Allah swt berfirman: إنّ أكرمكم عند الله أتقاكم "…Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah, ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu". Ayat ini menunjukkan adanya kafaah dalam segi agama dan akhlaq. Allah swt menjadikan orang-orang yang bertaqwa lebih utama dari orang-orang yang tidak bertaqwa, dan menafikan adanya kesetaraan di antara keduanya dalam hal keutamaan. Hal ini menunjukkan adanya dua hal pertama, adanya ketidaksetaraan dan kedua, terdapat perbedaan kemuliaan dalam hal taqwa. Diantara dalil lain yang mendukung kedua hal tersebut adalah surat al-Zumar ayat 9, yang berbunyi: قل هل يستوي الذين يعلمون والذين لا يعلمون "Katakanlah, adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui". Dan surat al-Nur ayat 26, yang berbunyi: الخبيثا ت للخبيثين والخبيثون للخبيثا ت والطيبا ت للطيبين والطيبون للطيبا ت "Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji pula, dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula". Berkaitan dengan hadits Rasulullah saw, yang berbunyi: إذا جأكم من ترضون دينه و خلقه ... "Jika telah datang seorang yang engkau ridho akan agama dan akhlaqnya…" Berkata al-Syaukani dalam kitabnya Nail al-Author bahwa hadits tersebut adalah dalil kafaah dari segi agama dan akhlaq, dan ulama yang berpendapat demikian ialah Imam Malik. Telah dinukil dari Umar, Ibnu Mas'ud dari Tabiin yang meriwayatkan dari Muhammad ibnu Sirrin dan Umar bin Abdul Aziz menunjukkan bahwa ayat alquran yang menyatakan orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah, ialah orang-orang yang paling taqwa di antara kamu adalah dalil kafaah dalam masalah nasab, begitulah seperti yang disepakati jumhur. 2. Dalam alquran surat al-Furqan ayat 54, Allah swt berfirman: وهو الذي خلق من الماء بشرا فجعله نسبا و صهرا وكان ربك قديرا "Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah, dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa". Ayat ini merupakan dalil adanya kafaah dalam hal nasab, hal ini dijelaskan oleh al-Bukhari yang menyebutkan ayat tersebut sebagai dalil dalam bab kafaah. Imam al-Qasthalani dalam kitabnya Syarah al-Bukhari menulis, yang dimaksud pengarang (al-Bukhari) dengan hubungan kalimat ini mengisyaratkan bahwa sesungguhnya nasab dan hubungan musharah berkaitan dengan masalah hukum kafaah'. Kafaah nasab menurut hadits Nabi saw. 1. Diriwayatkan oleh Imam Bukhori, dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda: تنكح المرأة لأربع لمالها ولجمالها ولحسبها ولدينها فاظفر بذات الدين تربت يداك "Wanita itu dinikahi karena agamanya, kecantikannya, hartanya dan keturunannya. Maka carilah wanita yang taat kepada agama, niscaya akan beruntung". Berkata Ibnu Hajar, yang dimaksud dengan asal-usul keturunan (hasab) adalah kemuliaan leluhur dan kerabat. Al-Mawardi dalam kitabnya al-Hawi al-Kabir Syarah Mukhtashor al-Muzani mengatakan, bahwa syarat yang kedua (dari syarat-syarat kafaah) adalah nasab, berdasarkan hadits Nabi saw: 'Wanita itu dinikahi karena hartanyanya, asal-usul keturunannya…'. Yang dimaksud dengan asal-usul keturunannya adalah kemuliaan nasabnya. 2. Diriwayatkan oleh Muslim dari Watsilah bin al-Asqa', Rasulullah saw bersabda: إنّ الله اصطفى بني كنانة من بني إسماعيل واصطفى من بني كنانة قريشا واصطفى من قريش بني هاشم واصطفاني من بني هاشم "Sesungguhnya Allah swt telah memilih bani Kinanah dari bani Ismail, dan memilih dari bani Kinanah Quraisy, dan memilih dari Quraisy bani Hasyim, dan memilih aku dari bani Hasyim". Hadits di atas menjelaskan tentang keutamaan Bani Hasyim. Allah swt telah memuliakan mereka dengan memilih rasul-Nya dari kalangan mereka. Hal ini menunjukkan kemuliaan yang Allah swt berikan kepada ahlul bait Nabi saw. Imam al-Baihaqi menggunakan hadits ini sebagai dasar adanya kafaah dalam hal nasab. Kafaah nasab menurut ulama madzhab. Semua Imam madzhab dalam Ahlus Sunnah Wal Jamaah sepakat akan adanya kafa'ah walaupun mereka berbeda pandangan dalam menerapkannya. Salah satu yang menjadi perbedaan tersebut adalah dalam masalah keturunan (nasab). Dalam hal keturunan orang Arab adalah kufu' antara satu dengan lainnya. Begitu pula halnya orang Quraisy dengan Quraisy lainnya. Karena itu laki-laki yang bukan Arab (Ajam) tidak sekufu' dengan wanita-wanita Arab. Laki-laki Arab tetapi bukan dari golongan Quraisy tidak sekufu' dengan wanita Quraisy. Hal tersebut berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar, bahwa Rasulullah saw bersabda: العرب بعضهم اكفاء لبعض قبيلة بقبيلة ورجل برجل ... "Orang-orang Arab sekufu' satu dengan yang lainnya. Kabilah dengan kabilah lainnya, kelompok yang satu sekufu' dengan kelompok yang lainnya, laki-laki yang satu sekufu' dengan yang lainnya…" Hadits riwayat Aisyah, bahwa Rasulullah bersabda: العرب للعرب اكفاء ... "Orang-orang Arab satu dengan yang lainnya adalah sekufu'…" Menurut Imam Hanafi: Laki-laki Quraisy sepadan (kufu') dengan wanita Bani Hasyim. Menurut Imam Syafi'i: Laki-laki Quraisy tidak sepadan (tidak sekufu') dengan wanita Bani Hasyim dan wanita Bani Muthalib. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim: إنّ الله اصطفى بني كنانة من بني إسماعيل واصطفى من بني كنانة قريشا واصطفى من قريش بني هاشم واصطفاني من بني هاشم "Bahwasanya Allah swt memilih Kinanah dari anak-anak Ismail dan memilih Quraisy dari Kinanah dan memilih Bani Hasyim dari Quraisy dan memilih aku dari Bani Hasyim…" Akan tetapi kebanyakan ahli fiqih berpendapat bahwa kafa'ah merupakan hak bagi perempuan dan walinya. Seorang wali tidak boleh mengawinkan perempuan dengan lelaki yang tidak kufu' dengannya kecuali dengan ridhanya dan ridha segenap walinya. Jika para wali dan perempuannya ridha maka ia boleh dikawinkan, sebab para wali berhak menghalangi kawinnya perempuan dengan laki-laki yang tidak sepadan (tidak kufu'). Imam Syafi'i berkata: Jika perempuan yang dikawinkan dengan lelaki yang tak sepadan (tidak sekufu') tanpa ridhanya dan ridha para walinya, maka perkawinannya batal. Imam Hanafi berkata : Jika seorang wanita kawin dengan pria yang tidak sederajat (tidak sekufu') tanpa persetujuan walinya, maka perkawinan tersebut tidak sah dan wali berhak untuk menghalangi perkawinan wanita dengan pria yang tidak sederajat tersebut atau hakim dapat memfasakhnya, karena yang demikian itu akan menimbulkan aib bagi keluarga. Imam Ahmad berkata: Perempuan itu hak bagi seluruh walinya, baik yang dekat ataupun jauh. Jika salah seorang dari mereka tidak ridha dikawinkan dengan laki-laki yang tidak sederajat (tidak sekufu'), maka ia berhak membatalkan. Riwayat lain dari Ahmad, menyatakan : bahwa perempuan adalah hak Allah, sekiranya seluruh wali dan perempuannya sendiri ridha menerima laki-laki yang tidak sederajat (tidak sekufu'), maka keridhaan mereka tidaklah sah. Diposkan oleh Mudhaffar bin Sofyan Jamalullail di 03.17 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook . skrg saya bertanya pada mu KAU ORANG MANA ?? INDONESIA ATAU BUKAN .. jika kau mengaku indonesia seperti layaknya HAKIKAT dari terlahirnya SUMPAH PEMUDA KETURUNAN ARAB tanggal 4-5 oktober tahun 1934 yg di prakarsi AR BASWEDAN . ( pernah dengar sejarah nasional ini , jika belum cari tau saran ku ) .. jika kau mengaku sebagai orang indonesia maka TANAH AIR INDONESIA inilah tanah mu .. tp jika kau berkeyakinan bukan lah orang indonesia maka dgn sendiri nya keyakinan mu itu menuntut jawab padamu " mana tanah air mu " Kalau kita mencintai Rasullulah…ikutilah pesan terakhir beliau…khutbah terakhir Rasulullah di lembah Uranah, Arafat 10 H ..dan ini merupakan kutipan khutbah terakhir beliau….. Wahai manusia, dengarkan aku dengan sungguh-sungguh, beribadahlah kepada ALLAH, shalatlah lima waktu dalam sehari, puasalah dalam bulan Ramadhan, dan berikanlah hartamu dalam bentuk zakat. Kerjakan haji jika kamu mampu. Semua manusia berasal dari Adam dan Hawa, seorang Arab tidak memiliki kelebihan diatas non-Arab, dan seorang non-Arab tidak memiliki kelebihan diatas Arab; juga seorang putih tidak memiliki kelebihan diatas seorang hitam, tidak juga seorang hitam memiliki kelebihan atas orang putih, kecuali dalam ketakwaan dan ibadahnya. Camkanlah bahwa setiap muslim adalah saudara bagi setiap muslim dan bahwa umat Islam merupakan suatu persaudaraan. Tidak ada yang lebih mulia antara sayyid dan non sayyid ..melainkan karena ketaqwaannya….apa lagi yg harus kita perdebatkan….yang ada sekarang bukan Ahlulbait…tetapi keturunan Ahlbait (keturunan keluarga Rasul….hanya keturunan..bukan ahlulbait..karena Ahlul bait hanya meliputi Istri2 dan Anak2 Rasulullah…… 10 Kasus wanita Ahlulbayt menikah dengan non ahlulbayt 1. Ruqayyah binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Utsman bin Affan. 2. Ummu Kultsum binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Utsman bin Affan. 3. Zainab binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Abul ‘Ash. 4. Ummu Kultsum bin Fathimah binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Umar bin La-Khatthab. 5. Sukainah binti Husain bin Fathimah binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Zaid bin Umar bin Utsman bin Affan. 6. Fathimah binti Husain bin Fathimah binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Abdullah bin Amr bin Utsman bin Affan. 7. Fathimah binti Ali Zainal Abidin bin Husain bin Fathimah binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Al-Mundzir bin Zubair bin Al-Awam. 8. Idah binti Ali Zainal Abidin bin Husain bin Fathimah binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Nuh bin Ibrahim bin Muhammad bin Thalhah. 9. Fathimah binti Hasan Al-Mutsanna bin Hasan bin Fathimah binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Ayyub bin Maslamah Al-Makhzumi. 10. Ummul Qasim binti Hasan Al-Mutsanna bin Hasan bin Fathimah binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Marwan bin Aban bin Utsman bin Affan. inilah sebagai contoh yang di ajarkan Baginda Rasulillah SAW…..apa lagi dengan ekstrimnya mereka mengatakan..jikalau ada syarifah yang menikah dengan non sayyid maka pernikahan mereka tidaklah sah /tidak akan mendapat syafaat dari Rasulullah….sungguh ironis sekali….apakah mereka berani menjawab bahwa pernikahan yang terjadi diatas boleh dikatakan tidak sah atau atau tidak akan mendapat syafaat Rasulullah…..semoga jadi perenungan bagi kita semua…kita berpegang kepada Al Quran yang dijamin keasliannya oleh Allah SWT..sedangkan hadist2..banyak yang lemah cacat..dan juga yang palsu...hati2 dengan tipu daya setan..karena sifat angkuh, sombong, merasa derajatnya lebih tinggi lebih mulia itu adalah sifat iblis....jayalah Islam ku Syarifah Aliyyah Shihab Sabtu, 14 November 2009 Menjaga Hak Keturunan Rasulullah saw Dalam Perkawinan Seperti kita telah ketahui dalam beberapa hadits Rasulullah saw, jika ada seseorang yang tidak memelihara hak keturunan Rasulullah saw (syarifah) tersebut, maka ketahuilah bahwa orang tersebut tidak akan mendapat syafa'at dari Rasulullah saw, sebagaimana hadits beliau yang diriwayatkan oleh Thabrani, Al-Hakim dan Rafi'i: "… maka mereka itu keturunannku diciptakan (oleh Allah) dari darah dagingku dan dikaruniai pengertian serta pengetahuanku. Celakalah (neraka wail) bagi orang dari ummatku yang mendustakan keutamaan mereka dan memutuskan hubunganku dari mereka. Kepada mereka itu Allah tidak akan menurunkan syafa'atku." Dari hadits di atas dapat kita pahami bahwa keturunan nabi saw akan terputus hubungannya dengan Nabi saw, jika terjadi perkawinan antara syarifah dengan lelaki yang nasabnya tidak menyambung kepada nabi saw. Mengapa demikian ? Karena anak dari perkawinan syarifah dengan lelaki yang bukan keturunan Rasulullah saw, adalah bukan seorang sayyid (bukan keturunan Rasulullah saw). Dan jika syarifah tersebut melahirkan amak yang bukan dari hasil perkawinan dengan seorang sayid, maka putuslah hubungan nasab anak tersebut dengan Rasulullah saw, dan nasab anak tersebut berlainan dengan nasab ibunya yang bernasab kepada Rasulullah saw. Dan inilah yang dimaksud dengan pemutusan hubungan dengan Rasulullah saw. Dan jika telah terjadi pemutusan hubungan tersebut, maka menurut hadits di atas Nabi Muhammad tidak akan memberi syafa'atnya kepada orang yang memutuskan hubungan keturunannya kepada Rasulullah saw. Kafaah syarifah merupakan salah satu dari keridhaan Rasulullah saw. Hal ini dijelaskan dengan hadits-haditsnya pada uraian yang terdahulu. Maka sudah menjadi kewajiban bagi kaum muslimin yang beriman untuk menjaga dan melaksanakan perkawinan syarifah dengan yang sekufu' agar mendapat ridho Rasulullah saw. Sebaliknya jika ada orang yang bukan keturunan Rasulullah saw menikah dengan seorang syarifah, maka mereka dengan terang-terangan telah melecehkan hadits Rasulullah saw, dan orang tersebut dapat digolongan sebagai orang yang tidak menunjukkan akhlaq yang baik kepada Rasulullah saw, bahkan orang tersebut telah termasuk golongan yang menyakiti Siti Fathimah dan seluruh keluarganya. Disamping itu terdapat pula hadits-hadits lain yang mensinyalir bahwa seorang laki-laki yang tidak mengenal hak-hak keturunan Rasulullah saw, di mana nasabnya tidak bersambung kepada Rasulullah saw tetapi menikahi seorang syarifah, dapat digolongkan sebagai seorang munafik, anak yang lahir dari hasil tidak suci, yaitu dikandung oleh ibunya dalam keadaan haidh, atau bahkan dapat dikatakan orang tersebut adalah anak haram! Sebagaimana hal itu disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Adi' dan Al-Baihaqi dalam Syu'ab Al-Iman meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda : 'Barangsiapa tidak mengenal hak keturunanku dan Ansharnya, maka ia salah satu dari tiga golongan: Munafiq, atau anak haram atau anak dari hasil tidak suci, yaitu dikandung oleh ibunya dalam keadaan haidh'. Terakhir, mari kita mengkaji kembali dengan teliti beberapa peringatan Rasulullah saw yang diberikan kepada umatnya, agar kita tidak termasuk orang yang dapat dikategorikan melecehkan perkataan Rasulullah saw dengan sengaja melanggar hak-hak keturunan beliau saw, ataupun memutuskan hubungan beliau saw dengan anak cucunya melalui pernikahan syarifah dengan lelaki yang bukan sayyid. marilah kita para keluarga Alawiyin berusaha agar tetap menjaga dan memelihara hak-hak keturunan Rasulullah saw tersebut dengan baik. Semoga Allah memberi kekuatan iman kepada kita semua untuk tetap menjaga dan memelihara hak-hak keturunan beliau saw dengan baik. Amiinn Diposkan oleh Syarifah Aliyyah Shihab di 03.02 Reaksi: 38 komentar: bang dall mengatakan... ass,moga2 kita termasuk orang-orang yang mendapat syafaat rasul,amien ana, sangat srtuju dengan ipa aliyyah 9 Desember 2009 20.31 Anonim mengatakan... (Disamping itu terdapat pula hadits-hadits lain yang mensinyalir bahwa seorang laki-laki yang tidak mengenal hak-hak keturunan Rasulullah saw, di mana nasabnya tidak bersambung kepada Rasulullah saw tetapi menikahi seorang syarifah, dapat digolongkan sebagai seorang munafik, anak yang lahir dari hasil tidak suci, yaitu dikandung oleh ibunya dalam keadaan haidh, atau bahkan dapat dikatakan orang tersebut adalah anak haram! Sebagaimana hal itu disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Adi' dan Al-Baihaqi dalam Syu'ab Al-Iman meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib) untuk hal ini saya kurang berpendapat, bahwa seorang syarifah menikah sama ahwal ataupun siapa non sayyid bahwa nanti anak keturunan nya itu anak haram. dalam islam bahwa itu syah setelah menyebut qobiltu,,,, terima kasih.. 17 Januari 2010 01.48 maskoko mengatakan... waah baru tau aku, kalo ada hukum seperti itu ya. maksih ya jadi tambah ilmu dan wawasan 14 Februari 2010 07.49 Anonim mengatakan... Allah Ta'ala berfirman, "Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan Kami telah menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar kalian saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kalian disisi Allah adalah yang paling bertaqwa". - At-Tirmidzi meriwayatkan dengan isnad hasan, dari Abu Hatim Al-Mazini, bahwasanya Rasulullah saw bersabda, "Jika datang kepada kalian seorang laki-laki yang kalian ridha terhadap din dan akhlaqnya, maka terimalah lamaran pernikahannya. Jika kalian tidak melakukan yang demikian, maka akan terjadi fitnah diatas muka bumi dan kerusakan yang besar". Para sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, meskipun pada dirinya …! Rasulullah menyahuti, "Jika datang kepada kalian seorang laki-laki yang kalian ridha terhadap din dan akhlaqnya, maka terimalah lamaran pernikahannya". Beliau mengucapkannya tiga kali. Hadits ini merupakan arahan kepada para wali agar tidak menolak lamaran seorang laki-laki yang bagus dinnya, amanah, dan berakhlaq mulia, karena lebih mengutamakan yang nasabnya lebih terpandang, status sosialnya lebih tinggi, hartanya lebih melimpah, dan sebagainya. Sebab jika ini terjadi akan timbul fitnah yang dahsyat dan kerusakan yang tak berujung. - Rasulullah saw pernah melamar Zainab bint jahsy untuk beliau nikahkan dengan Zaid ibn Haritsah. Tetapi, Zainab dan juga saudara laki-lakinya, Abdullah, menolak lamaran itu, karena merasa nasabnya jauh lebih tinggi sementara Zaid adalah seorang budak. Maka turunlah firman Allah : "Dan tidaklah layak bagi seorang mukmin atau mukminah jika Allah dan Rasul-Nya menetapkan suatu perkara, memiliki pilihan dalam urusan mereka itu. Barangsiapa bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya maka dia telah sesat sesesat-sesatnya". Sehingga, Abdullah menyerahkan semuanya kepada Nabi. Maka Nabi pun menikahkan Zainab dengan Zaid. - Abu Hudzaifah telah menikahkan Salim dengan Hindun bint Al-Walid ibn Utbah ibn Rabi'ah, sementara Salim adalah bekas budak seorang wanita Anshar. - Bilal ibn Rabbah telah menikahi saudara perempuan Abdurrahman ibn Auf. 23 Februari 2010 20.08 Anonim mengatakan... - Imam Ali – semoga Allah memuliakan wajahnya – pernah ditanya tentang hukum kafaah dalam pernikahan, maka beliau pun berkata, " Manusia itu sekufu satu sama lain, baik itu Ajam ataupun Arab, termasuk suku Quraisy dan Hasyimi, dengan syarat beragama Islam dan beriman. Diantara golongan ini ialah para ulama Malikiyah. Imam Asy-Syaukani berkata, "Diriwayatkan dari Umar, Ibnu Mas'ud, Muhammad ibn Sirin, dan Umar ibn Abdil Aziz, dan dirajihkan oleh Ibnul Qayyim, pendapat demikian : "Yang dimaksudkan oleh Rasulullah saw dengan mempertimbangkan kafaah adalah dalam hal din ….sehingga seorang muslimah tidak boleh menikah dengan laki-laki kafir, demikian pula seorang wanita yang menjaga diri tidak boleh menikah dengan seorang pendosa…. Al-Qur'an dan As-Sunnah sama sekali tidak memaksudkan kafaah dengan makna selain itu. Seorang muslimah dilarang menikah dengan laki-laki pezina dan pendosa, meskipun laki-laki itu nasabnya terpandang, kaya raya, dan sebagainya. Seorang bekas budak boleh saja menikahi seorang wanita yang bernasab terpandang dan kaya raya, jika laki-laki itu muslim dan bertaqwa…Seorang laki-laki yang bukan Quraisy boleh saja menikahi wanita Quraisy. Seorang laki-laki yang bukan Hasyimi boleh saja menikahi wanita Hasyimi. Seorang laki-laki yang miskin juga boleh menikahi wanita yang kaya raya". [Zaadul Ma'ad J IV, hal 22] 23 Februari 2010 20.09 Anonim mengatakan... Ketiga. Adapun sebagian besar fuqaha juga berpendapat sama dengan para ulama Malikiyah dan lain-lainnya yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kafaah yang harus dipertimbangkan ialah dalam hal din, sehingga seorang laki-laki fasiq tidaklah sekufu dengan wanita yang menjaga diri. Hanya saja, mereka tidak mencukupkan kafaah sampai disitu saja, tetapi meluaskan arti dan cakupannya pada hal-hal yang lain, antara lain : Pertama, nasab. Maksudnya, orang Arab sekufu dengan orang Arab yang lainnya. Orang Quraisy sekufu dengan orang Quraisy yang lainnya. Orang Ajam tidak sekufu dengan orang Arab. Orang Arab umum tidak sekufu dengan orang Arab Quraisy. Argumentasi yang mereka pakai : * HR Al-Hakim, dari Ibnu Umar, bahwasanya Rasulullah saw bersabda, "Orang Arab itu sekufu dengan sesama Arab, dari kabilah apa saja, kecuali tukang tenun dan tukang bekam". Ibnu Abi Hatim menanyakan hadits ini kepada bapaknya, maka bapaknya berkata, "Hadits ini dusta dan tidak ada asalnya". Daruquthni berkomentar dalam Al-'Ilal, "Hadits ini tidak sah". Ibnu Abdil Barr berkata, "Hadits ini munkar dan maudhu' (palsu)". * HR Al-Bazzar, dari Mu'adz ibn Jabal, bahwasanya Rasulullah saw bersabda, "Orang Arab sekufu dengan sesama Arab, dan Mawali (campuran Arab dengan Ajam) sekufu dengan sesama Mawali". Dalam sanad hadits ini terdapat Sulaiman ibn Abil Jaun [dan dia lemah]". Ibnul Qaththan berkata, "Hadits ini tidak dikenal… Dalam isnadnya dikatakan dari Khalid ibn Mi'dan dari Mu'adz, padahal Khalid tidak pernah mendengar dari Mu'adz… Jadi tidaklah sah menyandarkan masalah kafaah dalam nasab pada hadits ini". * Atsar yang diriwayatkan oleh Daruquthni, dari Umar ibn Al-Khaththab ra , beliau berkata, "Sungguh aku melarang dihalalkannya kemaluan para wanita yang terhormat nasabnya, kecuali dengan orang-orang yang sekufu". * Para ulama Syafi'iyah dan juga Hanafiyah mengakui sahnya mempertimbangkan nasab dalam masalah kafaah dalam pengertian sebagaimana tersebut diatas. Hanya saja diantara mereka terdapat perbedaan pendapat tentang apakah setiap Quraisy sekufu dengan Hasyimi dan Muthallibi. Adapun ulama Syafi'iyah, mereka berpendapat bahwa tidak setiap laki-laki Quraisy sekufu dengan wanita Hasyimi dan Muthallibi. Mereka berdalil dengan hadits riwayat Wa-ilah ibnul Asqa', bahwasanya Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya Allah telah memilih Kinanah diantara Banu Ismail, kemudian Dia memilih Quraisy diantara Kinanah, kemudian Dia memilih Bani Hasyim diantara Quraisy, kemudian Dia memilih aku diantara Bani Hasyim. Jadi aku adalah yang terbaik diantara yang terbaik". [HR Muslim]. Al-Hafizh (Ibnu Hajar Al-Asqalani) berkata dalam Fathul Bari, "Yang benar ialah mengutamakan Bani Hasyim dan Bani Muthallib diatas yang lainnya… Adapun selain kedua suku itu, maka mereka semuanya sekufu satu sama lain". 23 Februari 2010 20.10 Anonim mengatakan... Yang benar [menurut As-Sayyid Sabiq] tidaklah demikian. Sesungguhnya Nabi saw telah menikahkan kedua puterinya dengan Utsman ibn Affan. Beliau saw juga telah menikahkan Abul Ash ibnur Rabi' dengan Zainab, puteri beliau. Padahal Utsman dan Abul Ash adalah keturunan Abdus Syams… Beliau saw juga telah menikahkan Umar dengan puterinya, Ummu Kaltsum, padahal Umar adalah seorang Adawi. Yang demikian ini karena keutamaan ilmu mengalahkan setiap nasab dan segenap keutamaan yang selainnya. Sehingga, seorang alim adalah sekufu dengan wanita yang manapun juga, apapun nasab wanita itu, meskipun laki-laki alim itu nasabnya tidak terpandang. Hal ini didasarkan kepada sabda Nabi saw, "Manusia itu [ibarat] bahan tambang, ada yang seperti emas dan ada yang seperti perak. Yang paling baik diantara mereka pada masa jahiliyah tetap merupakan yang paling baik dalam [lingkungan] Islam, jika mereka orang-orang yang paham". Juga berdasarkan firman Allah Ta'ala, "Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman diantara kalian dan orang-orang yang dikaruniai ilmu beberapa derajat". [QS Al-Mujadalah : 11]. Demikian pula Allah berfirman, "Katakan : Apakah sama antara orang-orang yang berilmu dan orang-orang yang tidak berilmu?" Demikianlah pendapat para ulama Syafi'iyah tentang nasab bagi orang-orang Arab. Adapun bagi orang-orang Ajam, diantara mereka ada yang berkata, "Kafaah diantara mereka tidaklah diukur dengan nasab". Tetapi diriwayatkan dari Imam Syafi'i dan kebanyakan sahabat-sahabatnya bahwa orang-orang Ajam juga bertingkat-tingkat nasabnya (dan hal itu dipertimbangkan dalam masalah kafaah), dikiaskan dengan hal yang serupa di kalangan org2 Arab/ data lain: ni ana petik dari kitab Imam Ramli, cuma ana akan pelajari tentang perkara ini melalui hadis-hadis Rasulullah SAW sendiri dan ana sendiri sudah banyak menerima maklumat bahawa anak-anak perempuan Ahl Bait dari Fatimah pada abad awal Hijrah sendiri berkahwin dengan bukan keturunan Fathimah seperti dengan Bani Umaiyyah. Ini masyhur. Sebagai BUKTI TAMBAHAN, Imam Syafie, ayahnya; Idris bin Abbas bin Uthman bin Syafie bin Saib bin Abu Yazid; BUKAN SYED, tetapi dari keturunannya bertemu dengan Abdul Manaf bin Qusai pada salasilah Nabi SAW. DAN, ibunya pula seorang sharifah. Namanya, Fathimah binti Abdullah bin Hassan bin Hussain bin Ali bin Abi Thalib. Jadi, di sini seorang bukan syed berkahwin dengan sharifah. Kalau betul dakwaan yang mengatakan tidak sah atau batalnya perkahwinan sadah dengan bukan sadah atau tidak sekufu, jadi betulkah apa yang dilakukan oleh ayah dan ibu Imam Syafie itu???? Imam Shafie lahir pada tahun 150H, iaitu zaman salaf. Jadi, perkahwinan mereka lebih awal dan ini bermakna salaf sadah pun mengizinkan perkahwinan tersebut. Dakwaan ustaz didapati bercanggah dengan apa yang ana kemukakan. Ana ada beberapa lagi bukti tambahan lain iaitu bukti sejarah. Wassalam. 23 Februari 2010 20.10 Anonim mengatakan... Janganlah engkau wahai wanita keturunan ahlul bait Nabi SAW, merasa ragu ttg hukum wajib setara nasab dlm pernikahan,krn mmg sudah selayaknya dan seharusnya menjaga kemuliaan dan kehormatan dirimu,berarti engkau mnjaga&memuliakan khormatan Rasulullah Saw yg brarti pula memelihara kmuliaan&khormatan Islam (Hurumati Islam). Telah bersabda Rasulullah SAW “FATIMAH ADALAH BAGIAN DARI DIRIKU, APA YG MEMBUATNYA MARAH, MUMBUATKU MARAH. DAN APA YG MELEGAKANNYA MELEGAKANKU. SESUNGGUHNYA SEMUA NASAB TERPUTUS PADA HARI KIAMAT,SELAIN NASABKU,SABABKU,DAN MENANTUKU. (HR. Ahmad&Al-Hakim Shahih). Bacalah 4 ayat berikut secara seksama: S U R A T A L - A H Z A B 30. Hai PEREMPUAN2 NABI, siapa-siapa di antaramu yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata, niscaya akan dilipat gandakan siksaan kepada mereka dua kali lipat. Dan adalah yang demikian itu mudah bagi Allah. 31. Dan barang siapa di antara kamu sekalian (perempuan Nabi) tetap taat pada Allah dan Rasul-Nya dan mengerjakan amal yang saleh, niscaya Kami memberikan kepadanya pahala dua kali lipat dan Kami sediakan baginya rezeki yang mulia. 32. Hai perempuan Nabi, kamu sekalian TIDAKLAH SEPERTI WANITA YG LAIN, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik, 33. dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai AHLUL BAIT dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. Ket : Kenapa kita memakai “perempuan2 Nabi” bukan ”Istri2 Nabi”?? Padahal dalam Tafsir2 Al-Quran yg umumnya dipakai di Indonesia tulisan di tafsiran umumnya dicantumkan “Istri2 Nabi”. Sedangkan dlm Ayat Al-Quran JELAS tertulis “Ya NISSA AN NABI” yg artinya PEREMPUAN2 NABI Bukan “Ya Azwazin Nabi” yg artinya Istri2 Nabi. Ingat Al-Quran adalah Kitab suci yg hukumnya dipakai sampai akhir zaman (bukan khusus utk zaman Nabi saja). Dari Al-Ahzab 32. Jelas bahwa Allah SWT berfirman bahwa perempuan Nabi berbeda dgn perempuan lain. Al-AHZAB 53.“……Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini istri-istrinya SELAMA-LAMANYA sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah”. Dari ayat tsb dpt kita memahami & mngambil ksimpulan,bhw apabila istri nabi Saw saja dilarang bagi orang lain utk mngawini mereka krn dianggap akan mngganggu Rasulullah dimana ikatan mrk dgn Rasul krn adanya hubungan pernikahan. Apalagi trhdp anak cucu beliau yg brsambung krn hubungan Nasab, darah & kefamilian. Krn dpt memutuskan tali hubungan kekeluargaan mrk dgn Nabi SAW. Wallahualam. 8 Maret 2010 06.26 Anonim mengatakan... emang apa istimewanya seorang keturunan nabi secara biologis??? nabi saja secara biologis tidak istimewa, yang membuat nabi jadi hebat ya.. wahyu yang diterimanya bukan karena fisik dan biologis nabi... ipah alliyah dan para ahlul bait lainnya boleh jadi merupakan keturunan nabi, tapi ya sekedar biologis..., dan ini tidak membuat anda lebih suci atau lebih mulia daripada kaum lain. Kemuliaan seseorang dilihat dari ketaqwaannya pada Allah. perihal tidak bolehnya seorang non sayyid menikah dengan syarifah atau seorang syarifah harus menikah dengan sayyid, saya fikir ini hanyalah sebuah corak budaya masyarakat keturunan Arab yang ingin melestarikan marga atw fam'a. Secara, bangsa Arab menganut sistem Patrilineal, ya.. kalo smpai Syarifah menikah dengan non sayyid tentu akan memutuskan garis keturunan terhadap nabi Muhammad....., yahhh.... ga ada yang bisa dibanggakan lagi donngg,,,, menurut saya, klo pun ada seorang lelaki ajam menikah dengan syarifah, mereka bukan berarti telah berbuat sebuah pelanggaran agama, atau telah berbuat dosa, termasuk orang munafik, apalagi tidak mendapat syafaat dari rasul (emangnya ada, orang yang pernah ngerasain syafaat?? kiamat aja belum..). Wali yang menyetujui pernikahan tersebut juga bukan berarti telah berbuat kesalahan dalam agama. Asalkan seluruh rukunnya dipenuhi dan kedua mempelai dinilai cocok, walaupun yang lelakinya adalah orang ajam, pernikahan tersebut yaa.. tetap sah. Sekarang bukan lagi jaman penjajahan Belanda dimana orang keturunan Arab menjadi warga kelas dua dan pribumi atau non arab menjadi warga kelas tiga-nya, berada pada status dibawah masy. keturunan Arab. Jadi anda para ahlul bait dan keturunan arab lainnya jangan merasa lebih mulia dibandingkan orang Indonesia asli atau orang ajam. klo pun pendapat anda didukung dengan dalil-dalil bahkan nash Quran sekalipun, saya fikir ini hanyalah sebuah usaha pelesatrian dan konservasi warisan budaya nenek moyang anda. Dan jika diperhatikan pd tulisan2 lain yang pembahasannya sama, kebanyakan yang mendukung wacana "keharusan seorang syarifah menikah dengan sayyid agar kesuciannya terjaga"- adalah orang-orang keturunan arab atau mereka yang berasal dari kalangan ahlul bait. Dan dalil-dalil yang dipaparkannya pun itu2 saja. Memang, tanpa adanya orang Arab Indonesia tidak mengenal Islam , tetapi yang perlu dicamkan adalah Islam bukan berarti Arab. 16 Juli 2010 10.51 Hariyono mengatakan... WAH INYONG BUKAN TURUNAN ARAB APALAGI HABIB, GAK BERANI AH NGELAMAR GADIS ARAB, TAKUT NGRUSAK NASAB. TAPI INYONG TERIMAKASIH BANGET ATAS TAKDIR DARI GUSTI ALLOH INI. MOHON PENCERAHAN DAN PERLINDUNGANNY. AMIIIN 12 September 2010 09.09 Hariyono mengatakan... Wah inyong gak berani ngelamar gadis arab, takut kuwalat ngrusak turunan. tapi inyong gak nyesel dilahirin bukan garis habib. terima kasih gust Alloh, mohon perlindungan dan pencerahanNYA. Amiiin 12 September 2010 09.12 Anonim mengatakan... sya sangt mencintai syrifah ituu,, dia pun jga sma,,, sngt mencintai dia,,,2tahun kmi menjalani hubungan ini,,dan sngt sulit bgi sya tuk melepas y tolong ap yg hruz sya lalukn.??? wasalm 1 Oktober 2010 19.18 elfizonanwar mengatakan... Dlm Al Quran yang menyebut 'ahlulbait', rasanya ada 3 (tiga) ayat dan 3 surat. 1. QS. 11:73: Para Malaikat itu berkata: "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan kebrkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait. Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah". Ayat ini jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya, maka makna 'ahlulbait' adalah isteri dari Nabi Ibrahim. 2. QS. 28:12: Dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusukan(nya) sebelum itu; maka berkatalah Saudara Musa: 'Maukahkamu aku tunjukkan kepadamu 'ahlulbait' yang akan memeliharanya untukmu, dan mereka dapat berlaku baik kepadanya? Ayat ini jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya, maka makna 'ahlulbait' adalah Ibu Nabi Musa As. atau ya Saudara Nabi Musa As. 3. QS. 33:33: "...Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu 'ahlulbait' dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya". Ayat ini jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya QS. 33: 28, 30 dan 32, maka makna ahlulbait adalah para isteri Nabi Muhammad SAW. Sedangkan sesudah ayar 33 yakni QS. 33:34, 37 dan 40 penggambaran ahlulbaitnya mencakup keluarga besar Nabi Muhammad SAW. isteri plus anak-anak beliau. Coba baca catatan kaki dari kitab: Al Quran dan Terjemahannya, maka ahlulbaik yaitu hanya ruang lingkup keluarga rumah tangga MUHAMMAD RASULULLAH SAW. Dan jika kita kaitkan dengan makna ketiga ayat di atas, maka ruang lingkup ahlul bait tsb. menjadi: 1. Kedua orang tua Saidina Muhammad SAW, sayangnya kedua orang tua beliau ini disaat Saidina Muhammad SAW diangkat sbg 'nabi' sudah meninggal terlebih dahulu. 2. Saudara kandung Saidina Muhammad SAW, tapi sayangnya saudara kandung beliau ini tak ada karena beliau 'anak tunggal' dari Bapak Abdullah dengan Ibu Aminah. 3. Isteri-isteri beliau. 4. Anak-anak beliau baik perempuan maupun laki-laki. Khusus anak lelaki beliau, sayangnya tak ada yang hidup sampai anaknya dewasa, sehingga anak lelakinya tak meninggalkan keturunan. Seandainya ada anak lelaki beliau yang berkeluarga, ada anak lelaki pula, wah ini masalah pewaris tahta 'ahlul bait' akan semakin seru. Inilah salah satu mukjizat, mengapa Saidina Muhammad SAW tak diberi oleh Allah SWT anak lelaki sampai dewasa dan berketurunan. Pasti, perebutan tahta ahlul baitnya dahsyat jadinya. Bagaimana tentang pewaris tahta 'ahlul bait' dari Bunda Fatimah?. Ya jika merujuk pada QS. 33:4-5, jelas bahwa Islam tidak mengambil garis nasab dari perempuan kecuali bagi Nabi Isa Al Masih yakni bin Maryam. Lalu, apakah anak Bunda Fatimah dengan Saidina Ali boleh kita nasabkan kepada Bunda Fatimah, ya jika merujuk pada Al Quran tidak bisalah. Kalaupun kita paksakan, bahwa anak Bunda Fatimah juga ahlul bait, maka karena kita mau mengambil garis dari perempuannya (Bunda Fatimah), seharusnya pemegang waris tahta ahlul bait diambil dari anak perempuannya seperti Zainab, bukan Hasan dan Husein sbg penerima warisnya. Jadi tidak sistim nasab itu berzigzag, setelah nasab perempuan lalu lari kembali ke nasab laki-laki. Bagaimana Saidina Ali bin Abi Thalib, anak paman Saidina Muhammad SAW, ya jika merujuk pada ayat-ayat ahlul bait pastilah beliau bukan termasuk kelompok ahlul bait. Jadi, anak Saidina Ali bin Abi Thalib baik anak lelakinya mapun perempuan, otomatis tidaklah dapat mewarisi tahta 'ahlul bait'. Kesimpulan dari tulisan di atas, maka pewaris tahta 'ahlul bait' yang terakhir hanyalah bunda Fatimah, sementara anaknya Saidina Hasan dan Husein bukan lagi pewaris dari tahta AHLUL BAIT. Ya jika Saidina Hasan dan Husein saja bukan Ahlul Bait, pastilah anak-anaknya otomatis bukan pewaris Ahlul Bait juga. Tutuplah debat masalah Ahlul Bait ini, karena fihak-fihak yang mengklaim mereka keturunan ahlul bait itu sebenarnya tidak ada karena tahta ahlul bait memang tak diwariskan lagi. 4 Oktober 2010 02.18 Anonim mengatakan... Setelah saya baca pendapat elfizonanwar, saya cenderung sependapat dengan beliau, menurut syarifah aliyyah sendiri gmn stlh baca pendapat tersebut? 14 Februari 2011 02.00 Anonim mengatakan... Assalamualaikum wr. wb. saya Syarifah Aisyah Bin S. Abu Bakar. kepada saudara2ku (yang katanya) seketurunan, Masya Allah...saya rasa kita sdh salah mengartikan sesuatu, mungkin memang saya akan melawan berjuta juta org arab krn bicara spt ini, tp ketahuilah bahwa dgn meributkan antara syarifah, ahwal, habib dll itu tidak menjamin kita akan lolos serta merta ke dlm surga-NYA, kabeh tergantung amalan. Astaghfirullah 3x, saya sedih meratapi nasib saya yg perawan tua ini hanya krn saya tdk bisa menikah dgn ahwal yg saya cintai. Wassalam 31 Maret 2011 21.39 Anonim mengatakan... solat istikharah jika mau tau dengan pasti tentang hukum ini.kita ada diajarkan tentang solat istikharah jadi dirikanlah.buat apa mau berdebat? Allah tidak suka orang yang suka berdebat dan banyak omong. 25 April 2011 16.44 herbalztea mengatakan... mohon maaf para hadirin sekalian...ana tidak sutuju 1000% dengan apa yang menjadi topik tersebut...ingat manusia itu tidak ada yang sempurna....banyak dari kaum habaib yang keluar jalur islam...contoh kasus2 bom bunuh diri...adakah ajaran nabi muhamad SAW menyuruh umatnya untuk saling membunuh itu contoh kecil keturunan nabi Muhamad Saw........jadi adakah nabi muhamad SAW menyuruh umatnya tidak boleh menikah...adakah nabi Muhammad SAW menyuruh umat nya untuk bermusuhan.....tolong al'Qur'an jangan di baca tapi mengerti apa artinya......percuma tau baca gx tau artinya sama dengan NOL....... Allah Ta'ala berfirman, "Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan Kami telah menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar kalian saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kalian disisi Allah adalah yang paling bertaqwa". - - At-Tirmidzi meriwayatkan dengan isnad hasan, dari Abu Hatim Al-Mazini, bahwasanya Rasulullah saw bersabda, "Jika datang kepada kalian seorang laki-laki yang kalian ridha terhadap din dan akhlaqnya, maka terimalah lamaran pernikahannya. Jika kalian tidak melakukan yang demikian, maka akan terjadi fitnah diatas muka bumi dan kerusakan yang besar". Para sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, meskipun pada dirinya …! Rasulullah menyahuti, "Jika datang kepada kalian seorang laki-laki yang kalian ridha terhadap din dan akhlaqnya, maka terimalah lamaran pernikahannya". Beliau mengucapkannya tiga kali..JANGAN BANGGA DENGAN GELAR SAYID/ SYARIFAH selama kelakuan gx bener/ tidak mengerti al'Qur'an....tidak ada satu istimewapun/sempurna manusia di mata allah......... 19 Mei 2011 20.39 herbalztea mengatakan... Hadits-hadits lain yang menjadi dasar pelaksanaan kafa’ah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani, Al-Hakim dan Rafi’i : ‘… maka mereka itu keturunanku diciptakan (oleh Allah) dari darah dagingku dan dikaruniai pengertian serta pengetahuannku. Celakalah (neraka wail) bagi orang dari ummatku yang mendustakan keutamaan mereka dan memutuskan hubunganku dari mereka. Kepada mereka itu Allah tidak akan menurunkan syafa’atku.’ trus yang kedua adalah: Dalam berbagai buku sejarah telah tertulis bahwa khalifah Abu Bakar dan Umar bersungguh-sungguh untuk melamar Siti Fathimah dengan harapan keduanya menjadi menantu nabi. Al-Thabary dalam kitabnya yang berjudul Dzakhairul Uqba halaman 30 mengetengahkan sebuah riwayat, bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq pernah meminang Siti Fathimah, oleh Rasulullah dijawab : ‘Allah belum menurunkan takdir-Nya’. Demikian pula jawaban Rasulullah kepada Umar bin Khattab ketika meminang Siti Fathimah ra.. Mengapa mereka ingin menjadi menantu nabi ? Dua orang sahabat itu meminang Fathimah, semata-mata ingin mempunyai hubungan kekerabatan dengan Rasulullah dan karena keutamaan-keutamaan yang diperoleh keluarga nabi menyebabkan mereka ingin sekali menjadi menantunya. inilah hadist yang menyombongkan diri sendiri.....apakah umat / selain dari keturunan nabi muhammad adalah haram....apakah keturunana nabi adam haram semua...apakah nabi muhammad bukan keturunan nabi adam?.........tolong minta diluruskan.... 19 Mei 2011 20.49 Anonim mengatakan... Cerita seorang "ajam" yang menikahi "syarifah" Assalamu'alaikum Wr. Wb. Saya adalah seorang bukan keturunan Arab. Perasaan saya jika mendengar kata "ajam" atau "ahwal" seperti halnya mendengar orang kulit putih mengatakan "negro" kepada orang Afrika. Saya mengenal seorang Syarifah yang sejak usia kanak-kanak telah ditinggalkan oleh bapaknya yang seorang Habib yang menikah lagi. Akhirnya Syarifah itu hidup berdua dengan ibunya (bukan keturunan Arab. Ia bisa meneruskan sekolah dengan uluran tangan saudara bapaknya. Bertahun-tahun Syarifah ini tidak menemui bapaknya. Sampai akhirnya di menemukan orang yang hendak melamarnya. Si bapak langsung menolaknya begitu tahu yang melamarnya adalah seorang "ajam", saya. Anyway, saya tetap menikahi juga Syarifah ini dengan wali hakim. Saya melakukannya karena sangat yakin lebih banyak manfa'atnya buat kami untuk segera menikah daripada menuruti kemauan Bapaknya yang sudah menelantarkannya. Sekarang insyaAllah saya bahagia dengan pernikahan saya. End of story. _______________________________ Ihwal pernikahan Syarifah ini saya ada beberapa pertanyaan: 1. Mengapa sekarang yang dipelihara adalah garis keturunan dari pihak laki-laki, padahal Rasulullah SAW sendiri tidak memiliki keturunan laki-laki. Kenyataannya, seorang habib bisa dengan mudah menikahi perempuan ajam, 2. Mengapa seorang Syarifah harus dikucilkan jika menikahi ajam? Jika demikian, siapa sebenarnya yang berinisiatif memutuskan silaturrahim? Dari istri saya, saya menjadi tahu bahwa praktek menikah antara sesama keturunan Arab ternyata ada efek sampingnya: 1. Dengan populasi yang terbatas, sangat sedikit pilihan untuk menikah. Sampai-sampai ada yang menikah dengan sepupunya sendiri. Akibatnya, anaknya dilahirkan tidak normal karena kedekatan genetik. 2. Banyak syarifah yang bahkan tidak pernah menikah karena sulitnya mencari kriteria calon suaminya. 3. Fitnah. Akibat terburuk dari masalah pernikahan ini adalah fitnah terhadap Islam dan Rasulullah. Sebelum saya menikahi istri saya, dia dicap antara lain: murtad, nanti anaknya tidak normal, nanti pernikahannya tidak akan lama, dan berbagai ancaman keji lainnya. Bukankah semua itu fitnah? Karena kenyataannya, sampai sekarang kami alhamdulillah masih hidup bersama dengan bahagia. Wallahualam. Wassalamu'alaikum Wr. Wb. 8 Agustus 2011 19.43 Aziz mengatakan... http://www.aziznawadi.net/catatan/habib.html 9 Agustus 2011 21.20 Anonim mengatakan... Sangat menyedihkan sebenarnya ketika Allah menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa namun tidak boleh disatukan karena alasan yg sama. Sayapun mengalami hal ini. Padahal sy seorang muslim. Sungguh menyedihkan.. 7 November 2011 05.37 THANGAL DA SMYTH mengatakan... assalamu alikum please help me to get details of ahlbaith shaik ali bin aboobaker assakran shaik ali son sayyed hassan died in hijra 956 hassan son sayyid umar died in hijra 1007 who was called father of banahsan umar son sayyed ali banahsan died in hijra 1037 his son hassan his son umar his son ali who came to india,kerala please help me to get this all ahlbaith full details of their life,their maqam,qabr,ziyarath etc my id ahlbaith@yahoo.co.in Pengangguran Banyak Bacot mengatakan... Saya keturunan arab tetapi saya bukan dari golongan sayyid, saya tidak tahu apakah semua pengartian al-hadits dan al-quran yg ditulis oleh teman2 adalah benar adanya, tetapi mengapa saya merasa apabila ada penggolongan sayyid, syeh, dhu'afa dan ajam (ahwal) paralel dengan orang kulit putih memanggil negro kepada keturunan afrika, GOYYIM (budak bagi kaum yahudi yg mempunyai keturunan selain yahudi)... setahu saya ISLAM tidak mengenal kasta dan Islam adalah agama yg damai serta Allah hanya memandang dari keimanan seseorang, bukan dari nasab.. sedih rasanya tidak bisa menikahi seseorang yg aku cintai yg berakhlak baik dari golongan syarifah,, dan kami pun menangis bersama... ini kah suatu kebaikan?? (saya seorang auditor dan wanita itu seorang dokter gigi) sama2 briman, sama2 mencintai, sama2 bekerja didalam jalan yang benar... semoga Allah SWT memberikan jalan yg terbaik.. 10 Juli 2012 01.24 Anonim mengatakan... assalamualaikum nasib saya yang lahir dari orang muslim yang tiak mempunyai nasab sep sayyid dsb. Saya sudah 2 tahun menjalin hubungan dengan seorang syarifah, kami sma2 menjalani perkuliahan dibidang keperawatan,walau beda angkatan saya rela menunda-nunda untuk wisudah supaya kami bisa sama2 dan bisa membantunya menyelesaikan tugas-tugasnya. semua rencana sudah kami perhitungkan, tapi di balik itu semua nasib berkata lain. Beberapa bulan menjelang wisudah ini dia sudah ditunagkan dengan sayyid pilihan ayahnya, yang mungkin beberapa bulan lagi akan menikah. lami tidak bisa berbuat apa-apa. Yang jadi masalahnya alsannya dia tidak dapat menolak paksaan itu,yaitu sendainya kami berdua menikah sama saja saya menikah dengan orang yang sedarah. masuk akal tidak seperti itu????Padahal jelas-jelas kalangan mereka yang masih berhubungan. demikian lah kisah menyakitkan yang pernah saya alami di dunia ini,semoga tidak untuk di akhirat. wassalam. 6 September 2012 15.09 Rayya Ivena mengatakan... Saran saya .. kalian yg ngaku keturunan rasul allah ... kan kalian ini sudah berjuta banyak nya di Indonesia ini ... terus dah pinter pinter .. kaya kaya pula .. gini ja .. ya kalian itu bersatu padu .. lalu beli sebuah pulau di indonesia ini ( pulau di indonesia ini beribu banyak nya loh ) .. lalu tempati dgn semua marga kalian .. bikin sistem kemasyarakatan sendiri .. hukum - hukum adat sendiri ..ekonomi sendiri dan pada akhirnya jadi punya NEGARA sendiri . kan enak gitu ..kalian nggak akan di ganggu lagi oleh orang di luar suku kalian .. aman dan tentram hidup kalian .. . dan jadilah mercusuar ISLAM .. yg kan menerangi DUNIA ini . apa nggak malu gitu loh ngaku sesuatu bangsa yg khusus di dunia ini tapi tidak punya tanah sendiri . ke arab nggak di akuin orang sebagai arab .. ke hadramaut nggak nyaman lalu cari tanah baru yaitu tanah nenek moyang kami INDONESIA .tp nggak mau di bilang orang Indonesia .. KALIAN tahu kan YAHUDI .. kalian kalau di liat dari sisi bangsa .. jadi nggak jauh berbeda dgn bangsa yahudi yaitu bangsa yg sering berpindah , terusir , menjelajah .. tp yahudi enak dia dapet tanah dan di akui dunia tanah mereka dgn di beri pengakuan sebagai negara yaitu ISRAEL .. nah kalian ini .. punya apa .. CUMA punya gaung saja .. andai INDONESIA INI manusia nya tidak berkarakter lembut .. yg mana misal TUHAN mentakdirkan manusia manusia INDONESIA ini berkarakter seperti EROPA atau ARAB juga .. mungkin sampai saat ini kalian hanyalah bangsa terusir dari satu tanah ke tanah lainnya . jadi SADARLAH .. semua manusia itu sama di mata ALLAH dan banyak banyak bersyukur telah di terima dan di beri kenyamana dan keamanan di tanah nenek moyang kami ini . INDONESIA . 1 Oktober 2012 14.33 Anonim mengatakan... Oh Islam tuh kaya gini toh, emaspun bukan sombongnye Gede. Mampus Arab Sombong hehehehe,..piss kagak butuh kalian. Enyah! 15 Oktober 2012 08.25 ferngah mengatakan... Ini adalah kutipan Hutbah terakhir Rasulullah SAW ddi lembah Uranah, Arafat, 9 djulhijah 10 H Wahai manusia, dengarkan aku dengan sungguh-sungguh, beribadahlah kepada ALLAH, shalatlah lima waktu dalam sehari, puasalah dalam bulan Ramadhan, dan berikanlah hartamu dalam bentuk zakat. Kerjakan haji jika kamu mampu. Semua manusia berasal dari Adam dan Hawa, seorang Arab tidak memiliki kelebihan diatas non-Arab, dan seorang non-Arab tidak memiliki kelebihan diatas Arab; juga seorang putih tidak memiliki kelebihan diatas seorang hitam, tidak juga seorang hitam memiliki kelebihan atas orang putih, kecuali dalam ketakwaan dan ibadahnya. Camkanlah bahwa setiap muslim adalah saudara bagi setiap muslim dan bahwa umat Islam merupakan suatu persaudaraan. Ingat saudara ku yang Syarif/Syarifah, yang mengaku derajatnya lebih mulia daripada muslim yang lain di luar kelompok mereka...Rasulullah tidak pernah mengajarkan hal2 yang seperti itu..kita ini anak cucu Adam AS yang semua sama disisi Allah SWT..dan janganlah kalian menyombngkan diri di atas bumi Allah..karena kesombongan hanyalah kepunyaan Allah....semoga kita tidak terjebak dalam perangkap setan...amin... 24 Oktober 2012 18.45 muhammad assegaff mengatakan... Menjawab Ferngah, Syarifah bukan menyombongkan diri & Dia tidak menganggap bangsa lain lebih rendah, samasekali tidak. Dia cuma mempertahankan Kafa'ah (kesepadanan), agar supaya perkawinannya langgeng. Kalau Syarifah mempertahankan Kafa'ah itu adalah hak azasinya. Karena kalau Syarifah kawin dengan non Sayyid, anaknya keturunannya terputus dengan Rasul (habibullah), Tidak ada lagi celaka yang lebih besar dari itu. 16 Desember 2012 14.43 Anonim mengatakan... Menjawab Muhammad Asegaf : Tidak ada kaum muslimin di seluruh muka bumi ini yang terputus dengan Baginda Rasulullah..apa yang Baginda Rasulullah ucapkankan ketika akan wafat...umuat ku..umat ku..umat ku..bukan keturunan ku...karena nazab keturunan tidak akan menolong kita di akherat..melainkan hanya ketaqwaan kita kepada Allah SWt... 23 Januari 2013 00.39 Jamalludin Van Ubeck Istighfar mengatakan... Komentar ini telah dihapus oleh penulis. 17 Februari 2013 13.28 Jamalludin Van Ubeck Istighfar mengatakan... TolonG Hapus Blog Saya dari sini ,segala komen telah dihapus...tolong pemilik blog ini, hapus saya dari sini...saya tidak senang berada dalam diskusi blog disini TOLONG DIHAPUS...MAAF TIDAK BERMUTU !!! 17 Februari 2013 14.44 Poskan Komentar Link ke posting ini Buat sebuah Link Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda perkawinan syarifah - 2007/11/21 22:17 ass.Wr.Wb ya..habib, ana mau tanya: 1. Kenapa kaum pribumi (laki2) tidak boleh mengawini syarifah, ana pernah tanya sama habib hasan bin ali alidrus bhw untuk mengawini syarifah harus minta ijin sama habaib diseluruh dunia . ma'af apakah itu termasuk ajaran rasullulloh ? 2. ana pernah dengar waktu haul di solo, dari ceramah seorang habib bahwa kalau kaum ba'alwi berbuat baik ia akan mendapat pahala berlipat daripada kaum ahwal, ta[pi sebaliknya kalau ia berbuat maksiat ia akan mendapat dosa yang berlipat , apakah hukum islam mengatur demikian ? padahal Alloh SWT berfirman " Inna akromakum 'indzallohi atqookum". tanpa mengurangi rasa cinta ana pada keluarga rasul mohon penjelasannya. wassalamu'alaikum WR.Wb | | Silahkan login terlebih dahulu untuk bertanya munzir Re:perkawinan syarifah - 2007/11/22 15:48 Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh, Cahaya Rahmat Nya swt semoga selalu menerangi hari hari anda dengan kebahagiaan, Saudaraku yg kumuliakan, selamat datang di web para pecinta Rasul saw, kami sangat gembira menyambut kedatangan anda, kita bersatu dalam kemuliaan, 1. Imam Syafii dan Madzhab Syafii berpendapat pernikahan antara keturunan Rasul saw dengan yg bukan dzurriyah adalah tidak kufu, Imam Syafii juga menganggap tidak kufu pernikahan antara orang miskin dan orang kaya, mengapa?, jangan berprasangka buruk dulu terhadap Imam besar ini, sungguh Imam Syafii melihat ketika seorang wanita miskin menikah dengan pria yg kaya, maka sering terjadi sang wanita tersiksa, tak terbiasa mengikuti adat suaminya yg mewah, makanannya, cara bergaulnya, maka jadilah si istri terhina dan dianggap kampungan oleh keluarga suami, hal ini hampir selalu terjadi. sebaliknya ketika seorang pria miskin menikahi wanita kaya, maka ia tak akan mampu menutupi kebutuhan istrinya, maka istri harus menahan diri dan tersiksa demi menyesuaikan diri dg pria/suami yg miskin, disinilah Imam syafii mengatakan pernikahanya tidak kufu, demi menjaga kelansgungan asri nya rumah tangga itu sendiri. dan juga pernikahan wanita syarifah dg pria yg bukan dzurriyyah akan memutus jalur keturunan Rasul saw, semestinya keturunan Rasul saw dilestarikan dan dijaga, sebagaimana firman Allah swt : "Katakanlah wahai Muhammad, aku tak meminta pada kalian upah bayaran atas jasa ini, terkecuali kasih sayang kalian pada keluargaku" (QS Assyuura 23). namun wanita syarifah sah menikah dg pria yg bukan Dzurriyyah bila walinya setuju dan wanita itu sendiri setuju, namun ada pendapat yg mengatakan yg dimaksud walinya adalah bukan ayahnya saja, tapi semua dzurriyah yg ada dimuka bumi, namun pendapat yg mu'tamad (dipegang) oleh ulama kita saat ini adalah cukup disetujui oleh wanita tsb dan walinya. 2. ada pendapat yg demikian pernah saya dengar, namun saya tak menemukan dalil yg shahih dari ALqur'an atau hadits akan hal itu, namun umumnya hal seperti itu diucapkan pada para habaib demi membangkitkan semangat mereka untuk beramal, dan berusaha menjaga diri dari kemaksiatan, sebab memang selayaknya mereka yg mengaku keturunan Rasul saw haruslah berusaha lebih taat pada ALlah dan menjadi contoh dan Qudwah bagi muslimin, mengenai firman Allah swt : "Sungguh yg paling mulia diantara kalian adalah yg paling bertakwa pada kalian" adalah ayat Targhib littaqwa, yaitu menyemangati untuk bertakwa, namun banyak juga orang orang yg dimuliakan ALlah sebelum mereka bertakwa pada Allah, sebagaimana para Nabi dan Rasul alaihim salam, atau ada pula para bayi yg sejak kecil sudah diberi kemuliaan oleh Allah swt untuk mengetahui isi hati seseorang dan hal hal yg ghaib sebagaimana diriwayatkan pada Shahih Bukhari dll. maka ayat itu adalah Aaamun makhshush (umum yg ada pengecualiannya). Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, Wallahu a'lam Forum silahturahmi jama'ah Majelis Rasulullah, klik disini http://groups.yahoo.com/group/majelisrasulullah Peduli Perjuangan Majelis Rasulullah saw No rekening Majelis Rasulullah saw: Bank Syariah Mandiri Atas nama : MUNZIR ALMUSAWA No rek : 061-7121-494 | | Silahkan login terlebih dahulu untuk bertanya m0t Re:perkawinan syarifah - 2007/11/22 21:12 Ass.Wr.Wb. sebelumnya Saya mohon ma'af bila pertannyaan Saya kemarin agak lancang dan kurang sopan santun. Ya..Habib..Lega rasanya Saya mendapat jawaban yang cukup bijaksana dari habib munzdir. Masalah perkawinan syarifah itu terjadi dikeluarga Saya. Yaitu dulu paman Saya menikah dengan seorang syarifah (aldjufri).Keluarga Saya ada dua golongan Jawa dan Arab ( karena adik nenek Saya dikawin oleh Habib Ja'far bin Abdulloh bin Salim alhaddad lamongan ) Sehingga terjadi pertentangan terutama dikeluarga kami. Sampai- sampai mereka (keluarga arab )secara nggak langsung memutus silaturrahim dengan paman Saya.Tapi benar juga pendapat habib. paman Saya tadi kurang bisa mengikuti budaya dan tradisi mereka begitu juga sebaliknya.Sehingga sekarang cerai dengan Syarifah tersebut.Pertanyaan Saya Habib: 1. Bagaimana hukumnya memutus silaturrahim karena kasus tersebut ? 2. Apakah kami juga termasuk Dzurriyat Rasul karena nenek kami dikawin oleh habaib? 3. Apakah maksud "Wa'ala ali Muhammad "? Demikian terimakasih atas perhatian habib. kalau ada waktu bisakah kita bertemu dihaul habib abu bakar asseggaf Gresik? (tgl 27 Desember 2007 ) Habib biasanya duduk diposisi sebelah mana ana kepingin ketemu. Dan kalau ada waktu juga ana mengharap barokah Habib Munzdir menghadiri haul Alhabib Abdulloh Bin Salim Alhaddad Lamongan tgl.23 Des 2007 ba'dal ashar. Semoga habib diberi panjang umur dan Doakan ya Habib semogaSaya berharap bisa dikumpulkan dengan para habaib didunia dan diakherat bersama seluruh keluarga Saya. Ass.Wr.Wb | | Silahkan login terlebih dahulu untuk bertanya munzir Re:perkawinan syarifah - 2007/11/23 10:53 Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh, Limpahan Rahmat dan Inayah Nya swt semoga selalu menyelimuti hari hari anda, Saudaraku yg kumuliakan, 1. baiknya segera disambung, fihak yg memutus agar segera menyambungnya, atau fihak yg diputus segera menyambungnya, jika salah satu fihak menolak, maka fihak yg bermaksud menyambung jangan sampai memusuhinya, maka mereka tak kena dosa, dan dosa akan berlanjut pada fihak yg memutus. 2. pendapat yg mu'tamad dzurriyah hanya tersambung dari nasab pria, dan pengecualian adalah pada Sayyidah Fathimah Azzahra ra. 3. pendapat yg mu'tamad adalah keluarga Bani Hasyim dan Bani ABdulmuttalib. 4. duh.. saya ini selalu sembunyi kalau hadir kesana, saya biasa diluar masjid, sebab kalau saya masuk maka akan ditarik kedepan dan disuruh ceramah pula, cukuplah Hb Jindan saja. Insya Allah saudaraku kita akan jumpa, entah di Gresik atau di Lamongan atau lainnya, salam takdhim tuk keluarga anda. Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, semoga sukses dg segala cita cita, Wallahu a'lam Forum silahturahmi jama'ah Majelis Rasulullah, klik disini http://groups.yahoo.com/group/majelisrasulullah Peduli Perjuangan Majelis Rasulullah saw No rekening Majelis Rasulullah saw: Bank Syariah Mandiri Atas nama : MUNZIR ALMUSAWA No rek : 061-7121-494 | | Silahkan login terlebih dahulu untuk bertanya Arul Re:perkawinan syarifah - 2007/11/23 20:39 Assalammualaikum wr wb. Bib sy tertarik ama topik ini, suatu hari ada sesorang yg ngobrol ama adik istrinya, saat itu sedang membicarakan masalah silsilah keluarga, adik istrinya mengatakan bahwa bapaknya memiliki silsilah ke Joko Tingkir. Setelah dikonfirmasi kepada istrinya ternyata benar bahwa keluarganya memang memiliki silsilah ke Joko Tingkir. Pada keesokan harinya seseorang tadi ngobrol2 dengan seorang ustad dan ustad itu mengatakan bahwa Joko Tingkir adalah keturunan Rasulullah SAW, ini berarti sesorang itu telah menikah dengan seorang Syarifah. Pertanyaan sy adalah 1. apakah benar Joko Tingkir merupakan keturunan Rasulullah SAW? 2. Apakah salah apabila seorang lelaki menikahi seorang syarifah karena dia tidak mengetahui bahwa calon istrinya itu seorang syarifah ? 3. Apakah salah apabila menyembunyikan identitas dirinya sebagai keturunan Rasulullah SAW ? | | Silahkan login terlebih dahulu untuk bertanya munzir Re:perkawinan syarifah - 2007/11/24 11:57 Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh, Kebahagiaan dan Pengampunan Nya semoga selalu menyelimuti hari hari anda, Saudaraku yg kumuliakan, 1. saya dengar begitu, namun belum disahkan oleh fihak Rabithah Alawiyyah. 2. tentunya jjika tidak tahu maka tak mengapa. 3. tentunya salah, karena ia menyembunyikan nasab yg Nabi saw melarang orang untuk menyembunyikan nasab Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, semoga sukses dg segala cita cita, Wallahu a'lam Forum silahturahmi jama'ah Majelis Rasulullah, klik disini http://groups.yahoo.com/group/majelisrasulullah Peduli Perjuangan Majelis Rasulullah saw No rekening Majelis Rasulullah saw: Bank Syariah Mandiri Atas nama : MUNZIR ALMUSAWA No rek : 061-7121-494 | | Silahkan login terlebih dahulu untuk bertanya m0t Re:perkawinan syarifah - 2007/11/25 20:26 assalamualaikum Wr.WB. ya.. Ustadzanal kariim... Banyak kyai jawa yang menyembunyikan nasabnya karena tawandzuk, seperti Romo Kyai ABD.Hamid Abdulloh Pasuruan padahal Beliau keturunan Basyaiban dan Romo KH.Asrori Surabaya Padahal kualitas keilmuan & akhlaq mereka tidak diragukan lagi. Yang menjadi pertanyaan Saya : 1.Mohon dijelaskan silsilah joko Tingkir kalau memang beliau dzurriyah Rasul?dan kenapa kok belum disyahkan? 2. Mohon dijelaskan hadist Rasullulloh yang melarang menyembunyikan nasab?dan bagaimana kalau bertujuan untuk tawadzuk atau pamer? 3.Banyak kenalan Saya, habaib kalau pagi ikut majlis taklim malamnya ke diskotik, mereka hafal maulid habsyi tapi tidak lupa mengkomsumsi sabu2, pantaskah mereka menyandang gelar cucu rasul?Haruskah kami menghormati mereka? ya..habib..tolong dijelaskan supaya tidak menjadi bahan cemoohan golongan diluar kita ( Alirsyad, Muhammadiyah, Salafi Dll). Sebelumnya Saya mohon ma'af bila kurang sopan. Wassalamu'alaikum Wr. Wb | | Silahkan login terlebih dahulu untuk bertanya munzir Re:perkawinan syarifah - 2007/11/26 18:36 Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh, Kebahagiaan dan Kelembutan Nya semoga selalu menyelimuti hari hari anda, Saudaraku yg kumuliakan, 1. menyembunyikan nasab bisa dikatakan tawadhu,namun fatal jika ia mempunyai anak wanita, atau anak lelakinya saat akan menikah dg syarifah maka akan ditolak, karena nasabnya tak diakui, dan akan menyebabkan dosa besar bagi orang lain, karena sebab dia maka orang orang akan mendustakan nasab anak anaknya. sebenarnya tidak ada ulama yg menutupi nasabnya jika mereka mengerti syariah, namun mereka tak senang membanggakannya, mereka lebih senang dipanggil ustadz, kyai, daripada digelari sebagai cucu Rasulullah saw karena malu, namun jika ditanya dg serius maka mereka akan jujur dan tak mungkin dusta dengan mengatakan : "nasab saya tidak bersambung kepada Rasulullah saw", ucapan ini mungkar. 2. saudaraku, saya bukan ahli nasab dan tidak hafal nasab joko tingkir, dan fihak Rabithah belum mengakui karena belum ada riwayat tsiqah untuk mengesahkannya, demikian kejelasan dari Pimpjnan Maktab Daimiy Rabithah alawiyyah pusat Jakarta. Rasul saw bersabda : "Barangsiapa yg mengaku ayah pada selain ayahnya dan ia mengetahuinya maka sorga baginya haram" (shahih Muslim) berkata Imam Nawawi yg dimaksud dalam hadits ini adalah menolak nasabnya dan tentunya dusta adalah perbuatan mungkar, maka mustahil ulama berdusta atas nasabnya. 3. kecintaan pada keturunan Rasul saw adalah kecintaan yg suci dan tulus, tak bisa terkotori hanya dengan perbuatan buruk mereka, karena kecintaan kita bukan karena mereka tapi karena Rasulullah saw, sebagaimana kita mencium hajarul aswad, tentunya bukan karena hajarul aswad, tapi karena telah dicium oleh Rasulullah saw, maka lebih lagi mereka dari keturunan Rasul saw, mengenai masalah mereka hafal maulid dan mereka mungkar, maka kita mengajaknya kepada kebaikan semampunya dan mendoakannya, bukan mencela dan mencaci mereka, jika anda melihat terdapat najis di Ka'bah apakah anda berhenti menghadapkan kiblat ke Ka'bah?, justru berusahalah membenahi dan menyucikannya kembali, demikian jika terdapat najis pada hajarul aswad, apakah kita mencopot dan membuangnya?, tentunya orang yg berakal sehat akan membersihkannya dan tak mau menyebarluaskannya. Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, semoga sukses dg segala cita cita, Wallahu a'lam | | Silahkan login terlebih dahulu untuk bertanya Arul Re:perkawinan syarifah - 2007/11/26 19:27 Assalammualaikum wr wb, Maaf habibana, ijinkan saya memberikan informasi buat saudara m0t tentang joko tingkir yg baru sy dapat dr sebuah artikel yg bersumber pada majalah alkisah, artikel lengkapnya sudah di posting di majelisrasulullah@yahoogroups.com dgn judul "Dakwah Sepanjang Hayat, Teladan Sepanjang Jalan", ini sedikit cuplikan artikelnya. "Dan yang sangat menarik ialah, ternyata Jaka Tingkir juga masih mempunyai nasab sampai ke Rasulullah SAW. Jaka Tingkir yang juga dikenal sebagai Pangeran Hadiwijaya adalah pendiri Kerajaan Pajang, beberapa saat setelah surutnya kerajaan Islam pertama di Jawa, Kesultanan Demak Bintara. Jaka Tingkir punya nama yang menyiratkan bahwa dia seorang habib: Sayid Abdurrahman Basyaiban. Tahun lalu wartawan Alkisah, Musthafa Helmy, yang berziarah ke makam Mbah Sambu di Lasem, Rembang, Jawa Tengah, melihat prasasti marmer ukuran kecil dalam bahasa Arab yang menyebutkan bahwa nama Mbah Sambu yang sebenarnya ialah Sayid Abdurrahman bin Hasyim bin Sayid Abdurrahman Basyaiban. Menurut H.A. Hamid Wijaya, mantan khatib am Syuriah NahdlatuI Ulama dan anggota DPR-GR dari Partai NU tahun 1960-an, Sayid Abdurrahman Basyaiban adalah Jaka Tingkir. Hamid Wijaya sendiri mengaku sebagai keturunan Jaka Tingkir. Itu sebabnya ia menggunakan nama belakang Wijaya (dari Hadiwijaya). Setidaknya ada tiga orang keturunan Mbah Sambu yang menjadi orang besar: Kiai Mutamakkin (Pati), penulis kitab tasawuf dalam bahasa Jawa (Serat Cabolek), Kiai Saleh Darat (Semarang); dan K.H. Hasyim Asy'ari;(Jombang) , pendiri Nahdlatul Ulama." Untuk saudara m0t, kalau ingin mengetahui tentang keutamaan ahlul bait baik dari segi dalil dan yg lainnya, mgkin habibbana tidak bisa menuliskannya disini semua, karena sangat banyak. Sebagai informasi yg mgkin bisa membantu saudara m0t bisa membuka buku online ttg keutamaan ahlul bait karangan KH. Abdullah bin Nuh dan yg lainnya di website http://www.asyraaf.com/v2/buku/fadhail_ahlulbait/ Mudah2an informasi ini bisa membantu saudara m0t, Mohon maaf habibbana, mohon diberitahu apabila ada kekeliruan. | | Silahkan login terlebih dahulu untuk bertanya munzir Re:perkawinan syarifah - 2007/11/26 19:55 Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh, Kebahagiaan dan Kelembutan Nya semoga selalu menyelimuti hari hari anda, Saudaraku yg kumuliakan, sungguh saya tidak mengingkari nasab beliau, namun saya telah menghubungi Sayyid Abdurrahman Basurrah selaku pimpinan maktab Daimiy Rabithah alawiyyah jakarta Pusat, bahwa nasab Joko tingkir belum disahkan secara tsiqah. Rabithah Alawiyyah adalah badan sensus para keturunan Rasul saw di Indonesia, dan pusatnya adalah di Jakarta, cabangnya banyak diantaranya cabang pekalongan pimpinan Hb Lutfi dan banyak lagi dihampir seluruh kota besar di Indonesia. maka beliau Hb Abdurrahman Basurrah menjelaskan pada saya demikian, bahwa beliau sering mendengar kabar tentang itu namun belum menemukan sanad yg tsigah atas silsilah Joko tingkir. Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, semoga sukses dg segala cita cita, Wallahu a'lam Forum silahturahmi jama'ah Majelis Rasulullah, klik disini http://groups.yahoo.com/group/majelisrasulullah Peduli Perjuangan Majelis Rasulullah saw No rekening Majelis Rasulullah saw: Bank Syariah Mandiri Atas nama : MUNZIR ALMUSAWA No rek : 061-7121-494 | | Silahkan login terlebih dahulu untuk bertanya m0t Re:perkawinan syarifah - 2007/11/28 23:19 Assalamu'alaikum Wr.Wb. Semoga keagungan dan kemuliaan tercurahkan kepada Ustadzinal Kariim habibana Mundzir...beserta keluarga. Saya..uacapkan terimakasih atas nasehat habib...dan Saya juga mengucapkan Sukron katsiro atas masukan dari saudara Arul beberapa hari yang lalu. Ya..Habib ..setelah membaca posting habib dan saudara Arul kemarin bolehkah saya menyimpulkan bahwa Dzuriyah Rasul itu ada "yang terlacak "( Rabithah Alawiyin) dan "yang tak terlacak "..dan Saya yakin Joko tingkir adalah seorang Sayyid. Saya mempunyai kenalan keturunan joko tingkir menikah denga n gadis keturunan sunan prapen cucu sunan Giri yang pastinya adalah seorang "Syarifah".dan saya yakin kelurga gadis tersebut pasti mengetahui sanad dari laki-laki yang akan meminang putrinya. ya . Habib.. saya ingin meluruskan ..sebenarnya pertanyaan Saya kemarin adalah "si Fulan " bukan "golongan Fulan "secara keseluruhan.. dan tentunya sebagai seorang yang berakal sehat Saya bisa membedakan kotoran yang ada di hajar aswad dan hajar aswad itu sendiri.Kotoran di Ka'bah dan Ka'bah yang menjadi kiblat Saya sebagai seorang muslim. ya.. Habib..maaf ..jadi menurut logika bahwa siFulan itu adalah kotoran yang menempel di Hajarul Aswad dan keluarga Rasul secara keseluruhan adalah hajarul aswad.kalau kotoran yang menempel di hajar aswad harus dibuang/dibersihkan semestinya Saya harus membuang si Fulan tsb agar tidak mengotori Golongan yang sangat Saya cintai dan dihormati. Jadi maksud pertanyaan Saya kemarin sangat sederhana pantaskah si Fulan Saya panggil "Habib Fulan" atau " Ya..Sittur Rasul Fulan " itu maksud Saya. Ya..Habib dari lubuk hati yang paling dalam dan penuh penyesalan Saya mohon ma'af yang sebesar-besarnya kepada habib mundzir beserta seluruh dzurriyah dan para muhibbin yang ada dimuka bumi ini. Saya dilahirkan dan dididik oleh kedua orang tua Saya agar mencintai cucu rosul jadi tidak ada keraguan dalam keyakinan Saya mengenai keutamaan ahlul bait. Kecintaan Saya adalah kecintaan "kemurnian ahlaq "ahlul bait yang mencontoh akhlaq junjungan kita Rasululloh SAW. Ya ..Habib ijinkan Saya bertanya : 1. Bagaimana menurut habib, bila ada seorang laki-laki dari golongan Dzurriyat Rasul "yang tak terlacak" mengawini seorang Syarifah dari golongan alawiyyin?apakah kelak anak mereka termasuk Dzurriyah? 2. Bagaimana Standart / dasar yang digunakan oleh Rabitah Alawiyyin dalam menentukan nasab seseorang yang mengaku cucu Rasul? Demikian ya.Ustadzinal karim Saya yakin Habib Mundzir sangat bijaksana dan MR adalah forum yang bebas bertanya dengan tujuan mencari kebenaran. Wal 'afuminkum.. Wassalamu'alaikum Warahmatullohi Wabarokatuuh. | | Silahkan login terlebih dahulu untuk bertanya munzir Re:perkawinan syarifah - 2007/11/29 17:53 Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh, Kebahagiaan dan Kelembutan Nya semoga selalu menyelimuti hari hari anda, Saudaraku yg kumuliakan, anda salah faham, bukan membuang ahlulbait yg berbuat mungkar, tapi berusaha membersihkannya, menasehatinya, itulah tanda cinta, sebagaimana jika anda mencintai istri anda lalu ada najis itangannya lalu apakah anda memotongnya?, tentunya anda membersihkannya, juga jika anak majikan anda menjadi pemabuk, apakah anda membunuhnya dan tak mengakui nasabnya?, tentunya tanda bakti kita pada majikan kita adalah menuntun anaknya untuk bertobat, itulah tanda bakti kita, berhasil atau tidak adalah bukan tolak ukurnya. demikian perbuatan kita pada Ahlul Bait Rasulullah saw, boleh saja anda memanggilnya habib fulan atau tak menyebut demikian karena sebutan habib tidak diajarkan oleh Rasul saw secara langsung, namun itu istilah para ulama saja untuk memuliakan Rasul saw. kita tetap menghormati karena demi penghormatan kita pada Rasul saw, tidak pantas muslim menghina muslim lainnya. diriwayatkan ketika seorang pemabuk sedang dihukum, namun ia mabuk lagi hingga dihukum lagi.. dan lagi.., maka salah seorang sahabat melaknatnya, maka Rasul saw menegurnya, seraya berkata : "Dia itu mencintai Allah dan Rasul Nya..!" (Shahih Bukhari), hadits ini menjelaskan pada kita tak boleh kita memvonis dan melaknat para pendosa selama mereka muslim, sebagaimana dg kesaksian Rasul saw bahwa emabuk itu mencintai Allah dan Rasul Nya., 1. hal ini bergantung pada wali sang wanita untuk menerimanya atau tidak, mengenai nasab mereka benar atau tidak maka itu kembali pada Allah swt, bisa saja mereka bernasab palsu, dengan ada unsur pemalsuan nasab atau tak sengaja. 2. Rabithah Alawiyyah akan mengakuinya jika dibawakan pada mereka sanad keturunan yg tsiqah dan bisa dipertanggungjawabkan, dengan kesaksian yg jelas. Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, semoga sukses dg segala cita cita, Wallahu a'lam Forum silahturahmi jama'ah Majelis Rasulullah, klik disini http://groups.yahoo.com/group/majelisrasulullah Peduli Perjuangan Majelis Rasulullah saw No rekening Majelis Rasulullah saw: Bank Syariah Mandiri Atas nama : MUNZIR ALMUSAWA No rek : 061-7121-494 | | Silahkan login terlebih dahulu untuk bertanya m0t Re:perkawinan syarifah - 2007/11/29 18:53 Assalamualaikum Warahmatullohi Wabarokatuuh. Ya..Ustadzinal karim.... Terimakasih..atas nasehatnya... Saya memang salah mengambil kesimpulan.. Saya mohon ma'af atas segala kekhilafan Saya... Semoga Alloh SWT mengampuni dosa Saya.... Semoga Rasullulloh SAW beserta anak cucunya mema'afkan Saya.... Wasasalamu'alaikum Wr.Wb... | | Silahkan login terlebih dahulu untuk bertanya munzir Re:perkawinan syarifah - 2007/11/30 11:25 Hayyakumullah.. semoga Allah menyambut anda dengan segala anugerah Nya swt.. Forum silahturahmi jama'ah Majelis Rasulullah, klik disini http://groups.yahoo.com/group/majelisrasulullah Peduli Perjuangan Majelis Rasulullah saw No rekening Majelis Rasulullah saw: Bank Syariah Mandiri Atas nama : MUNZIR ALMUSAWA No rek : 061-7121-494 | | Silahkan login terlebih dahulu untuk bertanya elshiroji Re:perkawinan syarifah - 2007/12/01 12:42 Assalamu'alaikum Wr Wb. Semoga Rahmat dan Kasih Sayang-Nya selalu tercurah atas Habiby 2. pendapat yg mu'tamad dzurriyah hanya tersambung dari nasab pria, dan pengecualian adalah pada Sayyidah Fathimah Azzahra ra 1. Habiby maaf, mengapa pada Sayyidah Fatimah Azzahra ra, terdapat pengecualian. 2. Dari sudut pandang apa sajakah hal ini bisa, terjadi? 3. Habiby sementara ini, saya hanya tahu dan meyakini bahwa hal ini semata-mata Anugrah keutamaan dari Allah SWT atas Sayyidah Ummul Mukminin. Lalu jika dipandang dari segi ilmu genetika dalam kedokteran, adakah penjelasan yang menjelaskan tentang pengecualian ini? Habiby, saya mohon maaf apabila pertanyaan saya sangatlah lancang, namun hal ini dikarenakan kebutuhan bagi saya, sebagai hujjah untuk orang2 yang kurang keyakinannya dalam hal pengecualian ini. Terimakasih. Wassalamu'alaikum Wr.Wb | | Silahkan login terlebih dahulu untuk bertanya munzir Re:perkawinan syarifah - 2007/12/02 09:22 Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh, Kebahagiaan dan Kelembutan Nya semoga selalu menyelimuti hari hari anda, Saudaraku yg kumuliakan, hal itu tentunya dg nash yg tsigah dari Rasul saw dalam hadits yg banyak, diantaranya : sabda Rasulullah saw : "Semua anak wanita berketurunan pada ayahnya, terkecuali anak Fathimah, akulah ayahnya dan akulah padakulah nasab keturunan mereka" (Ma'jamul kabir Littabraniy hadits nno.2565). berkata AL Hafidh Imam Assyaukaniy : hadits semakna ini banyak teriwayatkan, dan telah kujelaskan dg panjang lebar, dan ia dapat dijadikan hujjah" (Naylul Awthar Juz 6 hal 139). sabda Rasulullah saw seraya menunjuk Hasan bin Ali kw : "Putraku ini adalah sayyid, ia akan mendamaikan dua kelompok yg bertikai" (Shahih Bukhari) dan banyak lagi hadits serupa, mengenai masalah logikanya saudaraku, tidak lebih menakjubkan dari Isa bin Maryam as yg lahir tanpa ayah, dan ular Nabi Musa as yg lahir tanpa ayah ibu, dan Adam as yg tak ber ayah ibu, dan Hawwa as yg dicipta dari sulbi Adam as tanpa perlu kehamilan, Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, semoga sukses dg segala cita cita, Wallahu a'lam | | Silahkan login terlebih dahulu untuk bertanya Rusyah Re:perkawinan syarifah - 2008/01/07 23:52 Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh Habib yang saya cintai karena Allah, Saya sangat tertarik mengenai permasalahan pernikahan kafaah syarifah ini. Saya punya seorang teman di kantor, ia adalah seorang syarifah. Ia pernah bercerita pada saya, bahwa ayah/Abinya pernah berwasiat kepada ibunya, agar dinikahkan kepada seorang sayid, bahkan jika tidak mendapat sayid, lebih baik tidak nikah sekalian. Sejak berumur dua tahun, abinya itu meninggal. Ia mempunyai kakak kandung laki-laki (Sayid juga tentunya) yang sudah menikah, bukan dengan seorang syarifah. Kini ia tinggal hanya bersama ibunya. Ibunya ini orang pribumi, dan tidak begitu dekat serta tidak biasa bergaul dengan kaum habaib, ba’alawi, begitu pula dengan teman saya yang syarifah ini. Namun begitu, ia memiliki paman (Ami), dan abang2 yang sebapak lain ibu, yang notabene adalah kaum ba’alawi. Permasalahannya adalah teman saya yang syarifah ini dilamar oleh seorang non-sayid. Dan iapun sebenarnya mau menikah dengan pria non-sayid ini. Hanya saja karena ayahnya pernah berwasiat kepada ibunya agar hanya menikah dengan sayid, ia jadi bingung apakah akan menerima lamaran si pria non-sayyid tadi atau tidak. Ibu dan abang kandungnya (yang notabene adalah walinya) sebenarnya tidak mempermasalahkan hal ini, mereka sepenuhnya menyerahkan keputusan kepada si syarifah ini, hanya saja ami dan abang-abangnya yang satu bapak lain ibulah yang berkeras melarangnya. Sebagai tambahan informasi, teman saya ini juga pernah dilamar oleh seorang sayid, tapi ia merasa tidak sreg dengan pria sayid yang melamarnya, dan akhirnya menolak lamaran itu. Ia juga pernah diperkenalkan seorang pria sayid oleh ami/pamannya, tapi mereka sama-sama merasa tidak cocok. Pertanyaan saya adalah: 1. Apakah berdosa teman saya ini jika tidak memenuhi wasiat/pesan ayahnya, sementara situasi yang dialami saat ini, ia sulit untuk mengenal pria-pria dari golongan Sayyid, karena ia memang tidak dekat dengan golongan ini, mereka lebih dekat dengan keluarga ibu yang keturunan pribumi. Ia dan ibunya juga berpendapat tidak mungkin dan tidak mau kalau nanti hanya menjadi perawan tua saja. 2. Berdosakah si pelamar non-sayid yang melamar teman saya ini. Apakah ia dianggap sebagai orang yang bertanggungjawab atas terputusnya nasab keturunan Rasulullah, karena ia sadar akan hal itu. Berdosakah ia pada ahlul bait, pada Rasululullah SAW, pada Siti Fathimah Az Zahra al batul, pada Sayid al-Hasan dan al-Husein, pada seluruh kaum habaib, ba’alawi dan keturunan Rasulullah? Bukankah khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq pernah berkata bahwa menjalin hubungan dengan sanak keluarga Rasul lebih aku sukai daripada menjalin hubungan dengan keluargaku sendiri. Bukankah si pria non-sayid ini termasuk seperti yang dikatakan Umar untuk menjalin hubungan dengan Keluarga Rasul, bahkan untuk mencintai mereka? 3. Jika pernikahan antara teman saya yang syarifah dengan pria non sayid ini terjadi, sahkah pernikahan itu, karena menurut habib, jika si wanita dan walinya setuju maka pernikahannya sah. Tapi apakah hanya satu wali, yakni abang kandungnya (setelah ayah dan kakeknya sudah tiada) sudah cukup untuk mensahkan pernikahan ini, sementara paman dan abang sebapak lain ibu, tidak merestuinya. Lantas mengenai pendapat yang mengatakan harus meminta restu dan seluruh dzurriyat di seluruh dunia, apakah habib pribadi termasuk yang memegang pendapat ini? Mohon penjelasannya ya habib. Jazakumullah khairon katsir atas pencerahannya. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh. | | Silahkan login terlebih dahulu untuk bertanya munzir Re:perkawinan syarifah - 2008/01/08 05:27 Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh, Kasih sayang dan Rahmat Nya swt semoga selalu menerangi hari hari anda dg kebahagiaan, Saudaraku yg kumuliakan, saran saya, singkat saja, syarifa ini istikharah 3 malam berturut turut, setelah itu (tdk harus mimpi) kemana hatinya lebih condong, (iya atau tidak) maka teruskanlah kata hatinya. namun syaratnya adalah wali nikahnya setuju dan dirinya setuju. mengenai wasiat itu tentunya mesti dijalankan namun semampunya, jika tidak mampu maka Allah swt pun tak memaksakan seseorang tuk berbuat lebih dari kemampuannya. tentunya wajib ia mencari calon sesuai wasiat ayahnya, namun ia tak wajib bertahan untuk tak menikah sama sekali walau itu wasiat ayahnya, karena hal itu bertentangan dg sunnah. jumlah kaum syarifa yg lebih banyak kini dari kaum sayyid adalah menunjukkan tiga pilihan bagi mereka, tidak menikah, atau menikah dg poligami, atau menikah dg non sayyid. mereka boleh memilih menurut kemampuannya masing masing. namun repotnya masa kini para syarifah yg sudah bersuamikan sayyid tak mau suaminya berpoligami, dan pria sayyid yg sudah menikahpun tak mau poligami, lalu akan kemana putri putri Rasul saw ini?, dibiarkan mencari nafkah sendiri hingga wafatkah?, atau akan terulang pembunuhan bayi wanita karena sulitnya mencari suami dari sayyid?, tentunya tidak demikian, disinilah kita mesti berluas hati dan sebagian ulama ahlulbait memperbolehkan menikah dg non sayyid asalkan ia yg menghendaki dan walinya. Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga sukses dg segala cita cita, semoga dalam kebahagiaan selalu, Wallahu a'lam Forum silahturahmi jama'ah Majelis Rasulullah, klik disini http://groups.yahoo.com/group/majelisrasulullah Peduli Perjuangan Majelis Rasulullah saw No rekening Majelis Rasulullah saw: Bank Syariah Mandiri Atas nama : MUNZIR ALMUSAWA No rek : 061-7121-494 | | Silahkan login terlebih dahulu untuk bertanya Rusyah Re:perkawinan syarifah - 2008/01/10 00:34 Subhannallah, jawaban habib sungguh sangat bijaksana, insya Allah akan saya sampaikan kepada beliau. Bahkan saya baru tahu kalau jumlah syarifah lebih banyak dari jumlah sayyid, sehingga para syarifah ini bisa memilih satu dari tiga pilihan tadi.Tapi sedikit lagi habib, mengenai wali yang setuju, itu apakah berarti wali yang dimaksud adalah abangnya saja? Terima kasih atas jawabannya habib, Saya doakan semoga habib senantiasa diberikan kesehatan dan kekuatan oleh Allah SWT, sehingga mampu menjawab persoalan2 dan permasalahan yang kami alami. Tidak lupa saya ucapkan selamat tahun baru 1429 Hijriah. Wassalam. | | Silahkan login terlebih dahulu untuk bertanya munzir Re:perkawinan syarifah - 2008/01/10 10:36 Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh, Kasih sayang dan Rahmat Nya swt semoga selalu menerangi hari hari anda dg kebahagiaan, Saudaraku yg kumuliakan, ada pendapat demikian, namun bukan pendapat mayoritas. Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga sukses dg segala cita cita, semoga dalam kebahagiaan selalu, Wallahu a'lam Forum silahturahmi jama'ah Majelis Rasulullah, klik disini http://groups.yahoo.com/group/majelisrasulullah Peduli Perjuangan Majelis Rasulullah saw No rekening Majelis Rasulullah saw: Bank Syariah Mandiri Atas nama : MUNZIR ALMUSAWA No rek : 061-7121-494 | | Silahkan login terlebih dahulu untuk bertanya tsuraya Re:perkawinan syarifah - 2008/01/29 01:47 Assalaamu'alaikum Wr Wb yaa habib...semoga ALLAH SWT senantiasa memberikan keberkahan kepada habib beserta keluarga.serta para pecinta ahlul bait dimana pun berada..amien... Maaf sebelumnya bib...sebetulnya topik ini tidak akan pernah hentinya untuk dibahas karena sangat menarik sekali..kebetulan saya juga ingin mengetahui pendapat habib,mengenai masalah ini.Memang betul nasab akan diikuti dari pihak laki-laki kecuali putra-putri sayidatuna fathimah yang langsung bernasab kepada RASULULLAH SAW,yang ingin saya tanyakan dan mohon sekali penjelasan habib,bagaimana dengan seorang syarifah yang menikah dengan non sayyid.Apakah anak2 yang dilahirkan masih bisa disebut sebagai cucu nya rasulullah?meskipun dari segi nasab pasti akan mengikuti abah nya yang bukan non sayyid.Karena mungkin dari segi darah anak yang dilahirkan tsb setidaknya memiliki darah dari syarifah yang darahnya itu terus bersambung kepada RASULULLAH SAW. terima kasih atas penjelasannya..Assalaamu'alaikum Wr Wb | | Silahkan login terlebih dahulu untuk bertanya munzir Re:perkawinan syarifah - 2008/01/29 10:34 Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh, Kesejukan Rahmat Nya dan Keindahan Dzat Nya swt semoga selalu menaungi hari hari anda dg kebahagiaan, Saudaraku yg kumuliakan, ada perbedaan pendapat dalam hal ini, pendapat yg terkuat adalah hal itu tidak terjadi kecuali pada Fathimah ra putri Rasul saw, dan tidak pada wanita lainnya. Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga sukses dg segala cita cita, semoga dalam kebahagiaan selalu, Wallahu a'lam Forum silahturahmi jama'ah Majelis Rasulullah, klik disini http://groups.yahoo.com/group/majelisrasulullah Peduli Perjuangan Majelis Rasulullah saw No rekening Majelis Rasulullah saw: Bank Syariah Mandiri Atas nama : MUNZIR ALMUSAWA No rek : 061-7121-494 | | Silahkan login terlebih dahulu untuk bertanya MAB Re:perkawinan syarifah - 2008/02/03 02:48 Assalamu'alikum Habib Munzir? Permisi ikutan nanya dikit ya Bib?. 1.Mau nanya apa beda antara gelar Sayyid dan Habib? 2.saya sedikit cerita pengalaman ya Bib?.Kakek saya keturunan arab sehingga wajah ayah saya dan saya kearab-arab-an, dulu sewaktu kuliah dijawa saya sama sekali tdk mengerti ttg Gelar Habib.pengalaman saya,setiap bertemu teman atau org2 yg jg berwajah arab yg mungkin jg Habaib,saya seing ditanya begini : dari jama'ah mana?,apa nasabnya?.saya yg ga ngerti cm jwb saya biasa aja..selain itu bila menghadiri majelis dzikir maupun mawlid ada bbrp org yg lngsung cium tangan saya ketika berjabat tangan.masya'Allah saya langsung kaget dan salah tingkah Bib.Saya merasa ga pantas sampe digtkan. Yg ingin saya tanyakan adalah apa saya bs dosa Bib?,sedangkan saya ga pernah tau apa saya keturunan Rasullulah atau bukan krn almarhum kakek saya bergelar Habib. Terimakasih dan Wassalamu'alaikum Warahmatullahiwabarakutuh? | | Silahkan login terlebih dahulu untuk bertanya munzir Re:perkawinan syarifah - 2008/02/03 10:36 Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh, Kesejukan Rahmat Nya dan Keindahan Dzat Nya swt semoga selalu menaungi hari hari anda dg kebahagiaan, Saudaraku yg kumuliakan, sayyid mempunyai tiga makna : 1. Pemimpin 2. orang yg banyak pengikutnya 3. orang yg menjadi rujukan saat terjadi permasalahan. maka secarang ringkas makna sayyid adalah tokoh masyarakat atau yg dimuliakan, semua orang bisa dipanggil sayyid, demi untuk memuliakannya. namun di Indonesia dan beberapa negara Arab nama Sayyid digelarkan juga pada keturunan Rasul saw. Habib dalam bahasa Arab artinya kekasih, bisa digunakan pada siapa saja, namun di Indonesia dan beberapa negara Arab nama Habib digelarkan juga pada keturunan Rasul saw. setelah dua gelar ini muncul, maka ulama kita masa lalu menjadikan gelar "sayyid" untuk keturunan Rasul saw yg masih muda atau yg bukan ulama, mereka dihormati dg hgelar sayyid. dan mereka para ulama kita terdahulu, menggelarkan gelar "Habib" pada keturunan Rasul saw yg ulama, jadi gelar habib itu adalah Sayyid yg Ulama atau sudah sepuh dan shalih tapi masa sekarang sudah semuanya digelari habib. yah.., kita memaklumi saja karena itu hanya gelar saja, hakekatnya tetap hamba dimata Allah swt, orang yg sudah haji dipanggil Pak Haji, orang yg berpeci putih dipanggil pak ustadz, orang yg mengerti agama sedikit sudah dipanggil Pak Kyai, dlsb padahal Ustaz adalah gelar bagi guru agama yg hidupnya adalah mengabdi dalam mengajar syariah, dan Kyai adalah gelar bagi ulama sepuh yg menjadi guru par Ustaz, namun itulah kini semua sudah banyak bercampur baur. mengenai diri anda, jika kakek anda habib maka tentunya andapun demikian, kita lestarikan gelar gelar indah ini asalkan kita tak mengaku ngaku, sebagaimana kakek anda adalah habib maka biarkanlah orang orang termuliakan dg mencintai Rasul saw dg mencintai keturunanya pula, toh sudah banyak juga gelar profesor, doktor, insinyur dlsb yg dilestarikan, lalu gelar gelar islamiy pun mestinya dilestarikan juga, maka saran saya lanjutlah saudaraku dan jangan malu malu. Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga sukses dg segala cita cita, semoga dalam kebahagiaan selalu, Wallahu a'lam Forum silahturahmi jama'ah Majelis Rasulullah, klik disini http://groups.yahoo.com/group/majelisrasulullah Peduli Perjuangan Majelis Rasulullah saw No rekening Majelis Rasulullah saw: Bank Syariah Mandiri Atas nama : MUNZIR ALMUSAWA No rek : 061-7121-494 | | Silahkan login terlebih dahulu untuk bertanya zakibyst Re:perkawinan syarifah - 2008/03/24 01:22 Assalamualaikum Warahmatullah Wabarokatuh.. Semoga Allah melimpahkan rahmatnya pada Umat... Ana mau menanyakan masalah yaang sama.. Insyaallah ana sedang dekat dengan seorang Syarifah dan sejak awal ana bermaksud untuk menikahinya.. Namun kendalanya adalah ana Masayekh.. apakah di bolehkan menikah dengan Syarifah ? Namun si syarifah itu telah di wasiatkan agar mencari calon suami yang sayyid juga.. Dan dia juga pernah bilang kalau menjaga nasab merupakan kewajiban seorang syarifah, sehingga dia tidak bisa menikah dengan selain dari sayyid.. bagaimana ini hukumnya ? Akan tetapi dia bisa menikah dengan saya jika orang tuanya menyetujui.. Permasalahannya adalah.. orang tuanya menyayangkan kalau saya bukan sayyid.. Mohon bantuan Habib untuk memperjelas permasalahan ini... Ana ingin bersilaturahmi langsung dengan Habib, bagaimana caranya ? Jazakumullah Khairan Katsiran.. Wassalamualaikum Warahmatullah Wabarokatuh Muhammad Zaki | | Silahkan login terlebih dahulu untuk bertanya << Awal < Sebelum 1 2 Berikut > Akhir >> Forum Majelis Rasulullah Forum Masalah Umum Simpleboard Forum Component 1.1.0 Stable - MU Two Shoes Mambo Factory Monday, 01 April 2013 remaja_indonesia Jumat, 22 Juni 2012 syarifa di larang dinikahi oleh Ahwal ataupun selain keturunan habib Hadits-hadits lain yang menjadi dasar pelaksanaan kafa’ah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani, Al-Hakim dan Rafi’i : فإنهم عترتي, خلقوا من طينتي ورزقوا فهمي و علمي, فويل للمكذّبين بفضلهم من أمتي القاطعين منهم صلتي لا أنزلهم الله شفاعتي ‘… maka mereka itu keturunanku diciptakan (oleh Allah) dari darah dagingku dan dikaruniai pengertian serta pengetahuannku. Celakalah (neraka wail) bagi orang dari ummatku yang mendustakan keutamaan mereka danmemutuskan hubunganku dari mereka. Kepada mereka itu Allah tidak akan menurunkan syafa’atku.’ Adapun makna yang terkandung dalam hadits ini adalah dalam hal nasab mustahil akan terjadi pemutusan hubungan keturunan nabi saw kalau tidak dengan terputusnya nasab seorang anak dan tidak akan terputus nasab seorang anak kalau bukan disebabkan perkawinan syarifah dengan lelaki yang tidak menyambung nasabnya kepada nabi saw. Dan jika telah terjadi pemutusan hubungan tersebut, maka menurut hadits di atas Nabi Muhammad tidak akan memberi syafa’atnya kepada orang yang memutuskan hubungan keturunannya kepada Rasulullah melalui perkawinan syarifah dengan lelaki yang bukan sayid. Dalam berbagai buku sejarah telah tertulis bahwa khalifah Abu Bakar dan Umar bersungguh-sungguh untuk melamar Siti Fathimah dengan harapan keduanya menjadi menantu nabi. Al-Thabary dalam kitabnya yang berjudul Dzakhairul Uqbahalaman 30 mengetengahkan sebuah riwayat, bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq pernah meminang Siti Fathimah, oleh Rasulullah dijawab : ‘Allah belum menurunkan takdir-Nya’. Demikian pula jawaban Rasulullah kepada Umar bin Khattab ketika meminang Siti Fathimah ra.. Mengapa mereka ingin menjadi menantu nabi ? Dua orang sahabat itu meminang Fathimah, semata-mata ingin mempunyai hubungan kekerabatan dengan Rasulullah dan karena keutamaan-keutamaan yang diperoleh keluarga nabi menyebabkan mereka ingin sekali menjadi menantunya. Mereka mendengar Rasulullah bersabda : كلّ نسب وصهر ينقطع يوم القيامة إلا نسبي و صهري ‘Semua hubungan nasab dan shihr (kerabat sebab hubungan perkawinan) akan terputus pada hari kiamat kecuali nasab dan shihr-ku‘ Al-Baihaqi, Thabrani dan yang lain meriwayatkan bahwa ketika Umar bin Khattab ra meminang puteri Imam Ali ra yang bernama Ummu Kulsum, beliau berkata : ‘Aku tidak menginginkan kedudukan, tetapi saya pernah mendengar Rasulullah saw berkata : ‘Sebab dan nasab akan terputus pada hari kiyamat kecuali sababku dan nasabku. Semua anak yang dilahirkan ibunya bernasab kepada ayah mereka kecuali anak Fathimah, akulah ayah mereka dan kepadaku mereka bernasab.’ Selanjutnya Umar ra berkata lebih lanjut : Aku adalah sahabat beliau, dan dengan hidup bersama Ummu Kulsum aku ingin memperoleh hubungan sabab dan nasab (dengan Rasulullah saw)’. Sebuah hal yang ironis, orang lain saja (khalifah Abu Bakar dan khalifah Umar) ingin menjadi menantu nabi karena ingin mendapatkan keutamaan dan kemuliaan melalui perkawinan dengan keturunan Rasulullah saw , sebaliknya ada sebagian keturunan Rasulullah yang dengan sengaja melepas dan menghilangkan keutamaan dan kemuliaan itu pada diri dan keluarganya khususnya kepada keturunannya hanya karena mereka mengikuti nafsu untuk bebas memilih dan menikahkan anak perempuannya dengan seorang lelaki yang tidak sekufu’ (bukan sayyid). Seharusnya para keturunan Rasulullah yang hidup saat ini melipatgandakan rasa syukurnya kepada Allah, karena melalui kakeknya Nabi Muhammad saw mereka menjadi manusia yang memiliki keutamaan dan kemuliaan, bukan sebaliknya mereka kufur ni’mat atas apa yang mereka telah dapatkan dengan melepas keutamaan dan kemuliaan diri dan keturunannya melalui pernikahan yang mengabaikan kafa’ah nasab dalam perkawinan anak dan saudara perempuannya, yaitu dengan mengawinkan anak dan saudara perempuannya sebagai seorang syarifah dengan lelaki yang bukan sayyid. Sebelum pernikahan kedua manusia suci itu, Siti Fathimah pernah dilamar oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq. Lamaran tersebut tidak diterima oleh Rasulullah dengan alasan Allah swt belum menurunkan wahyu-Nya untuk menikahkan Siti Fathimah. Begitu pula dengan Umar bin Khattab, beliau juga melamar Siti Fathimah, akan tetapi lamaran itu pun tidak diterima Rasulullah dengan alasan yang sama ketika menolak lamaran Abu Bakar Ash-Shiddiq. Akan tetapi ketika Ali bin Abi Thalib melamar Siti Fathimah kepada Rasulullah, saat itu juga Rasulullah menerima lamaran Ali bin Abi Thalib dan Rasulullah berkata : ‘Selamat wahai Ali, karena Allah telah menikahkanmu dengan putriku Fathimah’. Secara selintas memang peristiwa tersebut merupakan pernikahan biasa yang dialami nabi sebagai seorang ayah, dan sebagai utusan Allah yang senantiasa menerima wahyu dari Tuhannya. Akan tetapi dibalik peristiwa itu, terkandung nilai-nilai yang disampaikan Allah kepada nabinya yaitu berupa hukum kafa’ah dalam perkawinan keluarga Rasulullah, dimana Allah mensyariatkan pernikahan Imam Ali bin Abi Thalib dan Siti Fathimah yang keduanya mempunyai hubungan darah dengan Rasulullah dan mempunyai keutamaan ganda yang tidak dimiliki oleh Abu Bakar dan Umar . Mereka adalah ahlul bait, dimana Allah telah menghilangkan dari segala macam kotoran dan membersihkan mereka dengan sesuci-sucinya. Generasi Nabi saw lahir dari putrinya Fathimah ra. Beliau sangat mencintai mereka, al-Hasan dan al-Husein disebut sebagai anaknya sendiri, bahkan kepada menantunya, suami dari Fathimah ra, Rasulullah saw mengatakan : ‘Seandainya Ali bin Abi Thalib tidak lahir ke bumi maka Fathimah tidak akan mendapatkan suami yang sepadan (sekufu’), demikian pula halnya dengan Ali, bila Fathimah tidak dilahirkan maka Ali bin Abi Thalib tidak pula akan menemukan istri yang sepadan (sekufu’), mereka dan anak-anaknya diriku dan diriku adalah diri mereka‘ Abu Abdillah Ja’far al-Shaddiq, mengatakan, ‘Seandainya Allah tidak menjadikan Amirul Mukminin (Imam Ali) maka tidak ada yang sepadan (sekufu’) bagi Fathimah di muka bumi, sejak Adam dan seterusnya’. Para ulama seperti Abu Hanifah, Imam Ahmad dan Imam Syafii dalam masalah kafa’ah sependapat dengan pendapat khalifah Umar bin Khattab yang mengatakan : لأمنعن فزوج ذوات الأحساب إلا من الأكفاء ‘Aku melarang wanita-wanita dari keturunan mulia (syarifah) menikah dengan lelaki yang tidak setaraf dengannya’. Menurut mazhab Syafii, Abu Hanifah dan Ahmad bin Hanbal, seorang wanita keturunan Bani Hasyim, tidak boleh dikawini oleh seorang laki-laki dari selain keturunan mereka kecuali disetujui oleh wanita itu sendiri serta seluruh keluarga (wali-walinya). Bahkan menurut sebagian ulama mazhab Ham HIDUP ISLAMI Selasa, 19 Januari 2010 Pernikahan sayid dan syarifah pernikahan itu punya ada ketentuan hukumnya yang diatur dalam syariat. adapun syarat nikah untuk kalangan biasa adalah : 1- Wali 2- Saksi 3- Mahar 4- Ijab 5- Qabul 6- Akil Baligh Jika tidak ada salah satu di antara 6 dari syarat nikah tersebut maka nikahnya terhukum FASKH (gugur) atau batal. Adapun untuk kalangan Alawiyyin hukum syarat nikahnya sebagai berikut : 1- Wali 2- Saksi 3- Mahar 4- Ijab 5- Qabul 6- Kafa'ah 7- Akil Baligh Jika kurang salah satu saja di antara 7 syarat maka nikahnya terhukum FASKH (gugur sah nikahnya). KAFA'AH adalah kewajiban syariat yang diberlakukan untuk seluruh Syarifah di muka bumi tanpa terkecuali. KAFA'AH yang berarti kesetaraan, kesepadanan, sekufu', atau kesamaan. Sebagaimana Sayyidah Fathimah Az Zahra yang menikah dengan Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Sebelum menikah dengan Ali bin Abi Thalib sejumlah sahabat besar mendatangi Rasulullah saw untuk melamar Fathimah Az Zahra seperti sahabat Abubakar As Shiddiq, Umar Khattab, dan bahkan Utsman bin Affan namun dengan tegas Rasulullah menolaknya dengan mengatakan, "Allah belum menurunkan perintahnya". Lalu datanglah Ali bin Abi Thalib ke kediaman Rasulullah untuk tujuan yang sama. Setelah menyampaikan maksud tujuannya kepada rasulullah maka Rasulullah spontan menerimanya. Jelas disana Allah telah menurunkan perintahnya dan menyetujui pernikahan Ali dan Fathimah. Dari kisah di atas dapat diambil sebuah kesimpulan berikut beberapa pertanyaan. Mengapa Rasulullah menolak menerima pinangan sahabat2 terbaiknya yang begitu banyak jasanya terhadap islam? Mengapa Rasulullah menunggu perintah langit hanya untuk sebuah pernikahan putrinya? Mengapa Nabi hanya memilih kerabat terdekatnya untuk menikahi putrinya? dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa "Fathimah tidak akan menikah seandainya tidak ada Ali dan Ali tidak akan menikah seandainya tidak ada Fathimah, Subhanallah. Dalam riwayat lain dikatakan bahwa sebelum Rasul saw melakukan kewajibannya sebagai suami dengan Khadijah beliau pergi ke Sidratul Muntaha untuk memakan buah surga sebagai bibit terbaik untuk melahirkan generasi. Setelah melakukan kewajiban tersebut maka lahirlah Fathimah. Dan Fathimah adalah satu2nya makhluk di dunia yang bahan penciptaannya bercampur antara sperma Nabi yang suci, sari buah surga, dan indung telur Khadijah yang mulia. Hingga setelah itu Fathimah ditakdirkan Allah menjadi manusia suci sesuci2nya (Al-Ahzab : 33) tidak heran jika Fathimah tidak pernah haidh dan tidak pernah mengalami nifas sepanjang hayatnya. Sementara Ali bin Abi Thalib dikenal dengan julukan KARRAMALLAHU WAJHAH (Allah memuliakan wajahnya). Apa sebab, karena Ali tidak pernah : 1- Menghadap (menyembah) kan wajahnya pada berhala. 2- Tidak pernah melihat kemaluan orang lain (termasuk istrinya sendiri) maupun kemaluannya sendiri. telah diketahui bahwa bagi setiap orang yang dalam keadaan berjunub (hadats besar) tidak diperbolehkan masuk ke dalam masjid, tapi berbeda untuk Ali. Rasul saw bersabda : "Tidak dihalalkan bagi org yg berjunub berada di dalam masjid kecuali saya (Rasul) dan Ali". Karena Ali memang termasuk di dalam Ahlul Bait yang telah disucikan Allah sesuci-sucinya (Al -Ahzab : 33) Untuk menyinambungkan kesucian tersebut agar jangan ternodai atau menghindari nilai kesucian tersebut dari terkontaminasinya dengan hal lain maka Rasulullah saw mengharamkan keluarga dan anak cucunya mengkonsumsi harta kotor seperti harta zakat dan shodaqoh. Hukum ini diterapkan agar jiwa anak cucu Nabi tetap steril jiwa dan raga. Maka para Sayyid dan Syarifah diwajibkan menikah di antara mereka agar jiwa yang bersih menikah dengan jiwa yang bersih demi terlahir regenerasi yg bersih pula. Sayyid hanya akan akan menikah dengan Syarifah karena hanya Syarifah lah satu2nya komunitas wanita di dunia yang memiliki hubungan kerabat dengan rasul sebagai manusia yang memiliki gen terbaik di muka bumi, begitu juga sebaliknya, Syarifah hanya akan menikah dengan Sayyid sebagai satu2nya pria di muka bumi yang memiliki hubungan kerabat dengan Nabi dan steril jiwa raga. Sebagai Rasul beliau mewarisi beberapa hal pada anak cucunya : - Kejeniusan - Ketampanan - Ilmu pengetahuan - Amanah - Kesabaran - Ketakwaan - Pemaaf - dll. Maka jika ada seorang Sayyid yang mewarisi sebagian karakter Nabi itu melakukan pernikahan silang seperti menikahi wanita akhwal maka ada ada beberapa resiko yang harus ditanggung oleh Sayyid tersebut maupun anak2 mereka. Contohnya seorang Sayyid bernama Ali menikah dengan Dewi. Dari hasil pernikahan silang ini profesor biologi mana yang bisa menjamin bahwa karakter si Sayyid tadi menurun 100% pada anak2nya? Lalu bagaimana jika justru yang menurun adalah karakter Dewi yang lebih dominan? Maka kelak dikemudian hari akan lahir regenerasi yang memiliki gelar Sayyid dan Syarifah tapi tidak mewakili karakter Nabi yang Masya Allah melainkan mewarisi genetik selain Nabi. Ketika seorang manusia dilahirkan sebagai Anak cucu Nabi maka inilah takdir dan nikmat yang patut disyukuri karena tidak semua orang bisa memperoleh predikat atau gelar demikian meskipun ia adalah seorang konglomerat yg memiliki segalanya, sebab walaupun dengan seluruh harta yang ia miliki ia tidak akan pernah bisa menjadi seorang Sayyid atau Syarifah. Maka bagi setiap manusia yang telah ditakdirkan Allah menjadi anak cucu Nabi-Nya bukanlah hanya diam berduduk diri atau main arisan, melainkan ada beban yang harus ditanggung atau dipikul sebagai kompensasi dari gelar "anak cucu Nabi" tadi. Mereka dilahirkan bukan tanpa fungsi, mereka ada untuk menjadi security ummat. Mereka adalah satpam dan polisi ummat. Jelas yang diharapkan dari mereka adalah figur seorang security yang steril jiwa dan raga. Terjaga makanan, prilaku, maupun pernikahannya. Jika para Sayyid menikah sembarangan bagaimana akan terlahir generasi terbaik di antara yang terbaik. Bagaimanapun juga para Sayyid dan Syarifah bukanlah terlahir dari tanah seperti yang lainnya. Mereka terlahir dari cahaya, karena Rasulullah diciptakan dari Nur (cahaya) Allah yang spesial sementara Nabi Adam dari tanah liat. Bagaimana mungkin pernikahan silang antara keturunan cahaya dan keturunan tanah bisa menghasilkan regenerasi terbaik?? Adapun syariat menentukan tentang hukum pernikahan yg FASKH sebagai berikut : Jika sebuah pernikahan seorang Syarifah tanpa dilandasi kafa'ah maka pernikahannya terhukum FASKH (gugur sah nikahnya) jika tetap dilanjutkan walaupun Wali wanita tersebut merestui maka tetap saja tidak berpengaruh dan terhukum FASKH. Selanjutnya jika tetap dilaksanakan pernikahan FASKH tersebut maka itu tidak bisa disebut dengan pernikahan melainkan perzinahan.... Syariat menentukan tentang hal-hal yang berkaitan dengan perzinahan, bahwa perzinahan adalah salah satu dosa besar. Jika terlahir anak dari hasil perzinahan maka syariat kembali menentukan hukumnya bahwa : 1- Anak zina tidak memperoleh waris 2- Anak zina tidak bisa diwalikan saat menikah oleh ayah biologisnya. 3- Anak zina tidak diperbolehkan menjadi imam sholat. 4- Anak zina tidak diperbolehkan menjadi pemimpin negeri. 5- Anak zina kalau lelaki diperbolehkan menikah dengan ibu kandungnya. 6- Anak zina jika wanita boleh menikah dengan ayah kandungnya. 7- Anak zina tidak diakui sebagai anak sebagaimana anak halal. Diposkan oleh Aman Shahab di 18.02 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Reaksi: 6 komentar: 1. elfizonanwar4 Oktober 2010 02.11 Dlm Al Quran yang menyebut 'ahlulbait', rasanya ada 3 (tiga) ayat dan 3 surat. 1. QS. 11:73: Para Malaikat itu berkata: "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan kebrkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait. Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah". Ayat ini jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya, maka makna 'ahlulbait' adalah isteri dari Nabi Ibrahim. 2. QS. 28:12: Dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusukan(nya) sebelum itu; maka berkatalah Saudara Musa: 'Maukahkamu aku tunjukkan kepadamu 'ahlulbait' yang akan memeliharanya untukmu, dan mereka dapat berlaku baik kepadanya? Ayat ini jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya, maka makna 'ahlulbait' adalah Ibu Nabi Musa As. atau ya Saudara Nabi Musa As. 3. QS. 33:33: "...Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu 'ahlulbait' dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya". Ayat ini jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya QS. 33: 28, 30 dan 32, maka makna ahlulbait adalah para isteri Nabi Muhammad SAW. Sedangkan sesudah ayar 33 yakni QS. 33:34, 37 dan 40 penggambaran ahlulbaitnya mencakup keluarga besar Nabi Muhammad SAW. isteri plus anak-anak beliau. Coba baca catatan kaki dari kitab: Al Quran dan Terjemahannya, maka ahlulbaik yaitu hanya ruang lingkup keluarga rumah tangga MUHAMMAD RASULULLAH SAW. Dan jika kita kaitkan dengan makna ketiga ayat di atas, maka ruang lingkup ahlul bait tsb. menjadi: 1. Kedua orang tua Saidina Muhammad SAW, sayangnya kedua orang tua beliau ini disaat Saidina Muhammad SAW diangkat sbg 'nabi' sudah meninggal terlebih dahulu. 2. Saudara kandung Saidina Muhammad SAW, tapi sayangnya saudara kandung beliau ini tak ada karena beliau 'anak tunggal' dari Bapak Abdullah dengan Ibu Aminah. 3. Isteri-isteri beliau. 4. Anak-anak beliau baik perempuan maupun laki-laki. Khusus anak lelaki beliau, sayangnya tak ada yang hidup sampai anaknya dewasa, sehingga anak lelakinya tak meninggalkan keturunan. Seandainya ada anak lelaki beliau yang berkeluarga, ada anak lelaki pula, wah ini masalah pewaris tahta 'ahlul bait' akan semakin seru. Inilah salah satu mukjizat, mengapa Saidina Muhammad SAW tak diberi oleh Allah SWT anak lelaki sampai dewasa dan berketurunan. Pasti, perebutan tahta ahlul baitnya dahsyat jadinya. Bagaimana tentang pewaris tahta 'ahlul bait' dari Bunda Fatimah?. Ya jika merujuk pada QS. 33:4-5, jelas bahwa Islam tidak mengambil garis nasab dari perempuan kecuali bagi Nabi Isa Al Masih yakni bin Maryam. Lalu, apakah anak Bunda Fatimah dengan Saidina Ali boleh kita nasabkan kepada Bunda Fatimah, ya jika merujuk pada Al Quran tidak bisalah. Kalaupun kita paksakan, bahwa anak Bunda Fatimah juga ahlul bait, maka karena kita mau mengambil garis dari perempuannya (Bunda Fatimah), seharusnya pemegang waris tahta ahlul bait diambil dari anak perempuannya seperti Zainab, bukan Hasan dan Husein sbg penerima warisnya. Jadi tidak sistim nasab itu berzigzag, setelah nasab perempuan lalu lari kembali ke nasab laki-laki. Bagaimana Saidina Ali bin Abi Thalib, anak paman Saidina Muhammad SAW, ya jika merujuk pada ayat-ayat ahlul bait pastilah beliau bukan termasuk kelompok ahlul bait. Jadi, anak Saidina Ali bin Abi Thalib baik anak lelakinya mapun perempuan, otomatis tidaklah dapat mewarisi tahta 'ahlul bait'. Kesimpulan dari tulisan di atas, maka pewaris tahta 'ahlul bait' yang terakhir hanyalah bunda Fatimah, sementara anaknya Saidina Hasan dan Husein bukan lagi pewaris dari tahta AHLUL BAIT. Ya jika Saidina Hasan dan Husein saja bukan Ahlul Bait, pastilah anak-anaknya otomatis bukan pewaris Ahlul Bait juga. Tutuplah debat masalah Ahlul Bait ini, karena fihak-fihak yang mengklaim mereka keturunan ahlul bait itu sebenarnya tidak ada karena tahta ahlul bait memang tak diwariskan lagi. BalasHapus Balasan 1. M. Mochtar5 Maret 2012 11.47 Alhamdulillah saya sangat terbantu dengan jawaban anda, saya pengetahuan tentang ini sangat minim sekali, karena saya seorang Mualaf, mohon dibalas/dijawab pertanyaan saya berikut dengan segala kerendahan hati dan segala rasa hormat saya. saya bukan mau mencari pembelaan, bukan mau menghakimi suatu lingkup, hanya ingin mendapat jawaban yang benar2 ikhlas, InsyaAllah jika anda menjawab ini mungkin jawaban dari doa saya selama ini. Pertanyaan saya adalah sebagai berikut : 1. Mengapa masih ada yang menggunakan hal tersebut, sebagai tradisi/adat? sampai dengan saat ini? 2. Yang terjadi faktanya adalah banyak wanita yang harus mempertahankan garis keturunan tersebut dengan dipaksa menikah, jika tidak mendapatkan sayyid tidak mendapat restu, di tentang seluruh keluarga, dan tidak menikah sama sekali, beranggapan memang tidak ada jodohnya. 3. Apakah yang mendapat syafaat dari Bagina Sayidina Muhammad SAW hanya lingkup keturunan Sayyid dan syarifah? bagaimana dengan pengikut Baginda Sayidina Muhammad SAW yang lain? 4. Apakah tidak mendapat restu dari orang tua/wali langsung hukumnya neraka? karena memilih pasangan di luar Sayyid/Syarifah? 5. Apakah kenyataannya di jaman sekarang ini sayyid dengan segala kelakuan buruk, kelakuan yang tidak pantas, menganggap rendah wanita itu masih bisa meneruskan maksud dan tujuan dari sayyid tersebut?? 6. Apakah menikah diluar sayyid/syarifah itu haram??? kenapa semua ujung2nya mohon maaf hanya materi dunia semata??? 7. Apakah hanya dengan paksaan dan penderitaan karena mempertahankan sayyid/syarifah itu bisa bahagia??? 8. Bukankah menikah itu berdasarkan hati? 9. Apakah menjamin bahwa semua Sayyid/syafrifah itu bersifat seperti Baginda Muhammad SAW 10. Apakah jodoh itu dipaksakan????? mungkin itu pertanyaan saya, sekali lagi saya bukan menghakimi semua golongan ini, hanya contoh nyata beberapa di kehidupan nyata seperti sekarang ini, sekali lagi maaf. Terima kasih atas perhatiannya Namun mengenai lukisan orang shalih ada dua tafsil dalam pembenarannya, yg pertama bahwa pendapat Mu?tamad bahwa yg diharamkan adalah lukisan yg menggambar seluruh tubuh, maka tidak menjadi larangan bila lukisan itu hanya wajah atau setengah badan. Yg kedua adalah bahwa larangan lukisan sebagaimana diriwayatkan pula pada shahihain Bukhari dan muslim , bahwa perihal pelarangan adalah karena di zaman jahiliyah mereka melukis tuhan tuhan berhala mereka, dan para nabi untuk disembah, maka yg dilarang adalah melukis sesuatu yg disejajarkan dengan Allah swt, demikian pula melukis makhluk hidup yg mempunyai ruh karena mengingatkan kepada keduniawian, para ulama juga menjelaskan bahwa lukisan yg dilarang adalah melukis seluruh tubuh sempurna, bila hanya wajah, atau setengah badan maka itu tidak termasuk hukum melukis Dzi Ruh (tubuh yg memiliki ruh) 2. Anjing dan babi adalah najis mughalladhah (berat) cara menyucikannya adalah dibasuh dengan tujuh kali basuhan yang mana salah satu basuhan tadi dicampur dengan tanah. 3. Amalan untuk mempermudah hafalan, tentunya yang pertama harus meninggalkan maksiat dan kemungkaran. dan selanjutnya silahkan anda memperbanyak baca doa : * “ يَا مُبْدِئُ يَا خَالِقْ “ sebanyak 100 kali setiap hari setelah shalat Subuh. * Membaca bacaan berikut setiap pagi dan sore sebanyak 3 kali : اَللّهُمَّ اجْعَلْ نَفْسِي مُطْمَئِنَّةً، تُؤْمِنُ بِلِقَائِكْ، وَتَقْنَعُ بِعَطَائِكْ، وَتَرْضَى بِقَضَائِكْ Sayyiduna Ali bin Abi Tahlib berkata : Tiga amalan dapat mempermudah hafalan Dan menghilangkan dahak di tenggorokan Ialah siwak, puasa dan membaca al-Qur’an 232. Pengirim: ihsan - Kota: Jl Bromo malang - Kategori: Adab dan Muamalah Tanggal: 25/01/2010 Pertanyaan: Assalamualaikum wr wb bib...hukumnya makan belut bagaimana? wassalamualaikum wr wb Jawaban: Belut hukumnya halal. boleh dimakan 233. Pengirim: rogaya - Kota: jakarta - Kategori: Fiqh Nikah Tanggal: 24/01/2010 Pertanyaan: assalamualaikum wr.wb ,semoga allah senantiasa merahmati habib dan sekeluarga.1.bagaimana hukumnya bila seorang syarifah menikah dengan seorang ahwal dan apa mudhorotnya sebelumnya terima kasih banyak ya habib mohon jawabannya Jawaban: Imam Syafii dan Madzhab Syafii berpendapat pernikahan antara keturunan Rasul saw dengan yg bukan dzurriyah adalah tidak kufu` (sederajat), Imam Syafii juga menganggap tidak kufu pernikahan antara orang miskin dan orang kaya, mengapa?, jangan berprasangka buruk dulu terhadap Imam besar ini, sungguh Imam Syafii melihat seorang pria miskin menikahi wanita kaya, maka ia tak akan mampu menutupi kebutuhan istrinya, maka istri harus menahan diri dan tersiksa demi menyesuaikan diri dg pria/suami yg miskin, disinilah Imam syafii mengatakan pernikahanya tidak kufu`, demi menjaga kelangsungan asri nya rumah tangga itu sendiri. dan juga pernikahan wanita syarifah dg pria yg bukan dzurriyyah akan memutus jalur keturunan Rasul saw, semestinya keturunan Rasul saw dilestarikan dan dijaga, sebagaimana firman Allah swt : "Katakanlah wahai Muhammad, aku tak meminta pada kalian upah bayaran atas jasa ini, terkecuali kasih sayang kalian pada keluargaku" (QS Assyuura 23). Alangkah sedihnya Sayyidah Fathimah jika wanita keturunannya melahirkan anak yang bukan dzurriyah Nabi SAW, karena si wanita itu menikah bukan dengan keturunan Nabi SAW. tetapi jika memang telah terjadi pernikahan wanita syarifah dg pria yg bukan Dzurriyyah maka pernikahan itu tetap sah bila walinya setuju dan wanita itu sendiri setuju, namun ada pendapat yg mengatakan yg dimaksud walinya adalah bukan ayahnya saja, tapi semua dzurriyah yg ada dimuka bumi, namun pendapat yg mu`tamad (dipegang) oleh ulama kita saat ini adalah cukup disetujui oleh wanita tsb dan walinya. 234. Pengirim: a najib - Kota: bogor - Kategori: Fiqh Ibadah Tanggal: 24/01/2010 Pertanyaan: Assalamu`alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh Semoga Habib & keluarga selalu dirahmati Allah SWT. saya mau bertanya mengenai shalat sunat. apakah qobliyah subuh sama dengan solat sunat fajar. kalo beda, yang mana yang menurut hadist bahwa shalat sunat sebelum fajar lebih baik dari dunia & isinya? tolong penjelasannya. Jawaban: Dalam literatur fiqih disebutkan bahwa shalat sunnah qabliyah subuh itu adalah shalat sunnah fajar. Jadi hadits dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan isinya, yang dimaksud adalah shalat sunnah qabliyah subuh. 235. Pengirim: nur salim - Kota: bandar lampung - Kategori: Alquran dan Tafsir Tanggal: 24/01/2010 Pertanyaan: apakah dalam sural al-`araf ayat 205 itu benar dalil yang tidak memperbolehkan dzikir jahr?mohon di jelaskan dan di ber4iakn dalilnya? Jawaban: Disunnahkan bagi orang-orang yang selesai mendirikan shalat berjama’ah untuk mengangkat suaranya dalam berdzikir secara berjama’ah. Hal tersebut didasarkan pada hadits Sayyidina Abdullah bin Abbas ra, beliau berkata, “Sesungguhnya mengangkat suara dalam dzikir ketika orang-orang telah selesai dari shalat fardhu itu terjadi pada masa Rasulullah SAW.” [HR. Imam Bukhori dan Imam Muslim] Al-Hafizh Ibnu Hajar rah.a mengatakan dalam Fat-hul Bari, “Dalam hadits tersebut terkandung makna bolehnya mengeraskan dzikir setelah mendirikan shalat.” Adapun hadits “Irba’uu ‘alaa anfusikum fa innakum laa tad’uuna ashomma wa laa ghaa-iba” menjelaskan larangan mengangkat suara ketika berdzikir sambil berjalan-jalan dan bukan ketika berjama’ah di suatu majelis. Jika menjahr dzikir itu di larang, lalu bagaimana dengan takbiran yang dilakukan pada hari ‘Id? Syaddad bin Aus ra juga meriwayatkan, dan dibenarkan oleh Ubadah bin Ash-Shamit, dia berkata: Kami berada di sisi Rasulullah SAW ketika beliau bersabda, “Adakah di antara kalian orang yang asing?” Kami menjawab, “Tidak ada yaa Rasulullah.” Lalu beliau memerintahkan untuk mengunci pintu, lalu bersabda, “Angkatlah kedua tangan kalian, lalu ucapkanlah LAA ILAAHA ILLALLAAH.” Kami pun mengangkat kedua tangan kami sesaat. Kemudian Rasulullah SAW meletakkan tangannya dan bersabda, “Al-hamdu lillaah, yaa Allaah, sesungguhnya Engkau telah mengutusku dengan (mengemban) kalimat (tauhid) ini. Engkau memerintahkan aku untuk mengamalkannya, dan Engkau menjanjikan surga bagiku karenanya. Sesungguhnya Engkau tidak mengingkari janji.” Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Bergembiralah, karena sesungguhnya Allah telah mengampuni dosa-dosa kalian.” [HR. Imam Ahmad, Imam Thabrani, Al-Bazzar, Imam Al-Hakim] Banyak lagi hadits shahih yang mengungkapkan masalah mengangkat suara dalam dzikir berjama’ah. Jadi, tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa hal ini adalah perkara bid’ah. 236. Pengirim: binti achmad - Kota: pasuruan - Kategori: Adab dan Muamalah Tanggal: 22/01/2010 Pertanyaan: Assalamualaikum habib, semoga Allah senantiasa Merahmati habib sekeluarga. 1.Saat saya SMA saya biasa ngaji di lingkungan pondok, Kemudian saat kuliah saya mengenal pemahaman yang berbeda, misalnya amalan yang menganjurkan tidak tahlilan, sholawat nariyah dst.saya belajar banyak dari mereka tentang menutup aurot yang syar`i, sholat yang terjaga,pergaulan dg lawan jenis yang selama ini tidak saya rasakan saat sama temen2 dari pondok.Habib gimana seharusnya saya menempatkan diri,secara pergaulan saya cocok dengan mereka tetapi dlam hal ibadah saya ndk bisa ikut pemahaman mereka. 2.Meminjam barang yang kita anggap remeh punya saudara serumah tanpa tanpa izin apakah termasuk ghosob?Jazakumulloh atas nasehat dan jawabannya. Jawaban: 1. Di dalam setiap kita duduk atau berkumpul bersama seseorang, maka kita harus mengambil yang baik dan menaggalkan yang kurang baik. Artinya anda tetap menjaga aurat dan pergaulan dengan lawan jenis juga tidak meninggalkan tahlil dan shalawat yang sudah biasa dilakukan. Memang kadang ada orang yang tidak menyukai sesuatu dengan alasan tertentu. tetapi bukan berarti apa yang dikatakannya itulah yang paling benar. Adapun tahlilan seperti yang biasa dilakukan, hal itu tidak ada masalah, malahan kalau kita datang dengan niat yang baik, itu berpahala, karena disana kita berdzikir, berdoa dan bersilaturrahmi dengan saudara-saudara kita. Serta mendoakan orang-orang yang telah mendahului kita. 2. Memang kita tidak boleh menganggap remeh hal yang seperti itu, jadi harus tetap minta izin, jika tidak maka bisa dikatakan ghasab. kecuali jika kita sudah mengetahui dan yakin bahwa empunya barang itu pasti rela/ridho barangnya dipakai walaupun tanpa izin. (`ulima ridhahu). Wallahu a`lam 237. Pengirim: nisa - Kota: pasuruan - Kategori: Adab dan Muamalah Tanggal: 22/01/2010 Pertanyaan: Assalamualaikum, Semoga habib sekeluarga selalu disayang Allah.Habib saya mau tanya, 1.jika seseorang bersumpah tapi dlam hati karena dalam keadaan emosi hukumnya sah? 2. Bib, sekarang disekolah2 SMP dan SMA ada target kelulusan untuk klas 3.sekolah2 plosok/ swasta kondisi siswa dan sekolahnya sangat sulit untuk memenuhi target tsb.sudah ada usulan pada pemerintah agar ujian akhir tidak dijadikan patokan lulusan, tapi pemerintah tidak menyetujui. Akhirnya saat ini sudah jadi rahasia umum ujian anak2 ada campur tangan dari tim sukses atau diberi bocoran jawaban.alasannya ini hanya untuk dapat ijasah, bukan untuk transfer ilmu dan jika tidak maka satu sekolah bisa tidak lulus semua. gimana hukumnya bib? jazakumullohukhoiron katsiro atas jawabannya Jawaban: 1. Bersumpah dalam hati tidak sah artinya seperti tidak ada sumpah. 2. Membocorkan suatu rahasia tetap suatu perbuatan tercela. Bahakn bisa dikatakan khianat. Oleh karena itu hendaknya dihindari dan tetap murid-murid belajar dengan baik dan tekun agar ujian dapat dikerjakannya dengan baik. Atau jika memang ujian nasional dianggap memberatkan, kita tetap dapat mengajukan kepada pemerintah. bukankah ada wakil rakyat disana. itulah kewajiban mereka untuk menyampaikan keluhan masyarakat dan memberikan solusi yang terbaik. 238. Pengirim: Muhammad Iwan - Kota: Malang - Kategori: Fiqh Ibadah Tanggal: 20/01/2010 Pertanyaan: Ass... Mdh2 Ustadz Al-Habib Sholeh beserta klrg&pr murid sll dlm keadaan sehat wal`afiat Amin. Ustadz sy mau menanyakn kesunnahn memotong kuku,dmulai dr tgn knn ke tgn kri&kaki knn ke kaki kiri.Tapi utk jari tgn knn-kiri & jari kaki knn-kiri,yg baik urutan awal-akhirnya dimulai dr yg mn dulu? Mdh2 ALLAH SWT mmbls smua kebaikn2 Habib Sholeh yg sll mnjadi spirit bagi khdpn kami,Amin. Jawaban: Munurut Imam Al Ghazali kesunnahan memotong kuku sebagai berikut : Kuku jari tangan. Dimulai dari telunjuk tangan kanan, terus ke jari tengah, jari manis dan kelingking. kemudian kelingking tangan kiri, jari manis kiri, jari tengah, telunjuk dan jempol kiri, baru terakhir jempol kanan. Kuku jari kaki. Dimulai kelingking kanan terus sampai jempol kanan, lalu jempol kiri terus sampai kelingking kiri. Wallahu a`lam 239. Pengirim: a najib h - Kota: bogor - Kategori: Umum (Lain-lain) Tanggal: 20/01/2010 Pertanyaan: Assalamu`alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh. Habib yang di mulyakan Allah SWT, usia saya sudah lebih dari cukup untuk melakukan pernikahan. tetapi sampai sekarang saya masih belum bisa melakukan sunnah Nabi SAW tsb. Saya harap habib berkenan mendoakan agar dimudahkan bagi saya untuk bertemu jodoh saya dan menikah. kalau memang ada, doa atau amalan apa yang bisa saya kerjakan untuk untuk urusan tsb sekaligus saya harap ijazahnya akan amalan tsb. Terimakasih, Semoga Allah SWT membalas kebaikan Habib dengan berlipat-lipat kebaikan untuk Habib dan Keluarga di dunia dan akhirat. Wassalamu`alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh. Jawaban: Masalah jodoh yang menentukan adalah Allah Pencipta kita. Tetapi manusia juga dituntut untuk ikhtiar (berusaha). oleh karenanya hendaknya anda melakukan istikharah meminta pilihan yang terbaik kepada Allah SWT. Mungkin perlu kiranya sebelumnya anda berkonsultasi dengan orang tua atau guru anda. Barangkali mereka memiliki pandangan yang terbaik buat anda. Musyawarah sangat diperlukan terutama dalam masalah ini. kita tidak menginginkan ada sesuatu yang buruk yang terjadi nantinya. Banyaklah berdoa kepada Allah Yang Maha Mulia dan Maha Pemurah. Dia akan mendengarkan panjatan doa hamba-Nya terutama di waktu sahar (sebelum subuh) sambil qiyamullail. Insya Allah hajat anda dimudahkan dan segera mendapatkan pilihan anda. Amin Mengenai amalan, silahkan anda banyak membaca ayat ke 24 dari surat Al Qashash. dibaca 129 kali setiap sebelum fajar/subuh. Insya Allah dimudahkan dalam urusan nikah. Wallahu A`lam PROFIL MAJLIS TA'LIM » Halaman Utama » Biografi Al 'Allamah Al Muhaddits As Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki Al Hasani » Biografi Al Ustadz Al Habib Sholeh bin Ahmad Al Aydrus » Home Fiqih Nikah 1168. BOLEHKAH SEORANG SYARIFAH MENIKAH DENGAN BUKAN KETURUNAN DZURIAT NABI 1168. BOLEHKAH SEORANG SYARIFAH MENIKAH DENGAN BUKAN KETURUNAN DZURIAT NABI Jumat, 24 Februari 20120 komentar PERTANYAAN : Jauhar Nur Lathiefah assalamulaikum...mau tanya.*apakah boleh seorang syarifah dinikahkan/dinikahi/menikah dngan laki2 yg bukan juriat nabi kita. Mohon penjelasan.beserta ibaroh nya. JAWABAN : Mbah Jenggot II إعانة الطالبين – (ج 3 / ص 377) فصل في الكفاءة أي في بيان خصال الكفاءة المعتبرة في النكاح لدفع العار والضرر . وهي لغة: التساوي والتعادل. واصطلاحا أمر يوجب عدمه عارا. وضابطها مساواة الزوج للزوجة في كمال أو خسة ما عدا السلامة من عيوب النكاح (قوله: وهي) أي الكفاءة. وقوله معتبرة في النكاح لا لصحته: أي غالبا، فلا ينافي أنها قد تعتبر للصحة، كما في التزويج بالاجبار، وعبارة التحفة: وهي معتبرة في النكاح لا لصحته مطلقا بل حيث لا رضا من المرأة وحدها في جب ولا عنة ومع وليها الاقرب فقط فيما عداهما. اه. ومثله في النهاية وقوله بل حيث لا رضا، مقابل قوله لا لصحته مطلقا، فكأنه قيل لا تعتبر للصحة على الاطلاق وإنما تعتبر حيث لا رضا. اه. ع ش. (والحاصل) الكفاءة تعتبر شرط للصحة عند عدم الرضا، وإلا فليست شرطا لها Kafaah : >>Iffah (menjaga terhadap agama). Orang fasiq (terus menerus berbuat dosa kecil atau pernah berbuat dosa besar) tidak sekufu’ dengan orang yang adil. >>Terbebas dari segala aib yang bisa menetapkan hak khiyar, seperti gila, lepra, atau penyakit belang. >>Merdeka/budak. Seorang budak tidak sekufu’ dengan orang yang merdeka. >>Nasab. Orang ‘ajam tidak sekufu’ dengan orang arab, orang arab yang bukan kaum quraisy (golongan bani Hasyim dan Abdi Manaf) tidak sekufu’ dengan orang quraisy dan selain keturunan dari sydt Fatimah (selain keturunan syd Hasan dan syd Husein) tidak sekufu’ dengan keturunan beliau. >>Hirfah (pekerjaan). Orang yang pekerjaannya rendahan seperti yang berkaitan dengan najis (tukang bekam/cantuk, tukang sampah atau tukang jagal) tidak sekufu’ dengan pedagang. Namun sebagian ulama’ tidaklah memandang pekerjaan sebagai salah satu factor penetapan kafaah. Mbah Singo Dimejo ﻓﺘﺢ ﺍﻟﺒﺎﺭﻱ ﺷﺮﺡ ﺻﺤﻴﺢ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱﺩﺍﺭﺍﻟﺮﻳﺎﻥ ﻟﻠﺘﺮﺍﺙﺳﻨﺔ ﺍﻟﻨﺸﺮ1407 :ﻫـ 1986 /ﻡ ﺑﺎﺏ ﺍﻷﻛﻔﺎﺀ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﻳﻦ . ﻭﺍﻋﺘﺒﺮ ﺍﻟﻜﻔﺎﺀﺓ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺴﺐ ﺍﻟﺠﻤﻬﻮﺭ ، ﻭﻗﺎﻝ ﺃﺑﻮﺣﻨﻴﻔﺔ : ﻗﺮﻳﺶ ﺃﻛﻔﺎﺀ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﺑﻌﻀﺎ ، ﻭﺍﻟﻌﺮﺏ ﻛﺬﻟﻚ ، ﻭﻟﻴﺲﺃﺣﺪ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﺮﺏ ﻛﻔﺄ ﻟﻘﺮﻳﺶ ﻛﻤﺎ ﻟﻴﺲ ﺃﺣﺪ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﻌﺮﺏﻛﻔﺄ ﻟﻠﻌﺮﺏ ، ﻭﻫﻮ ﻭﺟﻪ ﻟﻠﺸﺎﻓﻌﻴﺔ ﻭﺍﻟﺼﺤﻴﺢ ﺗﻘﺪﻳﻢ ﺑﻨﻲ ﻫﺎﺷﻢﻭﺍﻟﻤﻄﻠﺐ ﻋﻠﻰ ﻏﻴﺮﻫﻢ ، ﻭﻣﻦ ﻋﺪﺍ ﻫـﺆﻻﺀ ﺃﻛﻔﺎﺀ ﺑﻌﻀﻬﻢﻟﺒﻌﺾ ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﺜﻮﺭﻱ : ﺇﺫﺍ ﻧﻜﺢ ﺍﻟﻤﻮﻟﻰ ﺍﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ﻳﻔﺴﺦ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ،ﻭﺑﻪ ﻗﺎﻝ ﺃﺣﻤﺪ ﻓﻲ ﺭﻭﺍﻳﺔ . ﻭﺗﻮﺳﻂ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﻓﻘﺎﻝ : ﻟﻴﺲ ﻧﻜﺎﺡﻏﻴﺮ ﺍﻷﻛﻔﺎﺀ ﺣﺮﺍﻣﺎ ﻓﺄﺭﺩ ﺑﻪ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ، ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻫـﻮ ﺗﻘﺼﻴﺮ ﺑﺎﻟﻤﺮﺃﺓﻭﺍﻷﻭﻟﻴﺎﺀ ، ﻓﺈﺫﺍ ﺭﺿﻮﺍ ﺻﺢ ﻭﻳﻜﻮﻥ ﺣﻘﺎ ﻟﻬﻢ ﺗﺮﻛﻮﻩ ، ﻓﻠﻮ ﺭﺿﻮﺍﺇﻻ ﻭﺍﺣﺪﺍ ﻓﻠﻪ ﻓﺴﺨﻪ . >> Abdullah Afif KAFAA`AH sebagaimana dalam kitab I'anah 3/330: وهي لغة: التساوي والتعادل. واصطلاحا أمر يوجب عدمه عارا. وضابطها مساواة الزوج للزوجة في كمال أو خسة ما عدا السلامة من عيوب النكاح WA HIYA LUGHATAN ATTASAAWII WATTA'AADULUWA ISTHILAAHAN AMRUN YUUJIBU 'ADAMUHUU 'AARANWA DHAABITHUHAA MUSAAWAATU AZZAUJI LIZZAUJATI FII KAMAALIN AU KHISSATIN MAA 'ADAA ASSALAAMATA MIN 'UYUUBINNIKAAHI KAFAA`AH menurut bahasa yaitu sama atau seimbang , KAFAA`AH menurut istilah adalah : perkara yang dapat menimbulkan aib jika perkara itu tidak ada.adapun 'pelanggerane' KAFAA`AH yaitu: persamaan suami terhadap isteri dalam kesempurnaan atau kerendahan, selain selamat dari 'uyuubinnikaah فصل في الكفاءة وهي معتبرة في النكاح لا لصحته، بل لأنها حق للمرأة والولي فلهما إسقاطها FASHLUN FIL KAFAA`AHWA HIYA MU'TABARATUN FINNIKAAHI LAA LISHIHHATIHIIBAL LI ANNAHAA HAQQUN LIL MAR`ATI WAL WALIYYI FALAHUMAA ISQAATHUHUMAA. KAFAA'AH diperhitungkan dalam nikah, bukan untuk keabsahannya,karena KAFAA`AH adalah haq wanita dan wali maka bagi keduanya boleh menggugurkannya Sumber:Fat-hul Mu'in / Hamisy I'anah 3/330 dalam I'anahnya: (والحاصل) الكفاءة تعتبر شرطا للصحة عند عدم الرضا، وإلا فليست شرطا لها WAL HAASHIL AL KAFAA`ATU TU'TABARU SYARTHAN LISHSHIHHATI 'INDA 'ADAMIRRIDHAA WA ILLAA FALAISAT SYARTHAN LAHAA Walhasil KAFAA`AH diperhitungkan sebagai syarat sah ketika tidak adanya ridha, jika ada ridha maka KAFAA`AH bukan syarat adapun ta'bir Bughyatul Mustarsyidin halaman 210, disana ada dua pendapat. Pertama:Sama dengan ta'bir Fat-hul Mu'in / I'anah diatas,ta'birnya sbb:. ونحوه في (ي) وزاد: إذ الكفاءة في النسب على أربع درجات: العرب وقريش وبنو هاشم والمطلب، وأولاد فاطمة الزهراء بنو الحسنين الشريفين رضوان الله عليهم، فلا تكافؤ بين درجة وما بعدها، وحينئذ إن زوجها الولي برضاها ورضا من في درجته صح، أو الحاكم فلا وإن رضيت ....IDZIL KAFAA`ATU FINNASABI 'ALAA ARBA'I DARAJAATIN , AL 'AARABU WA QURAISYUN WA BANUU HAASYIMIN WAL MUTHTHALIBI WA AULAADU FAATHIMATA AZZAHRAA`I BANUU ALHASANAINI ASYSYARIIFAINI RIDHWAANULLAAHI 'ALAIHIMFA LAA TAKAAFU`A BAINA DARAJATIN WA MAA BA'DAHAA WA HIINA`IDZIN IN ZAWWAJAHAA AL WALIYYU BIRIDHAAHAA WA RIDHAA MAN FII DARAJATIHII SHAHHA AU AL HAAKIMU FALAA WA IN RADHIYAT karena KAFAA`AH dalam nasab atas empat derajat:- arab- quraisy- bani hasyim dan muthalib- putera-putera Fathimah az Zahra, keturunan Hasan dan Husein asysyarifain ridhwaanullah 'alaihimmaka tidak ada KAFAA`AH antara satu derajat dengan derajat sesudahnya (derajat dibawahnya)ketika tidak ada KAFAA`AH, jika wali menikahkan syarifah tanpa ridha syarifah tsb dan tanpa ridha orang yang sederajat dengan wali maka sah, atau hakim yang menikahkannya maka tidak sah meskipun syarifah tsb ridha Kedua:Tidak boleh meskipun ada ridha dari syarifah dan walinyata'birnya sbb: مسألة): شريفة علوية خطبها غير شريف فلا أرى جواز النكاح وإن رضيت ورضي وليها، لأن هذا النسب الشريف الصحيح لا يسامى ولا يرام SYARIIFATUN 'ALAWIYYATUN KHATHABAHAA GHAIRU SYARIIFIN FA LAA ARAA JAWAAZANNIKAAHI WA IN RADHIYAT WA RADHIYA WALIYYUHAA... syarifah alawiyyah dipinang oleh bukan syarif maka saya tidak berpendapat bolehnya nikah meskipun syarifah tsb dan walinya ridha ...... Catatan: ta'bir Bughyah yang pertama sama dengan ta'bir Mughnil Muhtaj 12/196 berikut: وَحِينَئِذٍ فَإِذَا ( زَوَّجَهَا الْوَلِيُّ ) الْمُنْفَرِدُ كَأَبٍ أَوْ عَمٍّ ( غَيْرَ كُفْءٍ بِرِضَاهَا أَوْ ) زَوَّجَهَا ( بَعْضُ الْأَوْلِيَاءِ الْمُسْتَوِينَ ) كَإِخْوَةٍ وَأَعْمَامٍ ( بِرِضَاهَا وَرِضَا الْبَاقِينَ ) مِمَّنْ فِي دَرَجَتِهِ غَيْرَ كُفْءٍ ( صَحَّ ) التَّزْوِيجُ Wallaahu A'lam...Mohon dikoreksi Adapun dalam madzhab Maliki KAFAA`AH diperhitungkan hanya dalam agama. Dalam kitab 'Umdatul Mufti wal Mustafti 3/119 (lisysyaikh Muhammad ibn 'abdirrahmaan al Ahdal) dijelaskan sbb: مسألة : ذهب الإمام مالك الى ان اعتبار الكفاءة مختص بالدين وانه لا مدخل للنسب فيها ، وروي هذا عن ابن مسعود وعمر وزيد بن علي وعمر بن عبد العزيز، وهو مذهب البخاري وقول للشافعي، قال الزركشي: وهذا القول قوي الدليل وقد نصره الأصطخري Wallaahu A'lam >> Muhammad Ahmad Berikut kufu dalam madzhab Imam Ahmad: اختلفت الرواية عن أحمد في اشتراط الكفاءة لصحة النكاح ، فروي عنه أنها شرط له . قال : إذا تزوج المولى العربية فرق بينهما . وهذا قول سفيان وقال أحمد في الرجل يشرب الشراب : ما هو بكفء لها ، يفرق بينهما . وقال : لو كان المتزوج حائكا فرقت بينهما ; لقول عمر رضي الله عنه : لأمنعن فروج ذوات الأحساب ، إلا من الأكفاء . رواه الخلال بإسناده . وعن أبي إسحاق الهمداني قال : خرج سلمان وجرير في سفر ، فأقيمت الصلاة ، فقال جرير لسلمان : تقدم أنت . قال سلمان : بل أنت تقدم ، فإنكم معشر العرب لا يتقدم عليكم في صلاتكم ، ولا تنكح نساؤكم ، إن الله فضلكم علينا بمحمد صلى الله عليه وسلم وجعله فيكم . ولأن التزويج ، مع فقد الكفاءة ، تصرف في حق من يحدث من الأولياء بغير إذنه ، فلم يصح ، كما لو زوجها بغير إذنها . وقد روي أن النبي صلى الله عليه وسلم قال { لا تنكحوا النساء إلا من الأكفاء ، ولا يزوجهن إلا الأولياء } . رواه الدارقطني ، إلا أن ابن عبد البر قال : هذا ضعيف ، لا أصل له ، ولا يحتج بمثله . والرواية الثانية عن أحمد أنها ليست شرطا في النكاح . وهذا قول أكثر أهل العلم . روي نحو هذا عن عمر وابن مسعود وعمر بن عبد العزيز ، وعبيد بن عمير وحماد بن أبي سليمان وابن سيرين وابن عون ومالك والشافعي وأصحاب الرأي ; لقوله تعالى : { إن أكرمكم عند الله أتقاكم } إلى أن قال والثانية ، هو صحيح ; بدليل أن المرأة التي رفعت إلى النبي صلى الله عليه وسلم أن أباها زوجها من غير كفئها خيرها ، ولم يبطل النكاح من أصله . ولأن العقد وقع بالإذن ، والنقص الموجود فيه لا يمنع صحته ، وإنما يثبت الخيار ، كالعيب من العنة وغيرها . فعلى هذه الرواية لمن لم يرض الفسخ . وبهذا قال الشافعي ومالك وقال أبو حنيفة إذا رضيت المرأة وبعض الأولياء ، لم يكن لباقي الأولياء فسخ ; لأن هذا الحق لا يتجزأ ، وقد أسقط بعض الشركاء حقه ، فسقط جميعه ، كالقصاص . ولنا ، أن كل واحد من الأولياء يعتبر رضاه ، فلم يسقط برضا غيره ، كالمرأة مع الولي sumber : http://www.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?idfrom=4494&idto=4494&bk_no=15&ID=4395 berikut dalam kitab GHIDZAA`UL ALBAAB: في الكفاءة روايتان عن الإمام أحمد رضي الله عنه . إحداهما أنها شرط لصحة النكاح ، فإذا فاتت لم يصح وإن رضي أولياء الزوجة وهي به ، لما روى الدارقطني بإسناده عن جابر رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال { لا تنكحوا النساء إلا الأكفاء ، ولا يزوجهن إلا الأولياء } . [ ص: 408 ] وقال عمر رضي الله عنه " لأمنعن فروج ذوي الأحساب إلا من الأكفاء ولأنه تصرف يتضرر به من لم يرض به فلم يصح ، كما لو زوجها وليها بغير رضاها . وقال سلمان لجرير : إنكم معشر العرب لا يتقدم في صلاتكم ، ولا تنكح نساؤكم . إن الله فضلكم علينا بمحمد صلى الله عليه وسلم وجعله فيكم . والرواية الثانية أن الكفاءة ليست شرطا ، وهي المذهب . نعم هي شرط للزوم النكاح . قال في الإقناع كغيره : والكفاءة في زوج شرط للزوم النكاح لا لصحته فيصح مع فقدها فهي حق للمرأة والأولياء كلهم حتى من يحدث ، فلو زوجت بغير كفء فلمن لم يرض الفسخ من المرأة والأولياء جميعهم فورا ومتراخيا . ويملكه الأبعد مع رضا الأقرب والزوجة . نعم لو زالت الكفاءة بعد العقد اختص الخيار بالزوجة فقط . perhatikan: والرواية الثانية أن الكفاءة ليست شرطا ، وهي المذهب Sumber:http://www.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?idfrom=631&idto=631&bk_no=44&ID=471 ringkasnya:pendapat Imam Ahmad ada dua, pertama: kufu adalah termasuk syarat nikah kedua: kufu tidak termasuk syarat nikahdan pendapat kedua ini menurut Ibnu Qudamah adalah pendapat yang shahih, dan menurut GHIDZAA`UL ALBAAB adalah pendapat madzhab . BERKAITAN DENGAN PERNIKAHAN DENGAN SAADAT ‘ALAWIYIN >> Maqin Jadid Dalil tentang kewajiban menjaga keseimbangan dalam Nasab adalah : Sabda Kanjengrosul" Pilihlah spermamu . ! Karena sesungguhnya keringat sangat serupa, maka nikahilah dan nikahkanlah orang-orang yg sepadan diantara mereka." KanjengRasul bersabda kepada Sayyidina Ali : tiga perkara yg harus di segerakan :1. Shalat, jika tiba waktunya2. Jenazah, jika ada dihadapannya3. Perempuan janda, jika menemukan yg seimbang." (HR.Turmudzi ) KanjengRosul bersabda " Sesungguhnya Allah memilih kinanah dari keturunan ismail memilih Quraisy dari keturunan kinanah, memilih Bani Hasyim dari Quraisy dan memilihku dari bani hasyim ( HR.Muslim, Turmudzi dan lainnya ) Para Ulama' berkata: dalam beberapa hadits ini terdapat petunjuk sesungguhnya orang arab selain golongan quraisy dan bani hasyim mereka tidak seimbang dalam pernikahan. Fa-in Qiila: Dzakara al-fuqohaa-u annal-mar'ata idzaa asqothot kafaa-atahaa ma'a waliyyihaa al-aqrabi jaaza nikaahuhaa mimman laa yukaafi-uhaa wa laa i'tiraadho hiyna-idin lil-ab'adi, UJIIBA : bi-anna ghaayata maa dzakarahu ghairul Hanaabilati rukhshotun faqoth wa al-qoo'idatu 'indahum, inna ar-rukhsho laa tunaatho bil-ma'aashiy, fata'ayinu hamlu dzaalik, Idzaa lam yahshol syai-un min al-itsmi wa al-haraji, wa amma tazwiiju syariifatin mimman laa yukaafi-uhaa fii nasabihaa fayanbaghy an laayadkhula fii 'umuumi tilka ar-rukhshoh limaa fiidzaalika min al-iydzaa-i wa al-ihaanati bil-'itrati ath-thoohirati, fa-ayyu ma'ishotin fid-diini mitslu iydzaa-ihim, dst. . .masih kurang ini, tapi kewalahan nulis arab latin Jika dikatakan, Ulama Ahli fiqih menuturkan bahwa perempuan dan wali dekatnya menyetujui tanpa adanya keseimbangan dalam pernikahan hukumnya boleh, dan wali-walinya yg jauh ketika adanya persetujuan mereka tidak boleh menolak. . DIJAWAB : "Sesungguhnya puncak pembahasan yg dikemukakan para Imam selain Imam Hambali itu sebuah keringanan hukum, sdngkan keringanan hukum menurut Ahli fiqh tidak digantungkan kpd maksiat-maksiat, maka nyatalah keringanan hukum dapat diamalkan jika didalamnya tidak trdapt dosa dan kesalahan, sdngkan mengawinkan Syarifah kpd orang yg tidak sepadan dgn nasabnya selayaknya tidak dimasukkan didalam keumuman keringanan trsbt, karna hal itu termasuk menyakiti dan menghina trhdp keturunan yg suci, lalu maksiat apa dalam agama yg sama seperti menyakiti mereka, karna dalam hal trsbt dapat menyakiti Kanjengrosul dan sayyidah Fatimah. Dan Sayyidah fatimah adalah bagian dari KanjengRosul, dan apa-apa yg ada pada diri orang Tua, juga ada pada diri anak,Al-ajwbibatul ghaaliyah hal: 240 tentang Fadho-ilu ahli baiti Rasulillah, KESIMPULAN : >> Raden Surya Kencana masalah haram atau ngga nya ana kurang tau namun hukumnya tidak boleh (مسألة) شريفة علوية خطبها عير شريف فلا أرى جواز النكاح وإن رضيت ورضي وليها لأن هذا النسب الشريف الصريح لا يسامى ولا يرامى ولكل من بنى الزهراء فيه حق قريبهم وبعيدهم، وقد وقع أنه تزوج بمكت المشرفة عربي بشريفة فقام عليه جميع الشاداة هناك وساعدهم العلماء على ذلك وهتكوه حتى أنهم أرادوا القتل به حتى فارقها، وقد وقع مثل ذلك في بلد أخرى وقام الأشراف وصنفوا في عدم الجواز ذلك حتى نازعوها منه عبرة على هذا النسب ان يخفف به ويمتهن وان قال الفقهاء انه يصح برضاها ورضا وليها فلسفنا رضوان الله عليهم اختيارات يعجز الفقيه عن ادراك اسرارها سلم تسلم وتغنم ولا تعريض فتختسر وتندم – اللهم – إلا ان تحقق المفسدة بعدم التزويج فيباح ذلك للضرورة كأكل الميت للمضطر وأعنى بالمفسدة: خوف الزنا أو اقتحام الفحرة أو التهمة ولم يوجد هناك من يحسنها أو لم يرغب من ابناء جنسها ارتكبا لاهون الشرين واخف المفسدين بل قد يجب ذلك من نحو الحاكم بغير كفء كما في التحفة ya mngkin punya keterangan khusus mas namun yg saya tau itulah hukum nyasubulus salam juz 3 hal 129 ولقد منعت الفاطميات فى جهة اليمن ما احل الله لهن من النكاح لقول بعض اهل مذهب العادوية, انه يحرم نكاح العاطميات الا من عاطمي من غير دليل ذكروه, وليس مذهبا لامام المذهب الهادي عليه السلام بل زوج بناته من الطبريين وانما نشأ هذا لقول من بعده فى ايام الامام احمد بن سليمان وتبعهم بيت رياستها فقالوا فقالوا بلسان الحال: تحرم شرائفهم على الفاميين الا من مثلهم, وكل ذلك من غير علم ولا هدي ولا كتاب منير بل ثبت خلاف ما قالوه عن سيد البشر كما دل له. اهــ >> Muhajir Madad Salim Saya ingat pendapat Imam Sya'roni dlm uhud muhammadiyyah bahwa tdk boleh ahwal menikahi syarifah kecuali si ahwal telah mematikan hawanafsunya dan menjadikan dirinya sebagai budak istrinya tsb. [ syarfulmuabbad lil imam an nabhaniy ] >> Maqin Jadid Kang Muhajir@ ia memang tapi sebaiknya jangan " Qoola al-imaamu asy-sya'rooniyyu ; Wa qod taqoddama fii hadzihil-minani anna minal-adabi an laa yatazawwaja ahadunaa syariifatan illaa in 'arafa min nafsihi an yakuuna tahta hukmihaa wa isyaarotihaa wa yuqoddima lahaa na'lahaa wa yaquuma lahaa idzaa waradat 'alaihi wa laa yatazawwaja 'alaihaa wa laa yuqtira 'alaihaa fil ma'iisyati illaa ini-khtaarat dzalika. .dst. . Nuur al -Abshor Fi manaaqibi ali an-nabiyil mukhtaar juz 1 hal 130 Qoola al-imaamu as-suyuuity Rahimahullaahu fii ( Al-hashoisho ) wa min khoshooishi Shallallaahu 'alaihi wasallama: anna awlaada ibnatihi fathimata manshuubuuna ìlaihi wa annahum layukaafihim fin-nikahi akhadun min-naasi, wad-daliilu 'ala dzalika ma akhrajahul-haakimun 'an jaabirin, qoola: qoola Rasulullaahu shollallaahu 'alaihi wasallama : ( Likulli baniy abin 'ushbatun illaa ibni faathimata fa-ana waliyyuhumaa wa ushbatuhumaa ) dst. . Berkata Imam Suyuthi Rahimahullah didalam ( ktb Khasha'is ) Termasuk keistimewaan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bhw sesungguhnya keturunan Sayyidah Fatimah dinisbatkan kpdnya ( KanjengNabi ) dan tidak ada seorangpun diantara manusia yg SEPADAN DGN MEREKA DALAM PERNIKAHAN, Dalilnya hadìts yg dikeluarkan Imam Hakim dari Jabir, Dia berkata Rasulullah bersabda: Setiap putra seorang bpak punya bgian kecuali kedua putra fatimah akulah wali dan bgian keduanya" >> Muhammad Ahmad maaf, dari segi keabsahan memang benar boleh non syarif menikah dengan syarifah karena kufu bukan merupakan syarah sah nikah, namun adalah termasuk adab jika kita tidak nikah dengan syarifah sebagaimana yang dikatakan oleh asy Syaikh al Quthb 'Abdul Wahhhaab asy Sya'rani seperti yang dikutip oleh akhi Maqin Jadid diatas. Dari kalangan dzurriyah Rasul shallallaahu 'alaihi wasallam juga ada perbedaan pendapat sebagaimana yang dikutip akhi Abdullah Afif dari kitab Bughyah diatas. dalam kitab Bughyah yang berpendapat sah adalah: السيد العلامة ذو اليقين والعزم وكثرة الإطلاع وجودة الفهم عبد الله بن عمر بن أبي بكر بن يحيى Sementara yang tidak memperbolehkan adalah mu`allif kitab Bughyah sendiri yaitu: السيد عبد الرحمن بن محمد بن حسين بن عمر المشهور باعلوي مفتي الديار الحضرمية رحمه الله ونفع بعلومه آمين Mu'allif Subulussalam, yaitu: السيد محمد بن إسماعيل بن صلاح الأمير الكحلاني ثم الصنعاني sependapat dengan yang memperbolehkan sebagaimana yang dikutip oleh akhi Raden Surya Kencana >> Maqin Jadid Jika saya mengutip dalam Kitb Al-ajwibatul ghaaliyah fì 'aqidati al-firqoh an-naajiyah, disitu ada kesimpulany, karna " Qoola al-ulamaa-u : Wal haashilu. . . Dst. .jika diperkanankan saya tulis Wa qodi-khtaara as-saadatu al-'alawiyyuuna fii tazwiiji banaatihim madzhaba al-imaami ahmada-bni hambalin Radliyallaahu 'anhu wa huwa i'tibaaru ridho jamii'i al-'ushbati al-aqrobi wa al-ab'adi hatta liman yuhditsu mn 'ushbatihaa al-fasakha li-anna al'aara fii tazwiiji ghairil kufuu-i 'alaihim 'ajma'iina, wa 'alaa dzalika 'amalihim haitsu kaanuu hirshon 'alaa showni al-ansaabi al-mushthofawiyyati wahtiraaman lihadzihi al-badh'ati an-nabawiyyati, Tarjim bebasnya : " Dan sungguh memilih SADATUL 'ALAWIYYIN Didalam mengawinkan putri-putrinya, pendapat imam Ahmad bin hambal, yaitu mempertimbangkan kesepakatan semua keluarga baik dekat maupun yg jauh, sehinggo orang yg mengajukan fasakh karena perkawinan yg tidak sepadan merupakan aib bagi mereka semua, sebab itulah mereka ( SADATUL 'ALAWIYYIN ) Mengamalkan pendapat tersebt demi menjaga kemurnian nasab dan menghormati keturunan KanjengNabi didukung oleh Penelusuran Ubahsuaian MANA BUKTI AYAT YANG MELARANG MENIKAHI SYARIFAH SELAIN SAYED.. Dalil-Dalil Yang Mendasari Kafa’ah Syarifah Pada dasarnya ayat-ayat Alquran yang menyebutkan keutamaan dan kemuliaan ahlul bait secara umum merupakan dalil yang mendasari pelaksanaan kafa’ah dalam perkawinan syarifah. Begitu pula dengan ayat yang terdapat dalam alquran surat al-An’am ayat 87, berbunyi: ومن أبآئهم وذرّيّتهم وإخوانهم … “(dan kami lebihkan pula derajat) sebahagian dari bapak-bapak mereka, keturunan mereka dan saudara-saudara mereka…” Turmudzi meriwayatkan sebuah hadits berasal dari Abbas bin Abdul Mutthalib, ketika Rasulullah ditanya tentang kemuliaan silsilah mereka, beliau menjawab: ان الله خلق الخلق فجعلني في خيرهم من خيرهم قرنا ثم تخير القبائل فجعلني من خير قبيلة ثم تخير البيوت فجعلني من خيربيوتهم فأنا خيرهم نفسا و خيرهم بيتا “Allah menciptakan manusia dan telah menciptakan diriku yang berasal dari jenis kelompok manusia terbaik pada waktu yang terbaik. Kemudian Allah menciptakan kabilah-kabilah terbaik, dan menjadikan diriku dari kabilah yang terbaik. Lalu Allah menciptakan keluarga-keluarga terbaik dan menjadikan diriku dari keluarga yang paling baik. Akulah orang yang terbaik di kalangan mereka, baik dari segi pribadi maupun dari segi silsilah“. Dalam Alquran disebutkan bahwa manusia yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa. Sebagai contoh para sahabat nabi, mereka adalah orang-orang yang mulia walaupun mereka bukan dari kalangan ahlul bait. Memang benar, bahwa mereka semuanya sama-sama bertaqwa, taat dan setia kepada Allah dan Rasul-Nya. Persamaan keutamaan itu disebabkan oleh amal kebajikannya masing-masing. Akan tetapi ada keutamaan yang tidak mungkin dimiliki oleh para sahabat nabi yang bukan ahlul bait. Sebab para anggota ahlul bait secara kodrati dan menurut fitrahnya telah mempunyai keutamaan karena hubungan darah dan keturunan dengan manusia pilihan Allah yaitu nabi Muhammad saw. Hubungan biologis itu merupakan kenyataan yang tidak dapat disangkal dan tidak mungkin dapat diimbangi oleh orang lain. Lebih-lebih lagi setelah turunnya firman Allah swt dalam surah Al-Ahzab ayat 33 yang berbunyi: إنّما يريد الله ليذهب عنكم الرّجس اهل البيت ويطهّركم تطهيرا “Sesungguhnya Allah swt bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlu al-bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”. Di samping itu Rasulullah saw telah menegaskan dalam sabdanya: ياأيهاالناس إن الفضل والشرف والمنزلة والولاية لرسول الله وذريته فلا تذ هبن الأباطيل “Hai manusia bahwasanya keutamaan, kemuliaan, kedudukan dan kepemimpinan ada pada Rasulullah Rasulullah dan keturunannya. Janganlah kalian diseret oleh kebatilan”. Dengan keutamaan dzatiyah dan keutamaan amaliyah, para ahlul bait dan keturunan rasul memiliki keutamaan ganda, keutamaan yang tidak dimiliki oleh orang lain. Keutamaan ganda itulah (khususnya keutamaan dzatiyah) yang mendasari pelaksanaan kafa’ah di kalangan keturunan Rasullulah. Sedangkan hadits Rasulullah yang memberikan dasar pelaksanaan kafa’ah syarifah adalah hadits tentang peristiwa pernikahan Siti Fathimah dengan Ali bin Abi Thalib, sebagaimana kita telah ketahui bahwa mereka berdua adalah manusia suci yang telah dinikahkan Rasulullah saw berdasarkan wahyu Allah swt . Dalam kitab Makarim al-Akhlaq terdapat hadits yang berbunyi: إنما انا بشر مثلكم أتزوّج فيكم وأزوّجكم إلا فاطمة فإن تزويجها نزل من السّماء , ونظر رسول الله إلى أولاد علي وجعفر فقال بناتنا لبنينا وبنونا لبناتنا “Sesungguhnya aku hanya seorang manusia biasa yang kawin dengan kalian dan mengawinkan anak-anakku kepada kalian, kecuali perkawinan anakku Fathimah. Sesungguhnya perkawinan Fathimah adalah perintah yang diturunkan dari langit (telah ditentukan oleh Allah swt). Kemudian Rasulullah memandang kepada anak-anak Ali dan anak-anak Ja’far, dan beliau berkata : Anak-anak perempuan kami hanya menikah dengan anak-anak laki kami, dan anak-anak laki kami hanya menikah dengan anak-anak perempuan kami”. Menurut hadits di atas dapat kita ketahui bahwa: Anak-anak perempuan kami (syarifah) menikah dengan anak-anak laki kami (sayid/syarif), begitu pula sebaliknya anak-anak laki kami (sayid/syarif) menikah dengan anak-anak perempuan kami (syarifah). Berdasarkan hadits ini jelaslah bahwa pelaksanaan kafa’ah yang dilakukan oleh para keluarga Alawiyin didasari oleh perbuatan rasul, yang dicontohkannya dalam menikahkan anak puterinya Fathimah dengan Ali bin Abi Thalib. Hal itu pula yang mendasari para keluarga Alawiyin menjaga anak puterinya untuk tetap menikah dengan laki-laki yang sekufu sampai saat ini. Di zaman Syekh Umar Muhdhar bin Abdurahman al-Saqqaf, oleh para keluarga Alawiyin beliau diangkat menjadi ‘Naqib al-Alawiyin’ yang salah satu tugas khususnya adalah menjaga agar keluarga Alawiyin menikahkan putrinya dengan lelaki yang sekufu’. Mustahil jika ulama Alawiyin seperti Muhammad bin Ali al-Faqih al-Muqaddam, Syekh Abdurahman al-Saqqaf, Syekh Umar Muhdhar, Syekh Abu Bakar Sakran, Syekh Abdullah Alaydrus, Syekh Ali bin Abi Bakar Sakran dan lainnya, melaksanakan pernikahan yang sekufu’ antara syarifah dengan sayid hanya berdasarkan dan mengutamakan adat semata-mata dengan meninggalkan ajaran datuknya Rasulullah saw sebagai uswatun hasanah bagi umat, padahal mereka bukan saja mengetahui hal-hal yang zhohir tapi juga mengetahui hal-hal bathin yang didapat karena kedekatan mereka dengan Allah swt. Hadits-hadits lain yang menjadi dasar pelaksanaan kafa’ah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani, Al-Hakim dan Rafi’i: فإنهم عترتي, خلقوا من طينتي ورزقوا فهمي و علمي, فويل للمكذّبين بفضلهم من أمتي القاطعين منهم صلتي لا أنزلهم الله شفاعتي “…maka mereka itu keturunanku diciptakan (oleh Allah) dari darah dagingku dan dikaruniai pengertian serta pengetahuannku. Celakalah (neraka wail) bagi orang dari ummatku yang mendustakan keutamaan mereka dan memutuskan hubunganku dari mereka. Kepada mereka itu Allah tidak akan menurunkan syafa’atku.” Dalam berbagai buku sejarah telah tertulis bahwa khalifah Abu Bakar dan Umar bersungguh-sungguh untuk melamar Siti Fathimah dengan harapan keduanya menjadi menantu nabi. Al-Thabary dalam kitabnya yang berjudul Dzakhairul Uqba halaman 30 mengetengahkan sebuah riwayat, bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq pernah meminang Siti Fathimah, oleh Rasulullah dijawab: ‘Allah belum menurunkan takdir-Nya’. Demikian pula jawaban Rasulullah kepada Umar bin Khattab ketika meminang Siti Fathimah ra. Mengapa mereka ingin menjadi menantu nabi? Dua orang sahabat itu meminang Fathimah, semata-mata ingin mempunyai hubungan kekerabatan dengan Rasulullah dan karena keutamaan-keutamaan yang diperoleh keluarga nabi menyebabkan mereka ingin sekali menjadi menantunya. Mereka mendengar Rasulullah bersabda: كلّ نسب وصهر ينقطع يوم القيامة إلا نسبي و صهري “Semua hubungan nasab dan shihr (kerabat sebab hubungan perkawinan) akan terputus pada hari kiamat kecuali nasab dan shihr-ku” Seharusnya para keturunan Rasulullah yang hidup saat ini melipatgandakan rasa syukurnya kepada Allah, karena melalui kakeknya Nabi Muhammad saw mereka menjadi manusia yang memiliki keutamaan dan kemuliaan, bukan sebaliknya mereka kufur ni’mat atas apa yang mereka telah dapatkan dengan melepas keutamaan dan kemuliaan diri dan keturunannya melalui pernikahan yang mengabaikan kafa’ah nasab dalam perkawinan anak dan saudara perempuannya, yaitu dengan mengawinkan anak dan saudara perempuannya sebagai seorang syarifah dengan lelaki yang bukan sayyid. Dijelaskan oleh Sayyid Usman bin Abdullah bin Yahya (Mufti Betawi): ‘Dalam perkara kafa’ah, tidaklah sah perkawinan seorang laki-laki dengan perempuan yang tidak sekufu’ apalagi perempuan itu seorang syarifah maka yang bukan sayyid tidak boleh menikahinya sekalipun syarifah itu dan walinya menyetujuinya. Sekalipun para fakih telah berkata bahwa pernikahan itu sah namun para ulama ahlul bait mempunyai ijtihad dan ikhtiar dalam perkara syara’ yang tiada di dapati oleh para fakih lain. Maka sesudah diketahui segala nash ini tentang larangan pernikahan wanita keturunan ahlul bait nabi SAW, sebaiknya menjauhkan diri dari memfatwakan bolehnya pernikahan syarifah dengan selain dari keturunan Rasulullah tersebut dengan berlandaskan semata-mata nash umum fuqaha, yakni nikah itu sah bila si wanitanya ridha dan walinya yang dekatpun ridha. Hal ini berlaku secara umum, tidak berlaku untuk syarifah dengan lain bangsa yang bukan sayyid’. Selanjutnya beliau berkata: ‘Daripada yang menjadi godaan yang menyakitkan hati Sayidatuna Fathimah dan sekalian keluarga daripada sayid, yaitu bahwa seorang yang bukannya dia daripada bangsa sayid Bani Alawi, ia beristerikan syarifah daripada bangsa Bani Alawi, demikian juga orang yang memfatwakan harus dinikahkannya, demikian juga orang yang menjadi perantaranya pernikahan itu, karena sekaliannya itu telah menyakitkan Sayidatuna Fathimah dan anak cucunya keluarga Rasulullah saw’ -------------------------- Kepada siapapun yang mempunyai pikiran bahwa ulama Alawiyin yang melaksanakan pernikahan antara syarifah dengan sayid berdasarkan adat semata-mata, dianjurkan untuk beristighfar dan mengkaji kembali mengapa para ulama Alawiyin mewajibkan pernikahan tersebut, hal itu bertujuan agar kemuliaan dan keutamaan mereka sebagai keturunan Rasulullah saw yang telah ditetapkan dalam alquran dan hadits Nabi saw, tetap berada pada diri mereka. Sebaliknya, jika telah terjadi pernikahan antara syarifah dengan lelaki yang bukan sayid, maka anak keturunan selanjutnya adalah bukan sayid, hal itu disebabkan karena anak mengikuti garis ayahnya, akibatnya keutamaan serta kemuliaan yang khusus dikarunia oleh Allah swt untuk ahlul bait dan keturunannya tidak dapat disandang oleh anak cucu keturunan seorang syarifah yang menikah dengan lelaki yang bukan sayid. Hadits-hadits lain yang menjadi dasar pelaksanaan kafa’ah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani, Al-Hakim dan Rafi’i: فإنهم عترتي, خلقوا من طينتي ورزقوا فهمي و علمي, فويل للمكذّبين بفضلهم من أمتي القاطعين منهم صلتي لا أنزلهم الله شفاعتي “…maka mereka itu keturunanku diciptakan (oleh Allah) dari darah dagingku dan dikaruniai pengertian serta pengetahuannku. Celakalah (neraka wail) bagi orang dari ummatku yang mendustakan keutamaan mereka dan memutuskan hubunganku dari mereka. Kepada mereka itu Allah tidak akan menurunkan syafa’atku.” Adapun makna yang terkandung dalam hadits ini adalah dalam hal nasab mustahil akan terjadi pemutusan hubungan keturunan nabi saw kalau tidak dengan terputusnya nasab seorang anak dan tidak akan terputus nasab seorang anak kalau bukan disebabkan perkawinan syarifah dengan lelaki yang tidak menyambung nasabnya kepada nabi saw. Dan jika telah terjadi pemutusan hubungan tersebut, maka menurut hadits di atas Nabi Muhammad tidak akan memberi syafa’atnya kepada orang yang memutuskan hubungan keturunannya kepada Rasulullah melalui perkawinan syarifah dengan lelaki yang bukan sayid. http://www.facebook.com/home.php?#!/topic.php?uid=126298984168&topic=9512 Posted 9th June 2010 by Syarifah Jameela Labels: DA'WAH WALISONGO 59 View comments 1. Agung S.Jumat, Agustus 20, 2010 Kalau komentar aku sih....Boleh aja Syarifah menikah dengan siapa saja.... Karena intinya, semua manusia sama, Allah SWT menciptakan manusia dengan sifatnya yang Maha Adil dan Maha Mengetahui.... Membedakan manusia hanya dari segi Tingkat ketaqwaan dan keimanan manusia itu sendiri.... ReplyDelete Replies 1. junKamis, Agustus 23, 2012 emang ente gak baca tuh qur an, dosa neraka wail tuh yang nunggu, lo mutus keturunan nabi.... hehdegh... Delete 2. AnonymousRabu, Desember 12, 2012 hehe..rasis...Ahlul bait (orang rumah) hanya meliputi keluarga rasul, istri dan anak2nya...yang sekarang keturunanya udah jauh banget..dan bukan ahlul bait...ini pemahaman syiah yang terlalu mengkultuskan Ali dan keturunannya....hanya taqwalah yg membedakan kita di mata Allah bukan karena nazab/keturunan...ingat dan laksanakan khutbah terakhir Rasulullah di lembah uranah 9 djulhijah 10 H...kalau kita mengaku mencintai Rasulullah...wassalam Delete Reply 2. AnonymousSelasa, Desember 21, 2010 betulll.,. hanya iman dan taqwa yang membedakan kita dari sang khalik,.,., ReplyDelete Replies 1. junKamis, Agustus 23, 2012 beda sob, mereka keturunan rasul yang lebih mulia, Delete 2. AnonymousKamis, Januari 10, 2013 itu ajaran syah yg terlalu mengkultuskan keturunan Syadina Ali...keturunannya bukan ahlul bait..ahlul bait hanya meliputi orang rumah Rasulullah..istri dan anak2 beliau...hehehe...Islam tidak mengenal kasta..emangnya agama hindu...ingat sifat iblis yg selalu mengaku lebih mulia di bandingkan Nabi Adam As....karena nazab tidak akan menolong mu di hari kiamat..keculai amal dan taqwa kepada Allah SWT... Delete Reply 3. AnonymousJumat, Januari 14, 2011 aq se orang syarifah....aq merasa ad keterpaksan untuk aq,,, aq hnya ingin mndapatkan suamiyg bs mngayomi hidupq.. tetapi jika aq menikah dgan sayid tpi sayid itu adlah seorang pemabuk,penjudi,bahkan jauh dari agama,,ap allah akan mnyukai itu??????? seblik na jika aq mnnikah denga lelaki ahwal(bkan sayid) tetapi dy sangat taat beragma,,bhkan bsa membimbingQ mnjdi istri yg soleha,,,ap allah akan tetap murka??? ReplyDelete Replies 1. AnonymousJumat, April 13, 2012 alafu sebelumnya ukhty.... ana mw nanya am ent..ent lebih milih mana senang didunia tapi tersiksa diakhirat? tersiksa di dunia,tapi di akhirat senang dan mendapatkan syafa'at dari allah dan nabi muhammad?? dan satu lagi gak mungkin semua sayid tu pemabuk,penjudi,dan lainnya.masih banyak sayid diluar sana yg bisa mengayomi ent.dan menjadi imam ent,,jgn mencari rejal sayid seperti yang ent gambarkan di atas.. Delete Reply 4. Taman HatiSenin, Januari 31, 2011 karena keistimewaan Rasul saw yang tidak diberikan kepada orang lain.Hal itu berkenaan dengan Firman Allah swt untuk menguatkan posisi Rasul dan ahlul baitnya dalm qur'an surat Alkautsar yang berbunyi "innasyaa niaka huwal abtar" artinya "sesungguhnya orang2 yang mengolokmu (dengan sebutan terputus) malah merekalah yang terputus keturunannya".Inilah hak prerogatif yang di berikan kepada rasul yaitu silsilah beliau saw melalui fatimah.Bukan dari bapak ke anaknya laki2.Selanjutnya Dari Hasan atau Husin ke bawah normal lagi. Dan Allah menjaga silsilah Rasul ini dengan ungkapan "Sesungguhnya Allah menghendaki kesucian kalian dari dosa wahai ahlul bait dengan sesuci sucinya", karena alasan diataslah maka seorang syarifah harus menikah dengan sayyid demi melestarikan anak anak keturunan Rasulullah Shallallahu 'alaiyhi wasallam............... kalaupun ada Sayyid dan Syarifah yg akhlaqnya buruk, ini perlu di beri nasihat agar segra bertaubat...untuk Sayyid yg anti tuliskan diatas,..bila mereka berbuat baik maka bagi mereka pahala ganda dibanding ahwal,namun bila mereka berbuat dosa apalagi menjadi kuffar dan murtad maka adzab mereka juga dua kali lipat daripada ahwal. .carilah yg akhlaqnya baik menurut syari'at wallahu 'alam bish showab ReplyDelete 5. bettnumberJumat, Maret 11, 2011 @agung s: 1. emang sayid pemabuk semua?... emang ahwal ga ada yg bejat? ya cari lah sayyid yg baik, yg ngerti ilmu agama.. jgn jadikan alasan sayyid pemabuk padahal mau kawin ama ahwal. 2. menyesal dilahirkan sebagai syarifah adalah orang yg paling rugi di akhirat..nauzubillah.. ini syarifah yg kek gini cuma ngerti dunia aja dia ga perlu yg namanya akhirat... kalo dia cinta ama rasulullah yg mengalir didalam darah nya masak ngomongnya gitu... kalo antum wahai syarifah mau kawin dengan ahwal keluar dulu dari zurriyat (ikrar/sumpah keluar dari zurriyat alias lepas aja syarifahnya) .. sungguh sayang jiddah kita sayyidatina fatimah ra menangis melihat cucunya bermental kek gini akibat racun2 dunia.. 3. rasulullah berkehendak agar para sayid dan syarifah menikah sekufu menjaga keturunannya) kalo ga itu Anak nya SAyyidatina Fatimah ra udah dikawinin ama Umar atau usman yg melamar nya.. tapi kenapa Dikawinkan sama Sayyidina Ali RA??? jawabannya ya itu tadi menjaga dzurriyatnyaa.. 4. payah sekarang bnyk syarifah dan sayid ga ngerti apa2 mengenai dzurriyat dan sapa itu datuk2nya.. pikirannya ke barat aja.. mau nya senang didunia untuk akhirat meneketehe.. kalo itu ahlulbait mencintai datuk2nya terutama Rasulullah SAW maka pasti yg syarifah cari sayyid yg sayyid cari syarifah.. yaa nyarinya ada aturannya.. sayid cari yg baik ngerti agama bertanggung jawab ada penghasilan... syarifah juga cari yg baik, sayang kepada suami, mengerti agama dll sbgnya... jangan dipandang 1-3 sayyid yg mabuk dan judi semua sayyid kekgitu.. payah ni pikiran syarifah nya.. cari yg baik doonk kan dikasih akal ma Allah.. zzzzzzz... ReplyDelete Replies 1. AnonymousKamis, Juli 26, 2012 syukran ya :) barokallah Delete Reply 6. AnonymousSabtu, Maret 12, 2011 untuk yang mengaku syarifah.. jangan cepat berputus asa.. tidak mungkin orang tua anda menikahkan anda dengan org yang mabuk2, walaupun sayid.. anda hanya ingin mencari jalan keluar dari hukum yang sudah ditentukan untuk mencapai tujuan anda.. bertaubatlah.. ingat sabda nabi “Semua hubungan nasab dan shihr (kerabat sebab hubungan perkawinan) akan terputus pada hari kiamat kecuali nasab dan shihr-ku” seluruh umat islam berlomba untuk dekat dengan Rasulullah.. masa anda ingin memutus. ReplyDelete 7. Taman HatiRabu, Maret 23, 2011 jazakallah khaer atas semua masukannya dan komentarnya , salam ukhwah ReplyDelete 8. AnonymousSenin, April 11, 2011 iya ..syarifah sekarang umumnya cuma pengen nurutin keinginan hati...tapi habis merit banyak yang nyesel...gimana ini syarifah?? ReplyDelete Replies 1. Syarifah JameelaSabtu, Agustus 25, 2012 makanya, ada baiknya difikirkan dulu....untuk para syarifah.....kasihan anak anak kalau terputus nasabnya......maka nikahlah dg Sayed Delete Reply 9. AnonymousSabtu, April 23, 2011 Menurut saya ini tidak masuk akal. Menikahkan anak dengan anak, bukankah itu incest? Dan kalau pun kalimat "Anak-anak perempuan kami hanya menikah dengan anak-anak laki kami, dan anak-anak laki kami hanya menikah dengan anak-anak perempuan kami" bermakna figuratif, itu pun masih tidak masuk akal. Bukankah ini sama saja dengan adat bangsa Yahudi yang harus menikahkan anaknya dengan sesama keturunan Yahudi? Dan hasilnya bisa dilihat sekarang, banyak kelainan genetis di kalangan bangsa Yahudi yang diperoleh karena adat bangsa Yahudi itu. Bukan tidak mustahil jika ini (adat perkawinan syarifa dengan sayyid) akan berakhir dengan hasil yang sama seperti dengan bangsa Yahudi. Maaf, tapi secara ilmiah menurut saya adat ini tidak baik untuk dilaksanakan. Dan karena Islam adalah agama yang ilmiah, saya yakin Allah tidak akan mewajibkan hamba-Nya melakukan sesuatu yang dapat berujung pada keburukan. ReplyDelete Replies 1. AnonymousSabtu, Februari 18, 2012 Sepakat Delete Reply 10. AnonymousKamis, Mei 26, 2011 sidikit pndapat ni plend; jumlah kaum syarifa yg lebih banyak kini dari kaum sayyid adalah menunjukkan tiga pilihan bagi mereka, tidak menikah, atau menikah dg poligami, atau menikah dg non sayyid. mereka mungkin boleh memilih menurut kemampuannya masing masing. namun repotnya masa kini para syarifah yg sudah bersuamikan sayyid tak mau suaminya berpoligami, dan pria sayyid yg sudah menikahpun tak mau poligami, lalu akan kemana putri putri Rasul saw ini?, dibiarkan mencari nafkah sendiri hingga wafatkah?, atau akan terulang pembunuhan bayi wanita karena sulitnya mencari suami dari sayyid?, tentunya tidak demikian, disinilah kita mesti berluas hati dan sebagian ulama ahlulbait memperbolehkan menikah dg non sayyid asalkan ia yg menghendaki dan walinya. Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga sukses dg segala cita cita, semoga dalam kebahagiaan selalu, Wallahu a'lam ReplyDelete 11. AnonymousKamis, Mei 26, 2011 sdikit pndapat ni; jumlah kaum syarifa yg lebih banyak kini dari kaum sayyid adalah menunjukkan tiga pilihan bagi mereka, tidak menikah, atau menikah dg poligami, atau menikah dg non sayyid. mereka mungkin boleh memilih menurut kemampuannya masing masing. namun repotnya masa kini para syarifah yg sudah bersuamikan sayyid tak mau suaminya berpoligami, dan pria sayyid yg sudah menikahpun tak mau poligami, lalu akan kemana putri putri Rasul saw ini?, dibiarkan mencari nafkah sendiri hingga wafatkah?, atau akan terulang pembunuhan bayi wanita karena sulitnya mencari suami dari sayyid?, tentunya tidak demikian, disinilah kita mesti berluas hati dan sebagian ulama ahlulbait memperbolehkan menikah dg non sayyid asalkan ia yg menghendaki dan walinya. Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga sukses dg segala cita cita, semoga dalam kebahagiaan selalu, Wallahu a'lam ReplyDelete 12. ridhomadoniSenin, Mei 30, 2011 saya ahwal.... maaf...beribu-maaf... sampe skarang akal sehat saya g trima knapa syarifah mesti menikah dengan syahid... karna tiap saya bertanya ato mencari tahu alasannya... slalu g jelas n agak menyimpang jawaban yang saya dapet... sekali lagi maaf,beribu-ribu maaf... saya butuh penjelasan yang sedetil mungkin dong... trus dari smua yang saya dapet ttg topik ini... saya malah memiliki pertanyaan... ap smua manusia yang bukan syarifah & bukan syahid bukan umat Nabi?? ap smua manusia yang bukan syarifah & bukan syahid hanya pelengkap saja d dunia ini?? ReplyDelete 13. FADIL AL-HabsyiRabu, Agustus 17, 2011 ALLAH Kan Telah Menjodohkan Umatnya , Jadi Perkawinan Antara Non Saydi , Dengan Syarifah itu kan berarti udah di jodohkan ? apakah masih salah ? ReplyDelete 14. hati yang bingungSelasa, Agustus 23, 2011 ass.... mohon maaf sebelumnya... Saya mau tanya sebenernya yg melarang pernikahan antara syarifah dan ahwal itu Rasullulloh atau anak cucunya....??? ReplyDelete Replies 1. AnonymousKamis, Januari 10, 2013 bukan Rasulullah maupun anak - anaknya..melainkan yang mengaku keturunan Rasulullah yg udah jauh banget serta rasis..karena sejarah mencatat 10 Kasus wanita Ahlulbayt menikah dengan non ahlulbayt” 1. Ruqayyah binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Utsman bin Affan. 2. Ummu Kultsum binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Utsman bin Affan. 3. Zainab binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Abul ‘Ash. 4. Ummu Kultsum bin Fathimah binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Umar bin La-Khatthab. 5. Sukainah binti Husain bin Fathimah binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Zaid bin Umar bin Utsman bin Affan. 6. Fathimah binti Husain bin Fathimah binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Abdullah bin Amr bin Utsman bin Affan. 7. Fathimah binti Ali Zainal Abidin bin Husain bin Fathimah binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Al-Mundzir bin Zubair bin Al-Awam. 8. Idah binti Ali Zainal Abidin bin Husain bin Fathimah binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Nuh bin Ibrahim bin Muhammad bin Thalhah. 9. Fathimah binti Hasan Al-Mutsanna bin Hasan bin Fathimah binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Ayyub bin Maslamah Al-Makhzumi. 10. Ummul Qasim binti Hasan Al-Mutsanna bin Hasan bin Fathimah binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Marwan bin Aban bin Utsman bin Affan. apakah mereka yang mengaku keturunan Rasulullah berani memberikan pernyataan bahawa pernikahan yang terjadi di atas tidak akan mendapatkan syafaat dari rasulullah... Delete Reply 15. alaydrus...Selasa, Agustus 30, 2011 Assalamu'alaikum . . . Aku sayyid... D Nasab kami terputus, tapi aku insyaAllah yakin kalo kami bener keturunan ahlul bait, dan ada orang2 yang emang yakin kami sayyid. Btw, sekarang aku sedang dekat dengan syarifah, naluriku dari dulu adalah mencari syarifah, hanya saja lamaranku ditolak, aku merasa karena silsilah kami tidak terdaftar RA, jadi dipertanyakan. But please, bagaimana dengan ribuan sayyid2 yang tidak terdaftar? silsilahnya terputus? lalu bagaimana pula kami akan zuad dengan syarifah? kemudian bagaimana nasib syarifah? kebutuhan biologis, faktor usia, dan juga lingkungan, maka membuat kami juga harus menikah? dengan siapakah, syarifah (sementara keraguan terhadap kami hanya karena nasab kami yang terputus)?? atau maka bersama akhwal??ada yang bisa kasih solusi?? Wassalam... ReplyDelete 16. Yudhi SutaryanSabtu, September 17, 2011 Qt boleh berbeda dalam tata cara beribadah,, krna kalo akan kita pertahankan pendapat masing-masing lalu mennyalahkan pendapat orang lain sementara orng lain juga mempunyai dalil yang benar, maka Perbedaan itu bukan lagi sebuah rahmat,,, Yg tidak Boleh dalam agam itu adalah KITA BERBEDA I'TIQAD,,Bukan tata cara beribadah, Aku mencintai Seorang Syarifa dan Akan menjaga Keturunan Rasulullah SAW, Amien,,,, ReplyDelete 17. AnonymousSenin, Desember 26, 2011 ahwal yg menikahi syarifa keturunan'y neraka semua??? Yg ikut nyaksiin jg neraka. Rasulullah berpesan untuk menjaga keturunannya,, bukan untuk menidurinya!!! Klo emg bener habaib pasti ada nasabnya lah,, gk mungkin putus, ReplyDelete 18. abu achmadSenin, Januari 16, 2012 1. http://kolom-hukum.blogspot.com/2011/08/konsep-kafaah-menurut-ahlul-bait.html 2. http://benmashoor.wordpress.com/2008/12/22/dalil-dalil-yang-mendasari-kafa%E2%80%99ah-syarifah-1/ ReplyDelete Replies 1. Syarifah JameelaRabu, Januari 18, 2012 Assalamu 'alaikum warohmatullahi wabarokaatuh Terimakasih Sahabat...telah berkunjung ke my blogg.... terimakasih atas komentarnya, Terimakasih untuk Akhi Abu Achmad yg telah memberikan alamat situs, ini adalah jawaban dari berbagai pertanyaan di atas,...... Sahabat , silahkan buka alamat situs yg Akhi Abu Achmad tuliskan di atas, semoga bermanfaat Jazakumullah khoiron katsiiron Wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh Delete Reply 19. LangitsenjaSenin, Januari 30, 2012 izin share yaa,,:) ReplyDelete Replies 1. Syarifah JameelaSabtu, Agustus 25, 2012 tafadhal :) Delete Reply 20. AnonymousSenin, Maret 05, 2012 Assalamu'alaykum warohmatullahi wabarokaatuh, Ketika Saya ada sedikit project telkom di saudi dan kuwait yang menurut saya mereka mereka ini lebih dekat kekerabatannya dengan sahabat dan rasulullah , saya sempat bertanya pada beberapa warga asli disana tentang pernikahan ahlul bait dengan yang bukan..Berdasarkan semua kitab fiqh , anjuran utama adalah dinilai dari sisi agamanya..Tapi aneh ttg keturunan arab indonesia yang nota bene kebanyakan dari yaman... Tampak sekali pengkultusan individunya..semoga Allah memberikan petunjuk.. ReplyDelete 21. AnonymousSelasa, Maret 06, 2012 Maaf sebelumnya ya, memang bersyukur dan suatu karunia yang luar biasa menjadi sayyid or syarifah, dan memang tidak masuk akal sama terkadang pada kenyataannya, dan ujungnya pasti mendapatkan jawaban Wallahu a'lam. Maaf saya tidak bilang semua sayyid or syarifah itu buruk, hanya sebagian kecil yang saya alami di depan mata saya, saya tidak mengerti sama sekali, karena saya bukan keturunan siapa-siapa, karena saya seorang yang baru mengenal Allah dari "seberang", karena baru belajar sudah mendapatkan hal seperti ini saya sangat amat bingung dan heran. Memang betul semua hal yang terjadi tidak bisa masuk akal sehat (terkadang). dengan apa yang dialami teman dekat saya seorang syarifah yang sudah berulang kali tidak pernah berhasil dengan sayyid.karena tuntutan/paksaan dari orang tua nya, sehingga mengorbankan hatinya, saat ini sangat menderita sekali, sampai di satu titik dia tidak bisa merasakan hatinya (mati rasa). hanya karena mempertahankan gelar tersebut akhirnya sampai mati rasa, kalau saya liat diatas di sebut "mempertahankan" bukan "memaksa" bukan berarti mengikuti ke barat-baratan, sehingga tidak mau menikah dengan sayyid. Tetapi wanita kan bukannya ada batasan umur untuk menikah? apakah ada yang mau sayyid dengan syarifah tua??? apalagi kondisinya lebih banyak syarifah dari pada sayyid. memang jodoh Allah yang menentukan, tetapi adakah yang bisa tau siapakah jodoh manusia itu yang sebenarnya?? mungkin kesimpulannya beberapa hal 1. Menikah dengan sesama sayyid/syarifah berdasakan saling mencintai (harapan semua sayyid/syarifah) 2. Menikah dengan keterpaksaan/tekanan karena hanya menuruti aturan, sehingga jika memiliki keturunan tidak dengan cinta, tetapi hanya karena hanya ingin sekedar meneruskan keturunan. kemudian hanya takut dengan intimidasi dari keluarga, tidak memiliki fasilitas/materi dunia sehingga mengorbankan perasaan dan cinta. Jika tidak bisa menikah dengan sayyid semua fasilitas dunia akan di ambil, terus di intimidasi.beginikah jalan hidup seorang syarifah yang katanya tadi sangat beruntung? dan hanya melihat materi dan "gelar" 3. Tidak menikah sama sekali. terus bagaimana mau meneruskan keturunan????? 4. Bagaimana jika tidak bisa memiliki keturunan?? 5. Bukankah memiliki rasa saling mencintai itu sebagai modal utama? memangnya Allah melihat ya berapa jumlah harta yang kita miliki di dunia? memangnya Allah suka ya dengan segala keterpaksaan/penderitaan?? (semua manusia yang bernafas butuh materi) tetapi haruskah mengorbankan anugerah dari Allah yang luar biasa yaitu hati? sekali lagi saya mohon maaf, tidak menghakimi satu golongan atau karena saya bukan bagian dari golongan tersebut. Saya hanya coba melihat dari hati yang paling dalam, semua butuh pengorbanan untuk mendapatkan sesuatu. Saya mengharapkan semua tujuan diatas untuk benar-benar dari hati yang paling dalam tidak menyimpang niat dan tujuannya, sehingga agama menjadi tameng. Saya hanya percaya satu hal dengan segala keterbatasan saya, bahwa Allah telah menentukan jodoh setiap manusia dengan segala resiko, dan perjuangan untuk tetap mempertahankan hatinya. coba jujur dengan hati yang paling dalam menyikapi semua hal ini, bukan dengan emosi,egois,merasa paling benar. Lihat jika diri kita yang mengalami dalam kondisi tidak enak,harus mengambil keputusan yang sulit, apa yang akan kita lakukan...(tindakan nyata bukan hanya doa dan berdiam serta menyerah begitu saja) Wassalam.. ReplyDelete 22. AnonymousMinggu, Maret 25, 2012 10 Kasus wanita Ahlulbayt menikah dengan non ahlulbayt” 1. Ruqayyah binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Utsman bin Affan. 2. Ummu Kultsum binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Utsman bin Affan. 3. Zainab binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Abul ‘Ash. 4. Ummu Kultsum bin Fathimah binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Umar bin La-Khatthab. 5. Sukainah binti Husain bin Fathimah binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Zaid bin Umar bin Utsman bin Affan. 6. Fathimah binti Husain bin Fathimah binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Abdullah bin Amr bin Utsman bin Affan. 7. Fathimah binti Ali Zainal Abidin bin Husain bin Fathimah binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Al-Mundzir bin Zubair bin Al-Awam. 8. Idah binti Ali Zainal Abidin bin Husain bin Fathimah binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Nuh bin Ibrahim bin Muhammad bin Thalhah. 9. Fathimah binti Hasan Al-Mutsanna bin Hasan bin Fathimah binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Ayyub bin Maslamah Al-Makhzumi. 10. Ummul Qasim binti Hasan Al-Mutsanna bin Hasan bin Fathimah binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Marwan bin Aban bin Utsman bin Affan. Lisanul hal afshah min lisanil maqaal (Tindakan lebih fasih dari ucapan). Hanya ada dua pilihan; kasus itu adalah kesalahan yang dilakukan oleh leluhur Ahlulbayt, atau penulis artikel ini yang salah memahami ayat2 dan hadits2 yang dikemukakan. Kalau artikel ini mengklaim fahamnya sebagai faham Ba’alawi, maka Ahlulbayt bukan hanya Ba’alawi, di luar Ba’alawi jumlahnya jauh lebih besar dan tidak semua mereka sepaham dengan penulis artikel ini. ReplyDelete Replies 1. AnonymousSelasa, November 20, 2012 setuju banget...ini contoh yg diajarkan Rasulullah...ayahanda Imam Syafe'i juga bukan seorang sayyid meskipun ibunya seorang syarifah...kalau kita lihat di Indonesia yang mengaku sayyid/syarifah mereka terlalu rasis dan menganggap diri mereka suci, maksum. lebih mulia dari manusia yang lain lain...padahal dimata Allah, manusia yang paling mulia adalah manusia yg paling bertaqwa... Delete Reply 23. AnonymousSabtu, April 28, 2012 'Sesungguhnya yang paling mulya di sisi Allah ialah yang paling bertaqwa' bukan karena syarifa/sayyid ReplyDelete Replies 1. Syarifah JameelaSabtu, Agustus 25, 2012 betul juga, namun ada keutamaan tersendiri untuk keluarga Rasulullah shollallahu a'laihi wasallam Delete 2. AnonymousRabu, Desember 12, 2012 itu memang benar keluarga rasul (orang rumah rasul)hanya sebatas orang rumah (istri dan anak anak beliau..tapi bukan keturunannya (keturunan Ali) hingga hari ini..itu udah jauh banget....jangan salah paham mengartikan ayat2... Delete Reply 24. syarifah amySabtu, Mei 19, 2012 assalamualaikum... saya syarifah,,, kk saya sayid menikah bukan dengan seorang syarifah....apakah garis keturunan dari sayid kuat untuk nama anaknya kelak???? ReplyDelete Replies 1. Syarifah JameelaSabtu, Agustus 25, 2012 wa'alaiykum salam warohmah wabarokah... kalau Sayid, boleh menikah dg ahwal (wanita yg bukan syarifah)...sedang anak anak , nasabnya adalah dari garis Ayah.. jadi...tidak akan kehilangan garis nasab,... Delete Reply 25. Mas BrowRabu, Mei 23, 2012 ooooo ternyata dalam Islam ada kasta ? Kasta Sayyid dan kasta Non Sayyid/biasa.kayak dalam agama Hindu. katanya Islam agama suci, tapi kok melihat orang dari kulit dan daging. bukankah itu semua kulit. ooo kanjeng Nabi Muhammad apa benar sih sampeyan itu ngajarkan kasta? setauku tidak sama sekali baik di qur'an maupun hadits. ReplyDelete Replies 1. Syarifah JameelaSabtu, Agustus 25, 2012 tidak benar itu,,,tolong baca lagi note di atas.... Delete Reply 26. AnonymousRabu, Agustus 01, 2012 Assalammu'alaikum.. saya ingin bertanya ...sy seorang syarifah dan sy prnh menikh dgn akhwal dan mmpunyai 2 org ank lki2. ttpi sy udh brpisah slma 5 thn. sekarang sy ingin bs mnikah dgn syyid ttpi belum ketemu syyid yg sy cari krna dsini syyid bnyk yg menikahi ahkwal makanya bnyk pla syrfah yg menikah dengan akhwal. yg mau sy tnyakan...apakh dosa/kesalahan sy itu dmaafkn? bgimana sy mncri seorng syyid yg bs mnjadi suami yg bnr2 bs mmbimbing sy dan mnrima sy dan ank2 sy? trs knp bbrpa syyid yg sy knl sllu tnggi hati dan menggp drjt mrka lbh tnggi dan itu mnybbkn mrka mnjadi sombong..trkadang itulh yg mmbuat sy krg sreg pdhl btpa inginnya sy ini punya suami seorng syyid. ReplyDelete Replies 1. Syarifah JameelaSabtu, Agustus 25, 2012 Wa'alaiykum salam warohmah wabarokah... ya Syarifah..coba gabung di grup sayyid & Syarifah Family...smoga dpt jodoh disini , aamiin.. https://www.facebook.com/groups/179449145395/ Delete Reply 27. junKamis, Agustus 23, 2012 Subbhanallah.... ^_^ gak jadi ane nich deketin syarifah lagi,, ntar ngerusak keturunan Rsulullah.... ReplyDelete Replies 1. Syarifah JameelaSabtu, Agustus 25, 2012 Syukran :) Delete 2. AnonymousJumat, Agustus 31, 2012 hahahahaha...ada ada aja manusia yang menganggap diri mereka paling mulia ini.. Delete 3. AnonymousJumat, Agustus 31, 2012 hehehe...Kemuliaann manusia bukan terletak pada nasab mba syarifah 'yang berdarah mulia':) para ulama kaum habaib cenderung memahami hadist tentang kafaah syarifah secara subjectif demi kepentingan kelangsungan nasab mereka,bukan menurut fiqih. Rasulullah SAW diutus Allah SWT membawa Islam untuk rahmat sekalian alam,untuk memutus segala bentuk rasialisme dalam umat manusia,termasuk dalam kafaah dalam perkawinan...kafaah yang utama adalah kemulian Taqwa kepada Allah SWT dan RasulNya.. Delete 4. AnonymousSelasa, November 20, 2012 Ane setuju banget...Rasulullah yang berhati mulia tidak lah mungkin berfikiran rasis..yang hanya mementingkan kepentingan keluarga dan golongannya...apa yang beliau ucapkan ketika beliau akan wafat..umatku..umatku...bukan keturunanku..keturunanku..atau nasabku...nasab ku... Delete Reply 28. AnonymousRabu, Januari 09, 2013 Assalamu Alaikum, Maaf, menurut cerita suami ane, bahwa yg mengklaim diri sebagai habib adalah kelompok orang2 persia dari daerah pegunungan Harran di Iraq (dekat perbatasan Iraq-Iran) yg terkenal gemar mempelajari Kitab2 agama samawi. Kemudian ada yg hijrah ke Hadramaut (Yaman Selatan) dgn mengklaim diri sebagai keturunan sayyidina Husen bin Ali bin Abi Thalib RadhiAllahu anhu (walaupun tanpa bukti yg kuat, sbb katanya mereka sendiri yg membuktikan tanpa disaksikan oleh orang2 Hadramaut) agar bisa diterima oleh orang2 Hadramaut. Dgn membuat manuver2/issue2 Ahmad bin Isa AlMuhajir (ya jelas muhajir sbb mereka orang2 yg hijrah). Ternyata mereka diterima di Hadramaut dgn alasan demi keamanan mereka, pertamanya di-ijinkan tinggal di Tarim, Lama2 berkembang biak menjadi banyak. Berhubung mereka bukan orang arab, maka mereka tidak punya nama marga. Kemudian mereka membuat marga sediri yaitu Ba'Alwi, dan dari marga Ba'Alwi berkembang dan menyebar menjadi Bin Sekh Abubakar, Al-Attas, AsSegaff, BaSyeiban, AlHamid dan lain2 menjadi 114 Marga. Dari rasa takut ketahuan kedoknya, bahwa mereka adalah keturunan Ahlul-Bait palsu, maka mereka : Rajin membuat catatan silsilah2 mereka sendiri yg di-kait2-kan pada Sayyidina Husein Bin Ali Bin Abu Thalib RadhiAllahu-anhu tanpa disaksikan oleh orang lain.(maksudnya untuk mencari legitimasi). Banyak juga yg bekerja sama dgn jin untuk mendapatkan kelebihan/kehebatan se-olah2 mereka mendapat karomah, agar dianggap WaliAllah. Dalam berpropanganda, mereka selalu bekerja sama saling dukung mendukung dalam pemberian bumbu2 issue yg selalu mereka ciptakan agar menuver2 tsb enak didengar. Sbb mayoritas dari mereka adalah ahli kalam (pandai bersilat-lidah). Kemudian sebagian dari marga2 Ba'alwi tsb ada yg hijrah mengikuti pedagang2 Hadramaut ke negara2 yg pengetahuan Islamnya masih lemah, spt India, Malaisia, Indonesia, dsb. Dgn mengklaim diri sebagai Ahlul Bait (keluarga RosulAllah) dgn bukti2 yg mereka buat sendiri (spt kakek2 mereka sewaktu datang ke Hadramaut)agar mendapat lahan penghormatan dari penduduk setempat dan sampai sekarang masih dilanjutkan oleh cucu2 mereka..... Menurut pengamatan ane : 1. Ahlul Bait(keturunan dan nenek moyang RosulAllah), tidak akan ada satupun diantaranya yg berbuat maksiat.(coba dipelajari mulai dari Nabi Ibrahim Alaihi Salam). 2. Jika para habib atau Ba'alwi benar mempunyai bukti2 yg kongkrit bahwa mereka adalah keturunan Sayyidina Husein Bin Ali Bin Abu Thalib RodhiAllahu-anhu : Kenapa mereka tidak berani mengklaim diri sebagai Ahlul Bait di Mekkah yg nota bene tempat asal-usul Ahlul Bait ??? Kok malahan dendam/memusuhi para Ulama' Mekkah/Madinah malah sampai memfitnah sbg aliran Wahabi, padahal aliran Wahabi adalah ajaran sesat Abd.Wahab bin Abd.Rahman Rustum di Marokko yg ber-abad2 sebelum ada Ulama Besar Saudi yg bernama Mohammad bin Abd.Wahab (=Pemberantas syirik dan bid'ah) Kenapa mereka gemar membuat ritual2 yg tidak di-ajarkan oleh RosulAllah ? Se-olah2 ajaran RosulAllah tidak komplit, dgn dalih cinta RosulAllah ? 3. Sewaktu pecah perang Irak-Iran 1990, kenapa semua para habib atau Ba'alwi berpihak pada Iran yg jelas2 Syi'ah dan selalu mengkhinati Ahlul Bait ? Ini membuktikan bahwa nenek moyang mereka adalah orang2 persia yg berada di Harran-Iraq. Wahai para habib atau para Ba'alwi, katakanlah yg haq adalah haq, katakanlah yg bathil adalah bathil. Sebab tanggung jawab pada Allah sangat berat. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ليس مِن رجلٍ ادَّعى لغير أبيه وهو يَعلَمه إلاَّ كفر بالله، ومَن ادَّعى قوماً ليس له فيهم نسبٌ فليتبوَّأ مقعَدَه من النار ))، رواه البخاريُّ (3508)، ومسلم (112)، واللفظ للبخاري “Tidak ada seorangpun yang mengaku (orang lain) sebagai ayahnya, padahal dia tahu (kalau bukan ayahnya), melainkan telah kufur (nikmat) kepada Allah. Orang yang mengaku-ngaku keturunan dari sebuah kaum, padahal bukan, maka siapkanlah tempat duduknya di neraka” (HR. Bukhari dan Muslim). ReplyDelete Replies 1. AnonymousKamis, Januari 10, 2013 apa tanggapan mba syarifah dengan tulisan di atas... Delete Reply Load more Nasihat Bidadari Mosaic • Classic • MANA BUKTI AYAT YANG MELARANG MENIKAHI SYARIFAH SELAIN SAYED.. Dalil-Dalil Yang Mendasari Kafa’ah Syarifah Pada dasarnya ayat-ayat Alquran yang menyebutkan keutamaan dan kemuliaan ahlul bait secara umum merupakan dalil yang mendasari pelaksanaan kafa’ah dalam perkawinan syarifah. Begitu pula dengan ayat yang terdapat dalam alquran surat al-An’am ayat 87, berbunyi: ومن أبآئهم وذرّيّتهم وإخوانهم … “(dan kami lebihkan pula derajat) sebahagian dari bapak-bapak mereka, keturunan mereka dan saudara-saudara mereka…” Turmudzi meriwayatkan sebuah hadits berasal dari Abbas bin Abdul Mutthalib, ketika Rasulullah ditanya tentang kemuliaan silsilah mereka, beliau menjawab: ان الله خلق الخلق فجعلني في خيرهم من خيرهم قرنا ثم تخير القبائل فجعلني من خير قبيلة ثم تخير البيوت فجعلني من خيربيوتهم فأنا خيرهم نفسا و خيرهم بيتا “Allah menciptakan manusia dan telah menciptakan diriku yang berasal dari jenis kelompok manusia terbaik pada waktu yang terbaik. Kemudian Allah menciptakan kabilah-kabilah terbaik, dan menjadikan diriku dari kabilah yang terbaik. Lalu Allah menciptakan keluarga-keluarga terbaik dan menjadikan diriku dari keluarga yang paling baik. Akulah orang yang terbaik di kalangan mereka, baik dari segi pribadi maupun dari segi silsilah“. Dalam Alquran disebutkan bahwa manusia yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa. Sebagai contoh para sahabat nabi, mereka adalah orang-orang yang mulia walaupun mereka bukan dari kalangan ahlul bait. Memang benar, bahwa mereka semuanya sama-sama bertaqwa, taat dan setia kepada Allah dan Rasul-Nya. Persamaan keutamaan itu disebabkan oleh amal kebajikannya masing-masing. Akan tetapi ada keutamaan yang tidak mungkin dimiliki oleh para sahabat nabi yang bukan ahlul bait. Sebab para anggota ahlul bait secara kodrati dan menurut fitrahnya telah mempunyai keutamaan karena hubungan darah dan keturunan dengan manusia pilihan Allah yaitu nabi Muhammad saw. Hubungan biologis itu merupakan kenyataan yang tidak dapat disangkal dan tidak mungkin dapat diimbangi oleh orang lain. Lebih-lebih lagi setelah turunnya firman Allah swt dalam surah Al-Ahzab ayat 33 yang berbunyi: إنّما يريد الله ليذهب عنكم الرّجس اهل البيت ويطهّركم تطهيرا “Sesungguhnya Allah swt bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlu al-bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”. Di samping itu Rasulullah saw telah menegaskan dalam sabdanya: ياأيهاالناس إن الفضل والشرف والمنزلة والولاية لرسول الله وذريته فلا تذ هبن الأباطيل “Hai manusia bahwasanya keutamaan, kemuliaan, kedudukan dan kepemimpinan ada pada Rasulullah Rasulullah dan keturunannya. Janganlah kalian diseret oleh kebatilan”. Dengan keutamaan dzatiyah dan keutamaan amaliyah, para ahlul bait dan keturunan rasul memiliki keutamaan ganda, keutamaan yang tidak dimiliki oleh orang lain. Keutamaan ganda itulah (khususnya keutamaan dzatiyah) yang mendasari pelaksanaan kafa’ah di kalangan keturunan Rasullulah. Sedangkan hadits Rasulullah yang memberikan dasar pelaksanaan kafa’ah syarifah adalah hadits tentang peristiwa pernikahan Siti Fathimah dengan Ali bin Abi Thalib, sebagaimana kita telah ketahui bahwa mereka berdua adalah manusia suci yang telah dinikahkan Rasulullah saw berdasarkan wahyu Allah swt . Dalam kitab Makarim al-Akhlaq terdapat hadits yang berbunyi: إنما انا بشر مثلكم أتزوّج فيكم وأزوّجكم إلا فاطمة فإن تزويجها نزل من السّماء , ونظر رسول الله إلى أولاد علي وجعفر فقال بناتنا لبنينا وبنونا لبناتنا “Sesungguhnya aku hanya seorang manusia biasa yang kawin dengan kalian dan mengawinkan anak-anakku kepada kalian, kecuali perkawinan anakku Fathimah. Sesungguhnya perkawinan Fathimah adalah perintah yang diturunkan dari langit (telah ditentukan oleh Allah swt). Kemudian Rasulullah memandang kepada anak-anak Ali dan anak-anak Ja’far, dan beliau berkata : Anak-anak perempuan kami hanya menikah dengan anak-anak laki kami, dan anak-anak laki kami hanya menikah dengan anak-anak perempuan kami”. Menurut hadits di atas dapat kita ketahui bahwa: Anak-anak perempuan kami (syarifah) menikah dengan anak-anak laki kami (sayid/syarif), begitu pula sebaliknya anak-anak laki kami (sayid/syarif) menikah dengan anak-anak perempuan kami (syarifah). Berdasarkan hadits ini jelaslah bahwa pelaksanaan kafa’ah yang dilakukan oleh para keluarga Alawiyin didasari oleh perbuatan rasul, yang dicontohkannya dalam menikahkan anak puterinya Fathimah dengan Ali bin Abi Thalib. Hal itu pula yang mendasari para keluarga Alawiyin menjaga anak puterinya untuk tetap menikah dengan laki-laki yang sekufu sampai saat ini. Di zaman Syekh Umar Muhdhar bin Abdurahman al-Saqqaf, oleh para keluarga Alawiyin beliau diangkat menjadi ‘Naqib al-Alawiyin’ yang salah satu tugas khususnya adalah menjaga agar keluarga Alawiyin menikahkan putrinya dengan lelaki yang sekufu’. Mustahil jika ulama Alawiyin seperti Muhammad bin Ali al-Faqih al-Muqaddam, Syekh Abdurahman al-Saqqaf, Syekh Umar Muhdhar, Syekh Abu Bakar Sakran, Syekh Abdullah Alaydrus, Syekh Ali bin Abi Bakar Sakran dan lainnya, melaksanakan pernikahan yang sekufu’ antara syarifah dengan sayid hanya berdasarkan dan mengutamakan adat semata-mata dengan meninggalkan ajaran datuknya Rasulullah saw sebagai uswatun hasanah bagi umat, padahal mereka bukan saja mengetahui hal-hal yang zhohir tapi juga mengetahui hal-hal bathin yang didapat karena kedekatan mereka dengan Allah swt. Hadits-hadits lain yang menjadi dasar pelaksanaan kafa’ah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani, Al-Hakim dan Rafi’i: فإنهم عترتي, خلقوا من طينتي ورزقوا فهمي و علمي, فويل للمكذّبين بفضلهم من أمتي القاطعين منهم صلتي لا أنزلهم الله شفاعتي “…maka mereka itu keturunanku diciptakan (oleh Allah) dari darah dagingku dan dikaruniai pengertian serta pengetahuannku. Celakalah (neraka wail) bagi orang dari ummatku yang mendustakan keutamaan mereka dan memutuskan hubunganku dari mereka. Kepada mereka itu Allah tidak akan menurunkan syafa’atku.” Dalam berbagai buku sejarah telah tertulis bahwa khalifah Abu Bakar dan Umar bersungguh-sungguh untuk melamar Siti Fathimah dengan harapan keduanya menjadi menantu nabi. Al-Thabary dalam kitabnya yang berjudul Dzakhairul Uqba halaman 30 mengetengahkan sebuah riwayat, bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq pernah meminang Siti Fathimah, oleh Rasulullah dijawab: ‘Allah belum menurunkan takdir-Nya’. Demikian pula jawaban Rasulullah kepada Umar bin Khattab ketika meminang Siti Fathimah ra. Mengapa mereka ingin menjadi menantu nabi? Dua orang sahabat itu meminang Fathimah, semata-mata ingin mempunyai hubungan kekerabatan dengan Rasulullah dan karena keutamaan-keutamaan yang diperoleh keluarga nabi menyebabkan mereka ingin sekali menjadi menantunya. Mereka mendengar Rasulullah bersabda: كلّ نسب وصهر ينقطع يوم القيامة إلا نسبي و صهري “Semua hubungan nasab dan shihr (kerabat sebab hubungan perkawinan) akan terputus pada hari kiamat kecuali nasab dan shihr-ku” Seharusnya para keturunan Rasulullah yang hidup saat ini melipatgandakan rasa syukurnya kepada Allah, karena melalui kakeknya Nabi Muhammad saw mereka menjadi manusia yang memiliki keutamaan dan kemuliaan, bukan sebaliknya mereka kufur ni’mat atas apa yang mereka telah dapatkan dengan melepas keutamaan dan kemuliaan diri dan keturunannya melalui pernikahan yang mengabaikan kafa’ah nasab dalam perkawinan anak dan saudara perempuannya, yaitu dengan mengawinkan anak dan saudara perempuannya sebagai seorang syarifah dengan lelaki yang bukan sayyid. Dijelaskan oleh Sayyid Usman bin Abdullah bin Yahya (Mufti Betawi): ‘Dalam perkara kafa’ah, tidaklah sah perkawinan seorang laki-laki dengan perempuan yang tidak sekufu’ apalagi perempuan itu seorang syarifah maka yang bukan sayyid tidak boleh menikahinya sekalipun syarifah itu dan walinya menyetujuinya. Sekalipun para fakih telah berkata bahwa pernikahan itu sah namun para ulama ahlul bait mempunyai ijtihad dan ikhtiar dalam perkara syara’ yang tiada di dapati oleh para fakih lain. Maka sesudah diketahui segala nash ini tentang larangan pernikahan wanita keturunan ahlul bait nabi SAW, sebaiknya menjauhkan diri dari memfatwakan bolehnya pernikahan syarifah dengan selain dari keturunan Rasulullah tersebut dengan berlandaskan semata-mata nash umum fuqaha, yakni nikah itu sah bila si wanitanya ridha dan walinya yang dekatpun ridha. Hal ini berlaku secara umum, tidak berlaku untuk syarifah dengan lain bangsa yang bukan sayyid’. Selanjutnya beliau berkata: ‘Daripada yang menjadi godaan yang menyakitkan hati Sayidatuna Fathimah dan sekalian keluarga daripada sayid, yaitu bahwa seorang yang bukannya dia daripada bangsa sayid Bani Alawi, ia beristerikan syarifah daripada bangsa Bani Alawi, demikian juga orang yang memfatwakan harus dinikahkannya, demikian juga orang yang menjadi perantaranya pernikahan itu, karena sekaliannya itu telah menyakitkan Sayidatuna Fathimah dan anak cucunya keluarga Rasulullah saw’ -------------------------- Kepada siapapun yang mempunyai pikiran bahwa ulama Alawiyin yang melaksanakan pernikahan antara syarifah dengan sayid berdasarkan adat semata-mata, dianjurkan untuk beristighfar dan mengkaji kembali mengapa para ulama Alawiyin mewajibkan pernikahan tersebut, hal itu bertujuan agar kemuliaan dan keutamaan mereka sebagai keturunan Rasulullah saw yang telah ditetapkan dalam alquran dan hadits Nabi saw, tetap berada pada diri mereka. Sebaliknya, jika telah terjadi pernikahan antara syarifah dengan lelaki yang bukan sayid, maka anak keturunan selanjutnya adalah bukan sayid, hal itu disebabkan karena anak mengikuti garis ayahnya, akibatnya keutamaan serta kemuliaan yang khusus dikarunia oleh Allah swt untuk ahlul bait dan keturunannya tidak dapat disandang oleh anak cucu keturunan seorang syarifah yang menikah dengan lelaki yang bukan sayid. Hadits-hadits lain yang menjadi dasar pelaksanaan kafa’ah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani, Al-Hakim dan Rafi’i: فإنهم عترتي, خلقوا من طينتي ورزقوا فهمي و علمي, فويل للمكذّبين بفضلهم من أمتي القاطعين منهم صلتي لا أنزلهم الله شفاعتي “…maka mereka itu keturunanku diciptakan (oleh Allah) dari darah dagingku dan dikaruniai pengertian serta pengetahuannku. Celakalah (neraka wail) bagi orang dari ummatku yang mendustakan keutamaan mereka dan memutuskan hubunganku dari mereka. Kepada mereka itu Allah tidak akan menurunkan syafa’atku.” Adapun makna yang terkandung dalam hadits ini adalah dalam hal nasab mustahil akan terjadi pemutusan hubungan keturunan nabi saw kalau tidak dengan terputusnya nasab seorang anak dan tidak akan terputus nasab seorang anak kalau bukan disebabkan perkawinan syarifah dengan lelaki yang tidak menyambung nasabnya kepada nabi saw. Dan jika telah terjadi pemutusan hubungan tersebut, maka menurut hadits di atas Nabi Muhammad tidak akan memberi syafa’atnya kepada orang yang memutuskan hubungan keturunannya kepada Rasulullah melalui perkawinan syarifah dengan lelaki yang bukan sayid. http://www.facebook.com/home.php?#!/topic.php?uid=126298984168&topic=9512 Posted 9th June 2010 by Syarifah Jameela Labels: DA'WAH WALISONGO 59 View comments 1. Agung S.Jumat, Agustus 20, 2010 Kalau komentar aku sih....Boleh aja Syarifah menikah dengan siapa saja.... Karena intinya, semua manusia sama, Allah SWT menciptakan manusia dengan sifatnya yang Maha Adil dan Maha Mengetahui.... Membedakan manusia hanya dari segi Tingkat ketaqwaan dan keimanan manusia itu sendiri.... ReplyDelete Replies 1. junKamis, Agustus 23, 2012 emang ente gak baca tuh qur an, dosa neraka wail tuh yang nunggu, lo mutus keturunan nabi.... hehdegh... Delete 2. AnonymousRabu, Desember 12, 2012 hehe..rasis...Ahlul bait (orang rumah) hanya meliputi keluarga rasul, istri dan anak2nya...yang sekarang keturunanya udah jauh banget..dan bukan ahlul bait...ini pemahaman syiah yang terlalu mengkultuskan Ali dan keturunannya....hanya taqwalah yg membedakan kita di mata Allah bukan karena nazab/keturunan...ingat dan laksanakan khutbah terakhir Rasulullah di lembah uranah 9 djulhijah 10 H...kalau kita mengaku mencintai Rasulullah...wassalam Delete Reply 2. AnonymousSelasa, Desember 21, 2010 betulll.,. hanya iman dan taqwa yang membedakan kita dari sang khalik,.,., ReplyDelete Replies 1. junKamis, Agustus 23, 2012 beda sob, mereka keturunan rasul yang lebih mulia, Delete 2. AnonymousKamis, Januari 10, 2013 itu ajaran syah yg terlalu mengkultuskan keturunan Syadina Ali...keturunannya bukan ahlul bait..ahlul bait hanya meliputi orang rumah Rasulullah..istri dan anak2 beliau...hehehe...Islam tidak mengenal kasta..emangnya agama hindu...ingat sifat iblis yg selalu mengaku lebih mulia di bandingkan Nabi Adam As....karena nazab tidak akan menolong mu di hari kiamat..keculai amal dan taqwa kepada Allah SWT... Delete Reply 3. AnonymousJumat, Januari 14, 2011 aq se orang syarifah....aq merasa ad keterpaksan untuk aq,,, aq hnya ingin mndapatkan suamiyg bs mngayomi hidupq.. tetapi jika aq menikah dgan sayid tpi sayid itu adlah seorang pemabuk,penjudi,bahkan jauh dari agama,,ap allah akan mnyukai itu??????? seblik na jika aq mnnikah denga lelaki ahwal(bkan sayid) tetapi dy sangat taat beragma,,bhkan bsa membimbingQ mnjdi istri yg soleha,,,ap allah akan tetap murka??? ReplyDelete Replies 1. AnonymousJumat, April 13, 2012 alafu sebelumnya ukhty.... ana mw nanya am ent..ent lebih milih mana senang didunia tapi tersiksa diakhirat? tersiksa di dunia,tapi di akhirat senang dan mendapatkan syafa'at dari allah dan nabi muhammad?? dan satu lagi gak mungkin semua sayid tu pemabuk,penjudi,dan lainnya.masih banyak sayid diluar sana yg bisa mengayomi ent.dan menjadi imam ent,,jgn mencari rejal sayid seperti yang ent gambarkan di atas.. Delete Reply 4. Taman HatiSenin, Januari 31, 2011 karena keistimewaan Rasul saw yang tidak diberikan kepada orang lain.Hal itu berkenaan dengan Firman Allah swt untuk menguatkan posisi Rasul dan ahlul baitnya dalm qur'an surat Alkautsar yang berbunyi "innasyaa niaka huwal abtar" artinya "sesungguhnya orang2 yang mengolokmu (dengan sebutan terputus) malah merekalah yang terputus keturunannya".Inilah hak prerogatif yang di berikan kepada rasul yaitu silsilah beliau saw melalui fatimah.Bukan dari bapak ke anaknya laki2.Selanjutnya Dari Hasan atau Husin ke bawah normal lagi. Dan Allah menjaga silsilah Rasul ini dengan ungkapan "Sesungguhnya Allah menghendaki kesucian kalian dari dosa wahai ahlul bait dengan sesuci sucinya", karena alasan diataslah maka seorang syarifah harus menikah dengan sayyid demi melestarikan anak anak keturunan Rasulullah Shallallahu 'alaiyhi wasallam............... kalaupun ada Sayyid dan Syarifah yg akhlaqnya buruk, ini perlu di beri nasihat agar segra bertaubat...untuk Sayyid yg anti tuliskan diatas,..bila mereka berbuat baik maka bagi mereka pahala ganda dibanding ahwal,namun bila mereka berbuat dosa apalagi menjadi kuffar dan murtad maka adzab mereka juga dua kali lipat daripada ahwal. .carilah yg akhlaqnya baik menurut syari'at wallahu 'alam bish showab ReplyDelete 5. bettnumberJumat, Maret 11, 2011 @agung s: 1. emang sayid pemabuk semua?... emang ahwal ga ada yg bejat? ya cari lah sayyid yg baik, yg ngerti ilmu agama.. jgn jadikan alasan sayyid pemabuk padahal mau kawin ama ahwal. 2. menyesal dilahirkan sebagai syarifah adalah orang yg paling rugi di akhirat..nauzubillah.. ini syarifah yg kek gini cuma ngerti dunia aja dia ga perlu yg namanya akhirat... kalo dia cinta ama rasulullah yg mengalir didalam darah nya masak ngomongnya gitu... kalo antum wahai syarifah mau kawin dengan ahwal keluar dulu dari zurriyat (ikrar/sumpah keluar dari zurriyat alias lepas aja syarifahnya) .. sungguh sayang jiddah kita sayyidatina fatimah ra menangis melihat cucunya bermental kek gini akibat racun2 dunia.. 3. rasulullah berkehendak agar para sayid dan syarifah menikah sekufu menjaga keturunannya) kalo ga itu Anak nya SAyyidatina Fatimah ra udah dikawinin ama Umar atau usman yg melamar nya.. tapi kenapa Dikawinkan sama Sayyidina Ali RA??? jawabannya ya itu tadi menjaga dzurriyatnyaa.. 4. payah sekarang bnyk syarifah dan sayid ga ngerti apa2 mengenai dzurriyat dan sapa itu datuk2nya.. pikirannya ke barat aja.. mau nya senang didunia untuk akhirat meneketehe.. kalo itu ahlulbait mencintai datuk2nya terutama Rasulullah SAW maka pasti yg syarifah cari sayyid yg sayyid cari syarifah.. yaa nyarinya ada aturannya.. sayid cari yg baik ngerti agama bertanggung jawab ada penghasilan... syarifah juga cari yg baik, sayang kepada suami, mengerti agama dll sbgnya... jangan dipandang 1-3 sayyid yg mabuk dan judi semua sayyid kekgitu.. payah ni pikiran syarifah nya.. cari yg baik doonk kan dikasih akal ma Allah.. zzzzzzz... ReplyDelete Replies 1. AnonymousKamis, Juli 26, 2012 syukran ya :) barokallah Delete Reply 6. AnonymousSabtu, Maret 12, 2011 untuk yang mengaku syarifah.. jangan cepat berputus asa.. tidak mungkin orang tua anda menikahkan anda dengan org yang mabuk2, walaupun sayid.. anda hanya ingin mencari jalan keluar dari hukum yang sudah ditentukan untuk mencapai tujuan anda.. bertaubatlah.. ingat sabda nabi “Semua hubungan nasab dan shihr (kerabat sebab hubungan perkawinan) akan terputus pada hari kiamat kecuali nasab dan shihr-ku” seluruh umat islam berlomba untuk dekat dengan Rasulullah.. masa anda ingin memutus. ReplyDelete 7. Taman HatiRabu, Maret 23, 2011 jazakallah khaer atas semua masukannya dan komentarnya , salam ukhwah ReplyDelete 8. AnonymousSenin, April 11, 2011 iya ..syarifah sekarang umumnya cuma pengen nurutin keinginan hati...tapi habis merit banyak yang nyesel...gimana ini syarifah?? ReplyDelete Replies 1. Syarifah JameelaSabtu, Agustus 25, 2012 makanya, ada baiknya difikirkan dulu....untuk para syarifah.....kasihan anak anak kalau terputus nasabnya......maka nikahlah dg Sayed Delete Reply 9. AnonymousSabtu, April 23, 2011 Menurut saya ini tidak masuk akal. Menikahkan anak dengan anak, bukankah itu incest? Dan kalau pun kalimat "Anak-anak perempuan kami hanya menikah dengan anak-anak laki kami, dan anak-anak laki kami hanya menikah dengan anak-anak perempuan kami" bermakna figuratif, itu pun masih tidak masuk akal. Bukankah ini sama saja dengan adat bangsa Yahudi yang harus menikahkan anaknya dengan sesama keturunan Yahudi? Dan hasilnya bisa dilihat sekarang, banyak kelainan genetis di kalangan bangsa Yahudi yang diperoleh karena adat bangsa Yahudi itu. Bukan tidak mustahil jika ini (adat perkawinan syarifa dengan sayyid) akan berakhir dengan hasil yang sama seperti dengan bangsa Yahudi. Maaf, tapi secara ilmiah menurut saya adat ini tidak baik untuk dilaksanakan. Dan karena Islam adalah agama yang ilmiah, saya yakin Allah tidak akan mewajibkan hamba-Nya melakukan sesuatu yang dapat berujung pada keburukan. ReplyDelete Replies 1. AnonymousSabtu, Februari 18, 2012 Sepakat Delete Reply 10. AnonymousKamis, Mei 26, 2011 sidikit pndapat ni plend; jumlah kaum syarifa yg lebih banyak kini dari kaum sayyid adalah menunjukkan tiga pilihan bagi mereka, tidak menikah, atau menikah dg poligami, atau menikah dg non sayyid. mereka mungkin boleh memilih menurut kemampuannya masing masing. namun repotnya masa kini para syarifah yg sudah bersuamikan sayyid tak mau suaminya berpoligami, dan pria sayyid yg sudah menikahpun tak mau poligami, lalu akan kemana putri putri Rasul saw ini?, dibiarkan mencari nafkah sendiri hingga wafatkah?, atau akan terulang pembunuhan bayi wanita karena sulitnya mencari suami dari sayyid?, tentunya tidak demikian, disinilah kita mesti berluas hati dan sebagian ulama ahlulbait memperbolehkan menikah dg non sayyid asalkan ia yg menghendaki dan walinya. Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga sukses dg segala cita cita, semoga dalam kebahagiaan selalu, Wallahu a'lam ReplyDelete 11. AnonymousKamis, Mei 26, 2011 sdikit pndapat ni; jumlah kaum syarifa yg lebih banyak kini dari kaum sayyid adalah menunjukkan tiga pilihan bagi mereka, tidak menikah, atau menikah dg poligami, atau menikah dg non sayyid. mereka mungkin boleh memilih menurut kemampuannya masing masing. namun repotnya masa kini para syarifah yg sudah bersuamikan sayyid tak mau suaminya berpoligami, dan pria sayyid yg sudah menikahpun tak mau poligami, lalu akan kemana putri putri Rasul saw ini?, dibiarkan mencari nafkah sendiri hingga wafatkah?, atau akan terulang pembunuhan bayi wanita karena sulitnya mencari suami dari sayyid?, tentunya tidak demikian, disinilah kita mesti berluas hati dan sebagian ulama ahlulbait memperbolehkan menikah dg non sayyid asalkan ia yg menghendaki dan walinya. Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga sukses dg segala cita cita, semoga dalam kebahagiaan selalu, Wallahu a'lam ReplyDelete 12. ridhomadoniSenin, Mei 30, 2011 saya ahwal.... maaf...beribu-maaf... sampe skarang akal sehat saya g trima knapa syarifah mesti menikah dengan syahid... karna tiap saya bertanya ato mencari tahu alasannya... slalu g jelas n agak menyimpang jawaban yang saya dapet... sekali lagi maaf,beribu-ribu maaf... saya butuh penjelasan yang sedetil mungkin dong... trus dari smua yang saya dapet ttg topik ini... saya malah memiliki pertanyaan... ap smua manusia yang bukan syarifah & bukan syahid bukan umat Nabi?? ap smua manusia yang bukan syarifah & bukan syahid hanya pelengkap saja d dunia ini?? ReplyDelete 13. FADIL AL-HabsyiRabu, Agustus 17, 2011 ALLAH Kan Telah Menjodohkan Umatnya , Jadi Perkawinan Antara Non Saydi , Dengan Syarifah itu kan berarti udah di jodohkan ? apakah masih salah ? ReplyDelete 14. hati yang bingungSelasa, Agustus 23, 2011 ass.... mohon maaf sebelumnya... Saya mau tanya sebenernya yg melarang pernikahan antara syarifah dan ahwal itu Rasullulloh atau anak cucunya....??? ReplyDelete Replies 1. AnonymousKamis, Januari 10, 2013 bukan Rasulullah maupun anak - anaknya..melainkan yang mengaku keturunan Rasulullah yg udah jauh banget serta rasis..karena sejarah mencatat 10 Kasus wanita Ahlulbayt menikah dengan non ahlulbayt” 1. Ruqayyah binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Utsman bin Affan. 2. Ummu Kultsum binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Utsman bin Affan. 3. Zainab binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Abul ‘Ash. 4. Ummu Kultsum bin Fathimah binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Umar bin La-Khatthab. 5. Sukainah binti Husain bin Fathimah binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Zaid bin Umar bin Utsman bin Affan. 6. Fathimah binti Husain bin Fathimah binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Abdullah bin Amr bin Utsman bin Affan. 7. Fathimah binti Ali Zainal Abidin bin Husain bin Fathimah binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Al-Mundzir bin Zubair bin Al-Awam. 8. Idah binti Ali Zainal Abidin bin Husain bin Fathimah binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Nuh bin Ibrahim bin Muhammad bin Thalhah. 9. Fathimah binti Hasan Al-Mutsanna bin Hasan bin Fathimah binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Ayyub bin Maslamah Al-Makhzumi. 10. Ummul Qasim binti Hasan Al-Mutsanna bin Hasan bin Fathimah binti Muhammad Rasulillah, menikah dengan Marwan bin Aban bin Utsman bin Affan. apakah mereka yang mengaku keturunan Rasulullah berani memberikan pernyataan bahawa pernikahan yang terjadi di atas tidak akan mendapatkan syafaat dari rasulullah... Delete Reply 15. alaydrus...Selasa, Agustus 30, 2011 Assalamu'alaikum . . . Aku sayyid... D Nasab kami terputus, tapi aku insyaAllah yakin kalo kami bener keturunan ahlul bait, dan ada orang2 yang emang yakin kami sayyid. Btw, sekarang aku sedang dekat dengan syarifah, naluriku dari dulu adalah mencari syarifah, hanya saja lamaranku ditolak, aku merasa karena silsilah kami tidak terdaftar RA, jadi dipertanyakan. But please, bagaimana dengan ribuan sayyid2 yang tidak terdaftar? silsilahnya terputus? lalu bagaimana pula kami akan zuad dengan syarifah? kemudian bagaimana nasib syarifah? kebutuhan biologis, faktor usia, dan juga lingkungan, maka membuat kami juga harus menikah? dengan siapakah, syarifah (sementara keraguan terhadap kami hanya karena nasab kami yang terputus)?? atau maka bersama akhwal??ada yang bisa kasih solusi?? Wassalam... Assalamu'alaykum warohmatullahi wabarokaatuh, Ketika Saya ada sedikit project telkom di saudi dan kuwait yang menurut saya mereka mereka ini lebih dekat kekerabatannya dengan sahabat dan rasulullah , saya sempat bertanya pada beberapa warga asli disana tentang pernikahan ahlul bait dengan yang bukan..Berdasarkan semua kitab fiqh , anjuran utama adalah dinilai dari sisi agamanya..Tapi aneh ttg keturunan arab indonesia yang nota bene kebanyakan dari yaman... Tampak sekali pengkultusan individunya..semoga Allah memberikan petunjuk.. ReplyDelete 21. AnonymousSelasa, Maret 06, 2012 Maaf sebelumnya ya, memang bersyukur dan suatu karunia yang luar biasa menjadi sayyid or syarifah, dan memang tidak masuk akal sama terkadang pada kenyataannya, dan ujungnya pasti mendapatkan jawaban Wallahu a'lam. Maaf saya tidak bilang semua sayyid or syarifah itu buruk, hanya sebagian kecil yang saya alami di depan mata saya, saya tidak mengerti sama sekali, karena saya bukan keturunan siapa-siapa, karena saya seorang yang baru mengenal Allah dari "seberang", karena baru belajar sudah mendapatkan hal seperti ini saya sangat amat bingung dan heran. Memang betul semua hal yang terjadi tidak bisa masuk akal sehat (terkadang). dengan apa yang dialami teman dekat saya seorang syarifah yang sudah berulang kali tidak pernah berhasil dengan sayyid.karena tuntutan/paksaan dari orang tua nya, sehingga mengorbankan hatinya, saat ini sangat menderita sekali, sampai di satu titik dia tidak bisa merasakan hatinya (mati rasa). hanya karena mempertahankan gelar tersebut akhirnya sampai mati rasa, kalau saya liat diatas di sebut "mempertahankan" bukan "memaksa" bukan berarti mengikuti ke barat-baratan, sehingga tidak mau menikah dengan sayyid. Tetapi wanita kan bukannya ada batasan umur untuk menikah? apakah ada yang mau sayyid dengan syarifah tua??? apalagi kondisinya lebih banyak syarifah dari pada sayyid. memang jodoh Allah yang menentukan, tetapi adakah yang bisa tau siapakah jodoh manusia itu yang sebenarnya?? mungkin kesimpulannya beberapa hal 1. Menikah dengan sesama sayyid/syarifah berdasakan saling mencintai (harapan semua sayyid/syarifah) 2. Menikah dengan keterpaksaan/tekanan karena hanya menuruti aturan, sehingga jika memiliki keturunan tidak dengan cinta, tetapi hanya karena hanya ingin sekedar meneruskan keturunan. kemudian hanya takut dengan intimidasi dari keluarga, tidak memiliki fasilitas/materi dunia sehingga mengorbankan perasaan dan cinta. Jika tidak bisa menikah dengan sayyid semua fasilitas dunia akan di ambil, terus di intimidasi.beginikah jalan hidup seorang syarifah yang katanya tadi sangat beruntung? dan hanya melihat materi dan "gelar" 3. Tidak menikah sama sekali. terus bagaimana mau meneruskan keturunan????? 4. Bagaimana jika tidak bisa memiliki keturunan?? 5. Bukankah memiliki rasa saling mencintai itu sebagai modal utama? memangnya Allah melihat ya berapa jumlah harta yang kita miliki di dunia? memangnya Allah suka ya dengan segala keterpaksaan/penderitaan?? (semua manusia yang bernafas butuh materi) tetapi haruskah mengorbankan anugerah dari Allah yang luar biasa yaitu hati? sekali lagi saya mohon maaf, tidak menghakimi satu golongan atau karena saya bukan bagian dari golongan tersebut. Saya hanya coba melihat dari hati yang paling dalam, semua butuh pengorbanan untuk mendapatkan sesuatu. Saya mengharapkan semua tujuan diatas untuk benar-benar dari hati yang paling dalam tidak menyimpang niat dan tujuannya, sehingga agama menjadi tameng. Saya hanya percaya satu hal dengan segala keterbatasan saya, bahwa Allah telah menentukan jodoh setiap manusia dengan segala resiko, dan perjuangan untuk tetap mempertahankan hatinya. coba jujur dengan hati yang paling dalam menyikapi semua hal ini, bukan dengan emosi,egois,merasa paling benar. Lihat jika diri kita yang mengalami dalam kondisi tidak enak,harus mengambil keputusan yang sulit, apa yang akan kita lakukan...(tindakan nyata bukan hanya doa dan berdiam serta menyerah begitu saja) Mas BrowRabu, Mei 23, 2012 ooooo ternyata dalam Islam ada kasta ? Kasta Sayyid dan kasta Non Sayyid/biasa.kayak dalam agama Hindu. katanya Islam agama suci, tapi kok melihat orang dari kulit dan daging. bukankah itu semua kulit. ooo kanjeng Nabi Muhammad apa benar sih sampeyan itu ngajarkan kasta? setauku tidak sama sekali baik di qur'an maupun hadits. Assalamu Alaikum, Maaf, menurut cerita suami ane, bahwa yg mengklaim diri sebagai habib adalah kelompok orang2 persia dari daerah pegunungan Harran di Iraq (dekat perbatasan Iraq-Iran) yg terkenal gemar mempelajari Kitab2 agama samawi. Kemudian ada yg hijrah ke Hadramaut (Yaman Selatan) dgn mengklaim diri sebagai keturunan sayyidina Husen bin Ali bin Abi Thalib RadhiAllahu anhu (walaupun tanpa bukti yg kuat, sbb katanya mereka sendiri yg membuktikan tanpa disaksikan oleh orang2 Hadramaut) agar bisa diterima oleh orang2 Hadramaut. Dgn membuat manuver2/issue2 Ahmad bin Isa AlMuhajir (ya jelas muhajir sbb mereka orang2 yg hijrah). Ternyata mereka diterima di Hadramaut dgn alasan demi keamanan mereka, pertamanya di-ijinkan tinggal di Tarim, Lama2 berkembang biak menjadi banyak. Berhubung mereka bukan orang arab, maka mereka tidak punya nama marga. Kemudian mereka membuat marga sediri yaitu Ba'Alwi, dan dari marga Ba'Alwi berkembang dan menyebar menjadi Bin Sekh Abubakar, Al-Attas, AsSegaff, BaSyeiban, AlHamid dan lain2 menjadi 114 Marga. Dari rasa takut ketahuan kedoknya, bahwa mereka adalah keturunan Ahlul-Bait palsu, maka mereka : Rajin membuat catatan silsilah2 mereka sendiri yg di-kait2-kan pada Sayyidina Husein Bin Ali Bin Abu Thalib RadhiAllahu-anhu tanpa disaksikan oleh orang lain.(maksudnya untuk mencari legitimasi). Banyak juga yg bekerja sama dgn jin untuk mendapatkan kelebihan/kehebatan se-olah2 mereka mendapat karomah, agar dianggap WaliAllah. Dalam berpropanganda, mereka selalu bekerja sama saling dukung mendukung dalam pemberian bumbu2 issue yg selalu mereka ciptakan agar menuver2 tsb enak didengar. Sbb mayoritas dari mereka adalah ahli kalam (pandai bersilat-lidah). Kemudian sebagian dari marga2 Ba'alwi tsb ada yg hijrah mengikuti pedagang2 Hadramaut ke negara2 yg pengetahuan Islamnya masih lemah, spt India, Malaisia, Indonesia, dsb. Dgn mengklaim diri sebagai Ahlul Bait (keluarga RosulAllah) dgn bukti2 yg mereka buat sendiri (spt kakek2 mereka sewaktu datang ke Hadramaut)agar mendapat lahan penghormatan dari penduduk setempat dan sampai sekarang masih dilanjutkan oleh cucu2 mereka..... Menurut pengamatan ane : 1. Ahlul Bait(keturunan dan nenek moyang RosulAllah), tidak akan ada satupun diantaranya yg berbuat maksiat.(coba dipelajari mulai dari Nabi Ibrahim Alaihi Salam). 2. Jika para habib atau Ba'alwi benar mempunyai bukti2 yg kongkrit bahwa mereka adalah keturunan Sayyidina Husein Bin Ali Bin Abu Thalib RodhiAllahu-anhu : Kenapa mereka tidak berani mengklaim diri sebagai Ahlul Bait di Mekkah yg nota bene tempat asal-usul Ahlul Bait ??? Kok malahan dendam/memusuhi para Ulama' Mekkah/Madinah malah sampai memfitnah sbg aliran Wahabi, padahal aliran Wahabi adalah ajaran sesat Abd.Wahab bin Abd.Rahman Rustum di Marokko yg ber-abad2 sebelum ada Ulama Besar Saudi yg bernama Mohammad bin Abd.Wahab (=Pemberantas syirik dan bid'ah) Kenapa mereka gemar membuat ritual2 yg tidak di-ajarkan oleh RosulAllah ? Se-olah2 ajaran RosulAllah tidak komplit, dgn dalih cinta RosulAllah ? 3. Sewaktu pecah perang Irak-Iran 1990, kenapa semua para habib atau Ba'alwi berpihak pada Iran yg jelas2 Syi'ah dan selalu mengkhinati Ahlul Bait ? Ini membuktikan bahwa nenek moyang mereka adalah orang2 persia yg berada di Harran-Iraq. Wahai para habib atau para Ba'alwi, katakanlah yg haq adalah haq, katakanlah yg bathil adalah bathil. Sebab tanggung jawab pada Allah sangat berat. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ليس مِن رجلٍ ادَّعى لغير أبيه وهو يَعلَمه إلاَّ كفر بالله، ومَن ادَّعى قوماً ليس له فيهم نسبٌ فليتبوَّأ مقعَدَه من النار ))، رواه البخاريُّ (3508)، ومسلم (112)، واللفظ للبخاري “Tidak ada seorangpun yang mengaku (orang lain) sebagai ayahnya, padahal dia tahu (kalau bukan ayahnya), melainkan telah kufur (nikmat) kepada Allah. Orang yang mengaku-ngaku keturunan dari sebuah kaum, padahal bukan, maka siapkanlah tempat duduknya di neraka” (HR. Bukhari dan Muslim).