(30) NURUL 'A'YUN

43 Karya Tulis/Lagu Nur Amin Bin Abdurrahman:
(1) Kitab Tawassulan Washolatan, (2) Kitab Fawaidurratib Alhaddad, (3) Kitab Wasilatul Fudlola', (4) Kitab Nurul Widad, (5) Kitab Ru'yah Ilal Habib Luthfi bin Yahya, (6) Kitab Manaqib Assayyid Thoyyib Thohir, (7) Kitab Manaqib Assyaikh KH.Syamsuri Menagon, (8) Kitab Sholawat Qur'aniyyah “Annurul Amin”, (9) Kitab al Adillatul Athhar wal Ahyar, (10) Kitab Allu'lu'ul Maknun, (11) Kitab Assirojul Amani, (12) Kitab Nurun Washul, (13) Kitab al Anwarullathifah, (14) Kitab Syajarotul Ashlin Nuroniyyah, (15) Kitab Atthoyyibun Nuroni, (16) Kitab al 'Umdatul Usaro majmu' kitab nikah wal warotsah, (17) Kitab Afdlolul Kholiqotil Insaniyyahala silsilatis sadatil alawiyyah, (18) Kitab al Anwarussathi'ahala silsilatin nasabiyyah, (19) Kitab Nurul Alam ala aqidatil awam (20) Kitab Nurul Muqtafafi washiyyatil musthofa.(21) KITAB QA'IDUL GHURRIL MUCHAJJALIN FI TASHAWWUFIS SHOLIHIN,(22) SHOLAWAT TARBIYAH,(23) TARJAMAH SHOLAWAT ASNAWIYYAH,(24) SYA'IR USTADZ J.ABDURRAHMAN,(25) KITAB NURUSSYAWA'IR(26) KITAB AL IDHOFIYYAH FI TAKALLUMIL ARABIYYAH(27) PENGOBATAN ALTERNATIF(28) KITAB TASHDIRUL MUROD ILAL MURID FI JAUHARUTITTAUHID (29) KITAB NURUL ALIM FI ADABIL ALIM WAL MUTAALLIM (30) NURUL 'A'YUN ALA QURRATIL UYUN (31) NURUL MUQODDAS FI RATIBIL ATTAS (32) INTISARI & HIKMAH RATIB ATTAS (33) NURUL MUMAJJAD fimanaqibi Al Habib Ahmad Al Kaff. (34) MAMLAKAH 1-25 (35) TOMBO TEKO LORO LUNGO. (36) GARAP SARI (37) ALAM GHAIB ( 38 ) PENAGON Menjaga Tradisi Nusantara Menulusuri Ragam Arsitektur Peninggalan Leluhur, Dukuh, Makam AS SAYYID THOYYIB THOHIR Cikal Bakal Dukuh Penagon Nalumsari Penagon (39 ) AS SYIHABUL ALY FI Manaqib Mbah KH. Ma'ruf Asnawi Al Qudusy (40) MACAM-MACAM LAGU SHOLAWAT ASNAWIYYAH (bahar Kamil Majzu' ) ( 41 ) MACAM-MACAM LAGU BAHAR BASITH ( 42 ) KHUTBAH JUM'AT 1998-2016 ( 43 ) Al Jawahirun Naqiyyah Fi Tarjamatil Faroidus Saniyyah Wadduroril Bahiyyah Lis Syaikh M. Sya'roni Ahmadi Al Qudusy.

Minggu, 16 Maret 2014

MAMLAKAH 1 (MENJELASKAN WALI-WALI ALLAH)

MAMLAKAH (1) Menjelaskan tentang Wali-Wali Allah, Wali Songo, Karamah Wali, Tanda - Tanda Wali, Tingkatan -Tingkatan Wali Dan Mukasyafah Wali – Wali Allah. Walisongo menurut periode waktu Menurut buku Haul Sunan Ampel Ke-555 yang ditulis oleh KH. Mohammad Dahlan, majelis dakwah yang secara umum dinamakan Walisongo, sebenarnya terdiri dari beberapa angkatan. Para Walisongo tidak hidup pada saat yang persis bersamaan, namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, baik dalam ikatan darah atau karena pernikahan, maupun dalam hubungan guru-murid. Bila ada seorang anggota majelis yang wafat, maka posisinya digantikan oleh tokoh lainnya: Angkatan ke-1 (1404 – 1435 M), terdiri dari Maulana Malik Ibrahim (wafat 1419), Maulana Ishaq, Maulana Ahmad Jumadil Kubro, Maulana Muhammad Al-Maghrabi, Maulana Malik Isra’il (wafat 1435), Maulana Muhammad Ali Akbar (wafat 1435), Maulana Hasanuddin, Maulana ‘Aliyuddin, dan Syekh Subakir atau juga disebut Syaikh Muhammad Al-Baqir. Angkatan ke-2 (1435 – 1463 M), terdiri dari Sunan Ampel yang tahun 1419 menggantikan Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq (wafat 1463), Maulana Ahmad Jumadil Kubro, Maulana Muhammad Al-Maghrabi, Sunan Kudus yang tahun 1435 menggantikan Maulana Malik Isra’il, Sunan Gunung Jati yang tahun 1435 menggantikan Maulana Muhammad Ali Akbar, Maulana Hasanuddin (wafat 1462), Maulana ‘Aliyuddin (wafat 1462), dan Syekh Subakir (wafat 1463). Angkatan ke-3 (1463 – 1466 M), terdiri dari Sunan Ampel, Sunan Giri yang tahun 1463 menggantikan Maulana Ishaq, Maulana Ahmad Jumadil Kubro (wafat 1465), Maulana Muhammad Al-Maghrabi (wafat 1465), Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang yang tahun 1462 menggantikan Maulana Hasanuddin, Sunan Derajat yang tahun 1462 menggantikan Maulana ‘Aliyyuddin, dan Sunan Kalijaga yang tahun 1463 menggantikan Syaikh Subakir. Angkatan ke-4 (1466 – 1513 M), terdiri dari Sunan Ampel (wafat 1481), Sunan Giri (wafat 1505), Raden Fattah yang pada tahun 1465 mengganti Maulana Ahmad Jumadil Kubra, Fathullah Khan (Falatehan) yang pada tahun 1465 mengganti Maulana Muhammad Al-Maghrabi, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang, Sunan Derajat, dan Sunan Kalijaga (wafat 1513). Angkatan ke-5 (1513 – 1533 M), terdiri dari Syekh Siti Jenar yang tahun 1481 menggantikan Sunan Ampel (wafat 1517), Raden Faqih Sunan Ampel II yang ahun 1505 menggantikan kakak iparnya Sunan Giri, Raden Fattah (wafat 1518), Fathullah Khan (Falatehan), Sunan Kudus (wafat 1550), Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang (wafat 1525), Sunan Derajat (wafat 1533), dan Sunan Muria yang tahun 1513 menggantikan ayahnya Sunan Kalijaga. Angkatan ke-6 (1533 – 1546 M), terdiri dari Syekh Abdul Qahhar (Sunan Sedayu) yang ahun 1517 menggantikan ayahnya Syekh Siti Jenar, Raden Zainal Abidin Sunan Demak yang tahun 1540 menggantikan kakaknya Raden Faqih Sunan Ampel II, Sultan Trenggana yang tahun 1518 menggantikan ayahnya yaitu Raden Fattah, Fathullah Khan (wafat 1573), Sayyid Amir Hasan yang tahun 1550 menggantikan ayahnya Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati (wafat 1569), Raden Husamuddin Sunan Lamongan yang tahun 1525 menggantikan kakaknya Sunan Bonang, Sunan Pakuan yang tahun 1533 menggantikan ayahnya Sunan Derajat, dan Sunan Muria (wafat 1551). Angkatan ke-7 (1546- 1591 M), terdiri dari Syaikh Abdul Qahhar (wafat 1599), Sunan Prapen yang tahun 1570 menggantikan Raden Zainal Abidin Sunan Demak, Sunan Prawoto yang tahun 1546 menggantikan ayahnya Sultan Trenggana, Maulana Yusuf cucu Sunan Gunung Jati yang pada tahun 1573 menggantikan pamannya Fathullah Khan, Sayyid Amir Hasan, Maulana Hasanuddin yang pada tahun 1569 menggantikan ayahnya Sunan Gunung Jati, Sunan Mojoagung yang tahun 1570 menggantikan Sunan Lamongan, Sunan Cendana yang tahun 1570 menggantikan kakeknya Sunan Pakuan, dan Sayyid Shaleh (Panembahan Pekaos) anak Sayyid Amir Hasan yang tahun 1551 menggantikan kakek dari pihak ibunya yaitu Sunan Muria. Angkatan ke-8 (1592- 1650 M), terdiri dari Syaikh Abdul Qadir (Sunan Magelang) yang menggantikan Sunan Sedayu (wafat 1599), Baba Daud Ar-Rumi Al-Jawi yang tahun 1650 menggantikan gurunya Sunan Prapen, Sultan Hadiwijaya (Joko Tingkir) yang tahun 1549 menggantikan Sultan Prawoto, Maulana Yusuf, Sayyid Amir Hasan, Maulana Hasanuddin, Syekh Syamsuddin Abdullah Al-Sumatrani yang tahun 1650 menggantikan Sunan Mojoagung, Syekh Abdul Ghafur bin Abbas Al-Manduri yang tahun 1650 menggantikan Sunan Cendana, dan Sayyid Shaleh (Panembahan Pekaos). Sejarah Walisongo: Siapa Saja Walisongo Periode II dan Periode III? Walisongo sebenarnya bukan hanya sembilan orang sebagaimana yang kita kenal. Walisongo merupakan nama suatu dewan dakwah. Bila salah satu anggota dewan meninggal, akan dicari penggantinya. Setelah kita mengetahui siapa saja anggota Walisongo periode I, kini kita beralih ke Walisongo periode II dan III. Siapa saja mereka? Inilah Walisongo Periode II: 1. Raden Ahmad Ali Rahmatullah, datang ke Jawa tahun 1421 menggantikan Malik Ibrahim yang wafat pada 1419. Raden Rahmat – begitu salah satu sebutannya – berasal dari Cempa (Thailand Selatan). Kelak ia dikenal sebagai Sunan Ampel. 2. Sayyid Ja’far Shoddiq, asal Palestina, tiba di Jawa tahun 1436 M. Dia tinggal di Kudus sehingga dikenal sebagai Sunan Kudus. 3. Syarif Hidayatullah (kelak disebut Sunan Gunung Jati), berasal dari Palestina. Tiba di Jawa tahun 1436 M, menggantikan Maulana Ali Akbar yang meninggal pada tahun 1435. Sidang Walisongo kedua diadakan di Ampel Surabaya. Para wali berbagi tugas: • Jawa Timur: Dikomandani Sunan Ampel (Raden Rahmat), Maulana Ishak, Maulana Jumadil Kubro. • Jawa Tengah: Dikomandani Sunan Kudus, Syeh Subakir, dan Maulana Al-Maghrobi. • Jawa Barat: Dikomandani Syarif Hidayatulloh, Maulana Hasanudin, Maulana Aliyudin. Inilah Walisongo Periode III: Walisongo periode III masuk pertama kali pada tahun 1463. Empat anggota Walisongo Periode III yang diputuskan dalam sidang yang berlangsung di Surabaya adalah: Raden Paku alias Syeh Maulana Ainul Yaqin, yang kelak berubah nama menjadi Sunan Giri. Ia lahir di Blambangan dan merupakan Putra dari Syeh Maulana Ishak dengan Dewi Sekardadu (Putri Blambangan). Raden Paku menggantikan ayahnya yang pindah ke Pasai. Nama Sunan Giri disematkan padanya karena ia tinggal di Giri, Gresik. Makamnya juga di Gresik. Raden Said (Sunan Kalijaga), lahir di Tuban, Jatim. Ia putra Adipati Wilatikta yang berkedudukan di Tuban. Ia menggantikan Syeh Subakir yang kembali ke Persia. Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang). Ia lahir di Surabaya dan merupakan putra Sunan Ampel. Ia menggantikan Maulana Hasanuddin yang meninggal tahun 1462. Raden Qasim (Sunan Drajad), kelahiran Surabaya, putra Sunan Ampel. Sunan Drajad menggantikan Maulana Aliyyuddin yang meninggal tahun 1462. *Alpha Maulana Malik Ibrahim (Walisongo 1/9) "Walisongo" berarti sembilan orang wali. Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid. Maulana Malik Ibrahim yang tertua. Sunan Ampel anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal. Mereka tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru: mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan. Pesantren Ampel Denta dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling penting di masa itu. Dari Giri, peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah timur Nusantara. Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati bukan hanya ulama, namun juga pemimpin pemerintahan. Sunan Giri, Bonang, Kalijaga, dan Kudus adalah kreator karya seni yang pengaruhnya masih terasa hingga sekarang. Sedangkan Sunan Muria adalah pendamping sejati kaum jelata. Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat "sembilan wali" ini lebih banyak disebut dibanding yang lain. Masing-masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai "tabib" bagi Kerajaan Hindu Majapahit; Sunan Giri yang disebut para kolonialis sebagai "paus dari Timur" hingga Sunan Kalijaga yang mencipta karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat Jawa -yakni nuansa Hindu dan Budha. --- Maulana Malik Ibrahim (Wafat 1419) Maulana Malik Ibrahim, atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy diperkirakan lahir di Samarkand, http://www.oaseqalbu.net/?p=391 didownload pada Jum'at, 23 November 2012 Artikel Oase Qalbu - halaman 2/2 Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap As-Samarkandy, berubah menjadi Asmarakandi. Maulana Malik Ibrahim kadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sebagian rakyat malah menyebutnya Kakek Bantal. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama terkenal di Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ibrahim dan Ishak adalah anak dari seorang ulama Persia, bernama Maulana Jumadil Kubro, yang menetap di Samarkand. Maulana Jumadil Kubro diyakini sebagai keturunan ke-10 dari Syayidina Husein, cucu Nabi Muhammad saw. Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa, sekarang Kamboja, selama tiga belas tahun sejak tahun 1379. Ia malah menikahi putri raja, yang memberinya dua putra. Mereka adalah Raden Rahmat (dikenal dengan Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri. Merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, tahun 1392 M Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan keluarganya. Beberapa versi menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali yakni desa Sembalo, daerah yang masih berada dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Desa Sembalo sekarang, adalah daerah Leran kecamatan Manyar, 9 kilometer utara kota Gresik. Aktivitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara membuka warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah. Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati masyarakat secara gratis. Sebagai tabib, kabarnya, ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Campa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya. Kakek Bantal juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah -kasta yang disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah misi pertamanya, yaitu mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, tahun 1419 M Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur. CERITA RAKYAT DI SEPUTAR DAERAH JEPARA ANALISIS CERITA RAKYAT JEPARA 1. Cerita Rakyat dalam Setting Pengetahuan Tradisional Dunia kehidupan adalah “dunia” atau “semesta” yang rumit. Rumit karena terdiri dari entiti-entiti yang dapat dilihat dan yang tidak dapat dilihat secara kasab mata. Oleh masing-masing entiti itu, terjadi saling interaksi dan juga saling melahirkan masalah. Oleh karena itu, masalah dalam dunia kehidupan, tidak selamanya bisa dijelaskan berdasarkan akal sehat dan penalaran rasional, tetapi juga banyak peristiwa yang ternyata hanya bisa dimengerti berdasarkan intuisi dan spekulasi – oleh karena sifat masalahnya yang gaib dan tersembunyi. Oleh karena secara fenomenologis menunjukkan hal itu, maka manusia membangun suatu pemahaman baru berdasarkan pengetahuan tradisional untuk menemukan rasa aman. Pengetahuan tradisional yang ternyata dapat membantu menumbuhkan kepercayaan-kepercayaan dan rasa aman itu, salah satunya bersumber dari cerita-cerita rakyat . Di dalam cerita rakyat itu, folk disadarkan lewat peristiwa masa lalu yang antara lain bersifat gaib, aneh, dan rumit, tetapi selalu ada jalan keluarnya. Transformasi pengetahuan tradisional lewat cerita-cerita rakyat itu, menandai adanya kepentingan akan nilai-nilai yang dapat mengukuhkan keberadaan imajinasi-imajinasi, intuisi-intuisi, dan spekulasi-spekulasi untuk menjawab masalah-masalah atau peristiwa-peristiwa yang gaib, sakral, dan mencengangkan. Apa yang ada dalam alam pikiran kolektif, selanjutnya terformulasi ke dalam sejumlah pandangan mendasar mengenai kehidupan. Formulasi pandangan itu, selanjutnya disebut sebagai nilai-nilai budaya. Nilai-nilai budaya, sebagaimana dijelaskan oleh Koentjaraningrat dan Harsya W. Bahtiar (1969: 22) dapat ditinjau ke dalam empat pandangan yang terdapat dalam kehidupan manusia yaitu (1) pandangan manusia terhadap alam yang mengelilinginya; (2) pandangan manusia mengenai tempatnya dalam ruang dan waktu; (3) pandangan manusia terhadap arti kerja, dan (4) hubungan manusia dengan sesamanya. Pandangan manusia terhadap alam yang mengelilinginya bertolak pada konsep kosmos. Kosmos itu terdiri dari gejala yang bermacam ragam: gejala hidup dan mati, jasmani dan rohani, gunung, tumbuh-tumbuhan, ruang dan waktu, hari dan tempat, siang dan malam. Semuanya tidak dilihat secara matematis, tetapi secara kualitatif dengan tingkat kekuatan serta kekudusannya masing-masing – karena penglihatan di sini lebih mengacu kepada hubungan emosi dan intuisi. Orientasi berfikir demikian mengandaikan bahwa sebetulnya tidak mungkin menghadapi dunia secara objektif dengan mengenakan ukuran-ukuran yang berlaku secara umum. Oleh karena itu kesadaran manusia terletak dalam tilikan (insight) mengenai hakekat hubungan manusia dengan kosmos. Hubungan di sini tidaklah dijelaskan melalui analisis dan sintesis, melainkan berdasarkan intuisi dan spekulasi untuk memperoleh kesatuan antara manusia (mikrokosmos) dengan dunianya (makro-kosmos) secara harmonis (lihat pula Poespowardojo, 1985: 201). Dalam pengertian yang lebih ke-kini-an, kepercayaan ini menjelaskan bahwa pada dasarnya manusia itu tidak bisa melepaskan diri dari entiti-entiti yang bersifat gaib, dan karena itu manusia menjadi meyakini terhadap adanya kekuatan-kekuatan gaib. (Bandingkan pada Roberthein-Geldern, 1972: 2). Pengetahuan-pengetahuan tradisional untuk memahami dan meyakini adanya kekuatan-kekuatan gaib, seringkali dibungkus oleh cerita-cerita mitos . Mitos itu sendiri perwujudannya berupa cerita-cerita (gaib) yang memberikan pedoman dan arah tertentu kepada masyarakat ybs. Cerita-cerita mitos diturunkan secara lisan dari satu generasi kepada generasi berikutnya dengan cara-cara tertentu sehingga membentuk sebuah dunia tersendiri dan dengannya orang menjadi yakin adanya. Inti dari cerita-cerita mitos tersebut adalah lambang-lambang yang mencetuskan pengalaman manusia, yakni lambang-lambang kebaikan dan kejahatan, hidup dan kematian, dosa dan pensucian, perkawinan dan kesuburan – sehingga dengan itu, masyarakat manusia memiliki pegangan mengenai bagaimana hidup itu dijalani. Dalam bentuknya yang lebih disederhanakan, mitos-mitos itu terselip ke dalam cerita-cerita rakyat di dalam kisah tentang permulaan terbentuknya desa atau wilayah , maupun cerita-cerita kejadian istimewa lainnya dengan tokoh-tokoh yang luar biasa pula. Kesemuanya itu kemudian menjadi ingatan bagi warga masyarakat ybs tentang asal-usul, identitas, dan superioritas kelompok. Di sinilah cerita rakyat yang terkait dengan kisah asal-usul terbentuknya desa atau wilayah menjadi sangat penting, karena dengan itu orang menjadi tahu tentang identitas diri atau kelompoknya. Tokoh yang istimewa yang menjadikan desa itu mewujud, ter-‘baptis’-kan sebagai hero bagi warga masyarakat yang bersangkutan. Dari konsep hero itulah kemudian lahir pemahaman bersama mengenai punden, yakni suatu tokoh yang dijadikan pepundian (pujaan) semi sakral yang oleh generasi sesudahnya dipahami berada dalam ruang istirah tertentu yang disebut makam. Dari pemahaman demikian, maka sang tokoh (hero) , yang berada dalam tempat istirah (makam) itulah pepunden yang diingat dan yang dipuja sebagai protektor bagi warganya. Sebagai protektor maka pepunden tidaklah “mati” tetapi ia ada dalam alam yang berbeda. Oleh karena dipersepsi demikian maka sesungguhnya antara warga masyarakat itu dengan pepundennya, dapat melakukan hubungan-hubungan simbolik. Hubungan-hubungan itu direkam ke dalam simbol-simbol kebudayaan yang terwujud ke dalam ritual manganan dan dalam upacara komunal tahunan yang dikenal dengan upacara sedekah bumi . Sedang upacara yang bersifat privat atau pribadi diwujudkan ke dalam nazaran atau janji yang diucapkan oleh alasan-alasan dan harapan-harapan tertentu. Semua tingkah laku simbolik tadi lantas disebut secara borongan sebagai tradisi. Oleh karena sebagai tradisi, maka masing-masing orang berusaha menjaganya. Demikian inilah corak dari pandangan dunia (worldview) masyarakat-masyarakat tradisional yang ada di mana saja, termasuk yang ada pada masyarakat Jawa pesisir utara, seperti masyarakat Jepara. Setiap pandangan dunia itu, memiliki struktur rasionalitasnya sendiri dan menunjukkan struktur mekanisme pemeliharaannya sendiri pula (Berger, 1994: 53). Memahami struktur rasionalitas dan struktur mekanisme pemeliharaan terhadap segala apa yang ditradisikan sebagaimana yang terekam pada cerita-cerita rakyat yang masih hidup di Jepara (lihat Bab III) merupakan hal penting yang perlu kita ketahui bersama. 2. Deskripsi Cerita Rakyat Cerita rakyat sebagaimana yang terekam pada Bab III di depan, biasanya digubah dari bahan bahan sejarah atau disangkutpautkan dengan hal hal yang bersejarah, dengan bukti bukti seperti asal usul nama desa, senjata atau benda benda lain. Bukti bukti itu secara langsung atau tidak lang¬sung, berfungsi bagi sebagian besar kolektif yang menuturkannya sebagai identifikasi, kebanggaan diri maupun superioritas kelompok – sepertinya, demikian itulah faktanya. Hanya saja fakta di sini tentu bukanlah fakta sejarah (his storiografy) (Rusyana, 1971: 408). Fakta fakta dalam cerita rakyat adalah fakta yang dibangun atau disisipi oleh sejumlah kebebasan imajinasi penutur-nya, karena motif penyampaian fakta fakta itu cenderung berbeda dengan motif penuturan fakta menurut ilmu sejarah. Motif dalam cerita rakyat diarahkan kepada fungsi fungsi untuk apa cerita itu dari dan untuk kolektifnya. William Bascom (1965; dikutip pula oleh Danandjaja, 1984: 4) menun¬jukkan empat fungsi. Keempat fungsi itu ialah: (1) mencermin¬kan angan angan, ide ide kelompok; (2) sebagai sarana penge¬sahan pranata pranata dan sistem kebudayaan; (3) sebagai alat pendidikan; dan (4) sebagai alat pemaksa serta pengawas. Pada sisi lain, ia juga bisa berfungsi untuk memberi hiburan, mengukuhkan rasa setiakawanan kelompok, sebagai sarana menya¬takan protes sosial atau sebagai sarana memberikan tempat untuk melepaskan diri dari realitas yang dihadapi (lihat Dundes, 1965: 277, dikutip pula oleh Danandjaja, 1980: 151). Umumnya suatu cerita rakyat yang hidup di antara masyarakat-masyarakat yang ada, memiliki versinya sendiri baik dalam hal nama nama tokoh, perwatakan [characters]; latar cerita [setting]; dan alur [plot] cerita. Cerita-cerita rakyat yang hidup di Jepara, bisa jadi mempunyai versi tersendiri yang berbeda dengan cerita-cerita rakyat serupa di luar Jepara. Yang menyamakan di antara versi versi cerita rakyat itu, ialah motif yang ingin disampaikan oleh penuturnya (Bandingkan pada Brunvand, 1968: 4), yaitu pendidikan tidak langsung kepada masyarakat (folk)-nya. Deskripsi mengenai cerita rakyat yang membicarakan mengenai asal-usul desa atau daerah (13 buah) dilihat berdasarkan judul, tema, tokoh, dan pesan yang ingin disampaikan oleh cerita itu sbb: No Judul Tema Tokoh Pesan Protagonis Antagonis 1 Asal-usul desa di Bangsri Iri hati -Ki Gede Bangsri -Sunan Muria Ki Suranggoto Memperjuangkan kebenaran akan selalu menghadapi rintangan, dan harus berani berkorban. 2 Desa Cepogo Adu kepandaian -Subadra -Srikandi -Arjuna - Keutamaan orang adalah dari kepandaian yang dimiliki 3 Desa Bucu Idem Idem - Idem 4 Desa Sumanding Janji kesetiaan -Srikandi -Arjuna Kebahagiaan berumahtangga berawal dari pernyataan janji setia 5 Desa Jlegong Perseruan antara jin dan manusia -Ratu Kalinyamat -Nyai Singalelo -jin Brengkel Godaan untuk seorang pemimpin bisa datang dari makhluk gaib (jin) 6 Desa Sukodono Mendirikan suatu desa Kek Soguna Jagoan Troso Kebenaran mengalahkan kebatilan 7 Desa Klelet Kisah perjalanan Syeh Maulana Maghribi - Kebesaran seseorang tercermin pada kesediaan menolong orang lain yang sedang mengalami kesulitan 8 Desa Ujung-pandang Ekologi Pohon pandan - Nama desa bisa didasarkan pada ciri khas yang mudah diingat seperti banyaknya pohon pandan 9 Desa Welahan Perjalanan laut Dampoawang - Peninggalan milik hero dapat menjadi pengingat jasanya 10 Desa Ketileng Cinta tak sampai -Singalelo -Kalinyamat - Jangan mencintai seseorang yang tidak mungkin sepadan sebab akan bertepuk sebelah tangan 11 Desa Tegalsambi & Telukawur Kesetiaan suami isteri -Syeh Jondan -Bodrolangu -Raja bujang - Jangan menghukumi sebelum jelas duduk masalahnya 12 Karimun-jawa Harapan orangtua terhadap anak -Sunan Muria -Amir Hasan - Buah mangga tidak jauh jatuhnya dari pohonnya 13 Desa Ngasem Perjalanan tanpa tujuan Wanita yang tersesat - Setiap kesulitan di dalamnya pasti ada jalan keluarnya. Dari tema asal-usul desa, berikutnya diikuti oleh cerita rakyat yang berkaitan dengan makam atau punden (pepunden) atau paling tidak, tempat itu dikeramatkan. Cerita-cerita rakyat yang berhasil dihimpun yang menunjukkan ke arah tema-tema itu dapat dideskripsikan sbb: No Judul Tema Tokoh Pesan 1 Punden Senopati Perang melawan penjajah -p. Senopati -Kuda sembrani Membela negara adalah kewajiban 2 Makam Mbah Logo Kesaktian prempuan Mbah Logo Makam orang sakti adalah keramat 3 Makam Mbah Lundu Kepatuhan Mbah Lundu Kepatuhan merupakan tanda kehormatan diri 4 Makam Mbah Ngarang Kesaktian Mbah Ngarang Orang yang memiliki kesaktian biasanya dapat memberi berkah kepada orang lain 5 Makam Mbah Buyut Sukun Cinta tak sampai -Mbah Buyut -Wanita cantik Orang yang jatuh cinta biasanya akan tunduk kepada yang dicintainya. 6 Makam Setinggil Mencari selamat dalam peperangan -Angkatan perang kerajaan Jepara Tempat yang sering digunakan untuk berperang ternyata menunjukkan keramat 7 Makam R.A. Nurani Membantu orang miskin -R. Mursal -R.Nurani Mencuri itu jelek, tetapi menolong orang lain meskipun dari barang curian, masih memberi manfaat. 8 Punden Gundil Semangat menyiarkan agama Wali Barangsiapa membangun tempat ibadah (masjid) maka ia akan dimuliakan Allah. 9 Punden Watu Lembu Kebersamaan Nyi Geyong Kebersamaan akan mendatangkan kekuatan untuk mencegah kejahatan. 10 Klentheng Pemujaan tokoh keramat Dampoawang Orang yang kurang percaya diri cenderung mencari keteguhan lewat tokoh yang dikeramatkan. Sedang cerita yang berkaitan dengan kejadian-kejadian istimewa yang dikenali oleh sebagain penduduk Jepara terdeskripsi sebagai berikut: No Judul Tema Tokoh Pesan 1 Air terjun Sangga Langit Salah paham -orangtua -anak -menantu Meski pekerjaan itu sangat berat, tetapi orang tidak boleh menghindar, sebab menghindar akan mendatangkan masalah baru. 2 Gunung Truwili Permusuhan manusia dg setan -Kalinyamat -Setan Truwili Setan di mana pun dan kapanpun akan berusaha mencelakakan manusia. 3 Kali Gelis Perjalanan Kali-nyamat dan Nyai Tumenggung -Kalinyamat -Nyai T.Singalela -Setan Brengkel Tuhan akan senantiasa menyertai orang-orang yang berjuang menegakkan kebenaran 4 Watu Ampar Anak yang tidak mengakui ibunya sendiri -Sam Po Kong -Ibu Sam Po Kong -Restu ibu restu Tuhan, amarah ibu, amarah Tuhan. Selain cerita-cerita rakyat di atas, masih ada cerita-cerita lain yang diingat oleh folknya seperti yang berkaitan dengan upacara-upacara tradisi manganan, sedekah bumi, sedekah laut, dan bahkan cerita yang menyangkut legenda Ki Betara Sungging. Legenda yang terakhir ini sangat mungkin hanya dimiliki oleh warga Jepara karena isi atau temanya menyangkut kisah seseorang yang menurunkan bakat (talensi) keahlian mengukir bagi orang Jepara. Hal demikian semakin memperjelas bahwa cerita-cerita rakyat yang diingat oleh folk-nya itu, memiliki motif-motif dan pesan-pesan yang ingin diturunkan kepada generasi berikutnya sebagai pendidikan tidak langsung. 3. Motif dan pesan dari Cerita Rakyat Cerita-cerita rakyat sebagaimana yang terdeskripsikan di atas, di dalamnya selalu ada motif-motif dan pesan-pesan yang hendak disampaikan oleh penuturnya. Motif maupun pesan pada setiap cerita rakyat, biasanya mengambil bentuk tersirat dan bersembunyi di balik peristiwa atau kejadian-kejadian yang terjadi dari sang tokoh utama cerita itu. Berikut akan disajikan motif dan pesan cerita berdasarkan kategori temanya. a. Motif dan Pesan dari cerita asal-usul Desa Cerita asal-usul desa di kecamatan Bangsri, mengkisahkan perlawanan dua orang tokoh, yaitu Ki Ageng Bangsri dan Ki Suro Nggoto. Kedua tokoh ini ditampilkan seakan-akan melambangkan dua kecenderungan umum manusia yaitu bersaing memperebutkan kehormatan diri. Dalam rangka memperebutkan kehormatan itu, masing-masing menunjukkan keahlian dan kedigdayaan. Ada unsur-unsur yang menarik dari kronik cerita ini, yaitu (a) kedua tokoh itu semula sama-sama menjadi murid Sunan Muria, (b) sehingga kedua tokoh itu (nenek moyang orang Bangsri) dinisbatkan sebagai orang santri, tetapi (c) tidak setiap orang santri terbebas dari sifat-sifat iri hati. Ki Suro Nggoto melakukan kekerasan oleh karena iri kepada kawan seperguruan yang diberi kesempatan oleh gurunya. Jalan yang ditempuh untuk mengekspresikan rasa itu ditunjukkan dengan cara mengganggu yaitu menciptakan ketegangan-ketegangan dan teror-teror agar peluang untuk mengadu keahlian kepada lawan (Ki Ageng Bangsri) dapat terjadi. Inilah pilihan untuk melakukan tindak kekerasan dalam rangka mencapai ambisinya: mempermalukan. Pada segi lain, Ki Ageng Bangsri, bahkan gurunya yaitu Sunan Muria ingin memberi pelajaran kepada kawan atau muridnya yang membikin keonaran. Setiap orang yang melakukan kekerasan harus dibalas sesuai dengan perbuatannya. Tetapi dalam kenyataan, memperbaiki keadaan yang kurang baik itu tidak mudah. Untuk memperbaiki keadaan, ternyata harus ada pengorbanan. Pada kronik cerita di sini, Ki Ageng Bangsri terpaksa harus mengorbankan anaknya sendiri demi kepentingan lebih banyak orang. Apa motif di balik cerita rakyat tersebut? Pertama adalah memberi kesadaran kepada folknya bahwa antara yang baik dan yang buruk selalu muncul sebagai kenyataan yang meliputi kehidupan manusia. Kedua, bahwa perselisihan manusia itu banyak bersumber dari rasa iri oleh akibat memperebutkan peluang. Rasa iri itu cenderung akan diikuti dengan tindakan-tindakan negatif. Ketiga, jika terjadi tindakan negatif yang membahayakan banyak orang, maka ia harus dicegah. Keempat, bahwa pencegahan terhadapa hal-hal demikian itu ternyata juga harus ada yang dikorbankan. Inilah suatu hukum dari kehidupan sosial. Motif untuk memberi pendidikan dalam cerita ini terutama terlihat dari kesediaan Ki Ageng Bangsri mengorbankan anaknya sendiri (Dewi Wiji) untuk tebusan yang dituntut oleh lawannya (Suro Nggoto) demi terbebasnya warga dari ancaman pembunuhan. Maka pesan yang hendak disampaikan oleh cerita seperti ini ialah hendaknya orang menjauhkan diri dari rasa iri dan dengki, menjauhkan diri dari tindakan-tindakan kekerasan, dan bersamaan dengan itu orang hendaknya juga sadar bahwa adanya dua karakter manusia seperti yang terwakili oleh Suro Nggoto (antagonis) dan Ki Ageng Bangsri (protagonis) sehingga terserah kepada folknya siapa di antara kedua tokoh itu yang dijadikan teladan dalam kehidupannya. Dalam kehidupan empirik di lapangan, karakter yang melekat pada diri kedua tokoh itu, yaitu iri hati, keras kepala, suka menyelesaikan masalah dengan cara-cara kekerasan (Ki Suro Gnggoto) yang dilawankan dengan kehalusan, keberanian, dan kesediaan berkorban (Ki Ageng Bangsri) secara tidak langsung juga merepresentasikan karakter folknya. Oleh karenanya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat yang bersangkutan, sering menunjukkan umpatan kebencian, atau mengekspresikan pujian pada diri sendiri atau kelompoknya dengan memposisikan diri sebagai “anak keturunan” sang tokoh. Umpatan seperti: “dasar keturunan Suro Nggoto!” yang dialamatkan kepada orang kedua (lawan bicara), maupun pujian diri, seperti: “lho, belum tahu tho dengan anak turun Ki Ageng Bangsri?”, adalah gambaran mengenai pengidentifikasian berdasarkan pengetahuan-pengetahuan yang diperolehnya dari cerita rakyat yang beredar dan hidup di lingkaran folk-nya sendiri. Demikian pula, pengguna “tokoh santri” yang ditampilkan oleh penuturnya dalam cerita ini, mengidentifikasikan bahwa mayoritas penduduk di desa-desa di wilayah itu cenderung adalah kelompok santri pula. Mengapa? Karena tanpa menunjukkan kemiripan antara tokoh dalam cerita dengan umumnya folk (pendengar), maka cerita rakyat yang bersangkutan tidak akan mendapat pendukungnya. Logika ini juga berlaku untuk menjelaskan cerita rakyat yang berasal dari desa Cepogo, Bucu, dan Sumanding. Pada ketiga desa itu, nenek moyang (danyang)-nya adalah sama yaitu “Srikandi”. Danyang Srikandi ini hadir di antara tokoh lain, Harjuna, Subadra, dan Semar. Tokoh-tokoh itu pada dasarnya adalah tokoh-tokoh yang terambil dari tokoh dan kronik yang bersumber dari kisah pewayangan. Karena kuatnya pengaruh cerita-cerita wayang bagi umumnya masyarakat yang bersangkutan, maka seakan-akan tokoh-tokoh itu hadir dalam kehidupan empirik dan bukan lagi bersifat imajinatif. Kuatnya pengaruh tokoh-tokoh wayang bagi ketiga masyarakat tersebut juga karena dari segi keagamaan masyarakat di tiga desa itu, basiknya adalah bertipologi Kejawen, yaitu suatu penghayatan keagamaan yang umumnya dipilih orang Jawa dengan cara melakukan sinkretisme antara filsafat-filsafat kehidupan yang diajarkan oleh Hindu-Budha dengan filsafat yang diajarkan dalam Islam. Kalau dewasa ini, kepercayaannya kepada cerita-cerita pewayangan yaitu bahwa Srikandi diyakini sebagai danyang desa-desa itu semakin menyusut, hal ini antara lain adalah pengaruh masuknya pemahaman keagamaan yang dibawa oleh pemuka Muhammadiyah maupun NU. Mereka (masyarakat Bucu, Cepogo, dan Sumanding) yang mengaku beragama Islam tetapi masih kuat, tinggal terbatas pada generasi-generasi tua. Sementara untuk generasi mudanya, cenderung tidak mengingat bahkan tidak memperdulikan mengenai hal tersebut, suatu tanda dari gejala perubahan kebudayaan. Kendatipun terjadi perubahan pensikapan terhadap cerita mengenai asal-usul desanya, tetapi tidak berarti bahwa folknya tidak mempercayai lagi terhadap kejadian-kejadian yang bersifat gaib. Kepercayaan kepada entiti-entiti yang bersifat gaib seperti tabiat jin atau setan yang selalu ingin mengganggu manusia, maupun kekuatan-kekuatan sakti yang dimiliki oleh para wali atau tokoh pendiri desa, masih tetap bertahan juga. Hal ini menggambarkan bahwa sebetulnya kekuatan sakti merupakan konsep umum yang berlaku dalam kognisi orang Jawa. Pada cerita Desa Jlegong, perseteruan antara jin dan manusia sangat ditonjolkan. Dan dalam cerita itu, manusia memenangkan perseteruan itu. Kemenangan di sini dipilih oleh penutur cerita tersebut, sebagai pendidikan tidak langsung kepada generasi berikutnya, yaitu setiap orang yang kuat imannya (dicontohkan oleh Ratu Kalinyamata dan Nyai Singalelo) akan memenangkan atau terlepas dari godaan makhluk halus (setan). Pesan yang hendak disampaikan oleh cerita ini, ialah hati-hatilah terhadap godaan setan, dan perkuatlah iman jika ingin memenangkan diri dari godaan setan itu. Kekuatan iman, kesalehan hidup, dan kebiasaan berlaku lurus, bukan saja akan menunjukkan kehormatan bagi yang bersangkutan, tetapi juga akan memberikan berkah bagi pihak lainnya. Syeh Maulana Maghribi (tokoh utama) pada cerita Desa Klelet, maupun tokoh Sunan Muria dan Amir Hasan pada cerita Karimun Jawa, adalah contoh yang dapat digunakan sebagai bukti historiknya. Di luar tema-tema kesaktian itu, juga menarik diungkapkan yaitu asal-usul terbentuknya (nama) desa bisa jadi karena kebutuhan folk untuk melestarikan tokoh-tokoh tertentu yang pernah mengalami kesulitan hidupnya seperti cerita asal-usul terbentuknya nama Desa Ngasem, desa Ketileng, desa Tegal Sambi dan desa Teluk Awur. Motif yang ingin disampaikan oleh penutur cerita-cerita seperti ini adalah menyadarkan kepada folknya yaitu bahwa pada setiap kesulitan – sepanjang yang bersangkutan tidak berputus asa – selalu ada jalan keluarnya. Maka pesan dari cerita-cerita tersebut adalah teguh iman, dan tidak berputus asa adalah kewajiban bagi setiap orang yang ingin berhasil dalam hidupnya. Kek Soguna ketika babat-alas untuk mendirikan desa Sukodono adalah contoh konkritnya. Maka, cerita demikian ini memberi pesan kepada folknya terutama warga desa Sukodono, agar tabah menghadapi cobaan sebagaimana ketabahan Kek Soguna, tokoh pemula desa tersebut. b. Motif dan Pesan pada cerita Pepunden atau Makam Dalam kesadaran orang Jawa tentang “ruang”, makam atau punden adalah ruang sakral (lawannya: profan) dan keramat. Konsep “keramat” di sini berarti tempat yang dimuliakan dan oleh karena itu di seputar tempat makam itu, orang tidak bisa bertindak seenaknya kalau tidak ingin dirinya terkena afadz (celaka, apes, nasib buruk). Makam atau punden sebagaimana yang dideskripsikan pada Bab III, halaman 82 di atas (terkumpul 10 cerita) semuanya adalah makam-makam yang sangat dikeramatkan oleh folknya. Ini menjelaskan bahwa makam yang dijadikan pepunden adalah makam dalam pengertian yang sangat khusus yaitu tempat para tokoh yang memiliki kesaktian-kesaktian dalam hidupnya, dan juga memberi nilai kemanfaatan terutama bagi masyarakat yang hidup sejamannya. Pangeran Senopati (dalam cerita Punden Senopati) adalah pahlawan perang melawan penjajah yang sangat pemberani sehingga dirinya bahkan kudanya (kuda sembrani) dianggap memiliki kesaktian-kesaktian tertentu. Punden Gundil adalah makamnya seorang waliyullah. Dan setiap waliyullah dalam pandangan masyarakat adalah memiliki atau diberi karamah (Jawa: keramat) oleh Allah berupa kelebihan-kelebihan. Raden Mursal dan Raden Nurani (dalam cerita Makan RA. Nurani) dikenal oleh folknya sebagai orang yang memperhatikan orang-orang yang sengsara dalam hidupnya. Mereka sangat membantu orang-orang miskin, meskipun barang yang diberikan “terpaksa” harus mereka peroleh dengan cara mencuri milik orang-orang kaya yang tidak adil dan orang-orang kaya yang tidak memikirkan masyarakatnya. Karena pengorbanannya selama masa hidupnya itulah maka generasi berikutnya melakukan penghormatan-penghormatan. Pada masyarakat-masyarakat tertentu, penghormatan itu diwujudkan dengan cara melakukan tradisi manganan di seputar makam/punden. Demikian juga bagi seseorang yang memiliki hajat atau nazar (disebut juga: kaul) misalnya ketika yang bersangkutan berhasil dalam usahanya, mereka melakukannya di seputar makam tokoh yang dikagumi. Tindakan mengkeramatkan, mengunjungi, dan melakukan tradisi manganan di atas makam seperti ini – kalau tidak hati-hati, akan menimbulkan kesalahan ketauhidan dalam hal keagamaan, tetapi bagi yang sudah paham tata-caranya, maka mereka akan tahun bahwa sumber segala permohonan itu hanya Allah subhanahu wa Ta’ala. Tetapi bagi yang tidak memahaminya, dikhawatirkan akan mendekati bahkan masuk ke musyrikan. Sikap hati-hati itulah yang mendorong para tokoh agama yang ada di desa Kedung Leper, Kecamatan Bangsri, melakukan perubahan seperlunya terhadap “tradisi” sedekah bumi dan “manganan” yang semula dilakukan di seputar makam Mbah Suromoyo, “pepunden” desa itu, diubah tempat dan waktunya serta isinya. Sejak tahun 1990-an, upacara tradisional yang semula dilakukan pada bulan Apit (perhitungan bulan Jawa) diganti dengan bulan Agustus, tanggal malam 17, dan dilakukan di seputar kantor (kepala) desa. Begitu pula bentuk acaranya, kalau dahulu menekankan pada acara manganan di seputar makam, dewasa ini diubah dengan membaca kitab suci Alqur’an (30 juz), diikuti dengan mau’idhoh hasanah (semacam ceramah) dari seorang kyai, lalu diakhiri dengan doa. Sehabis do’a, masyarakat yang bersangkutan membagi-bagi makanan yang dibawa bersama untuk dimakan bersama di antara mereka yang hadir. Pola demikian ini mencirikhasi kepada sistem berfikir keagamaan menurut pola berfikir warga masyarakat nahdliyyah (NU) yaitu tidak menghilangkan sama sekali tradisi ke-adat-an yang sudah ada, tetapi mengubah isi dan motivasi yang mendasarinya. Kalangan tokoh-tokoh masyarakat yang kebetulan adalah tokoh/ pengurus NU di tingkat desa (Kedungleper) menjelaskan sikap perubahan tradisi sedekah bumi dan acara manganan bersama itu dengan ungkapan: al mahafadzu alal qodish sholih wal akdu bil jadidil ashlah (tetap memelihara tradisi masa lalu yang dianggap sudah baik dan menyempurnakan kemudian dengan cara-cara yang lebih baik). Pensikapan yang berbeda terjadi di kalangan warga Muhammadiyah yang tinggal di desa Bucu dan desa Cepogo, kecamatan Bangsri. Di kalangan tokoh-tokoh Muhammadiyah itu, segala tradisi ke-adat-an harus dihilangkan karena menurut mereka tradisi seperti itu tidak didapat keterangannya baik dalam alqur’an maupun sunnah rasul. Karena tuntutan warga Muhammadiyah seperti itu, maka sejak tahun 1990-an (tepatnya pada tahun 1993) tradisi makanan dan sedekah bumi di desa ini dihilangkan, sedang di desa Cepogo upacara ini hanya dilakukan oleh sebagian warga secara tidak merata. Dengan kata lain, warga Muhammadiyah yang jumlahnya relatif besar, sama sekali tidak mau terlibat bahkan mengambil jarak terhadap berbagai kegiatan yang dikaitkan dengan upacara-upacara adar. Apapun bentuknya. Di luar corak pensikapan yang berbeda mengenai tradisi sedekah bumi dan acara manganan sebagaimana yang ditunjukkan oleh warga desa (mayoritas NU) di desa Kedungleper, dan warga masyarakat Muhammadiyah sebagaimana yang ada di desa Bucu, untuk desa-desa lain dengan cara-cara yang tetap. Masyarakat desa Kancilan, desa Bondo, desa Jerukwangi, dll, masih tetap melakukan tradisi adat ‘sedekah bumi’ dengan syarat-syarat yang ‘harus’ menyertainya, seperti memotong ternak untuk kegiatan makan bersama dan pertunjukan hiburan tradisional yaitu kesenian tayuban atau wayangan. Tanpa melakukan cara-cara yang ‘tepat’ dikhawatirkan akan mendatangkan bahaya seperti sakit atau hasil pertanian menjadi berkurang dsb. Dengan kata lain, meninggalkan tradisi berarti akan mencelakakan diri sendiri. Dari pensikapan demikian itu, maja umumnya masyarakat desa memang tidak mudah untuk melakukan perubahan-perubahan. c. Motif dan Pesan Cerita Betara Sungging Di luar cerita rakyat yang bertema asal-usul desa dan makam atau punden, orang Jepara umumnya sangat mengenal cerita tentang Betara Sungging karena tokoh inilah yang mengukir kemashuran orang Jepara dalam dunia kerajinan ukir. Latar cerita rakyat yang berjudul Betara Sungging ini terjadi di dalam kerajaan Jepara. Tokoh tokohnya yaitu Joko Sungging (tokoh utama), raja (bupati) Jepara, lalu permaisuri raja dan patih (sebagai tokoh pemban¬tu). Alur yang digunakan adalah alur lurus (sebagaimana umumnya cerita cerita lisan) dan konflik ber¬awal dari kecuri¬gaan raja terhadap kejujuran (moral) Joko Sungging. Kecuri¬gaan itu muncul setelah Joko Sungging dengan tidak sengaja memberi tanda pada bagian alat vital lukisan (patung) permai¬suri raja yang dibuatnya. Penyelesaiannya, Joko Sungging dihukum dengan cara di¬naikkan di atas layang layang. Namun karena dia adalah pahla¬wan, hukuman itu menjadi awal dari kejayaannya. Cerita rakyat Ki Joko Sungging atau Betara Sungging dengan gaya tuturan se¬perti itu, memberi dua kepuasan sekaligus kepada kolektifnya. Pertama sebagai pengingat, dan kedua sebagai hiburan. Sebagai pengingat, karena legenda dapat memeliha¬ra perasaan soli¬dari¬tas suatu kolektiva; memberi jalan yang dibe¬narkan oleh suatu masyarakat agar seorang dapat bersikap lebih superior daripada orang lain. Superioritas itu dilegetimasi lewat sejumlah kelu¬arbiasaan tokohnya. Sang tokoh digambarkan sebagai manusia di atas manusia biasa, basyarun la kal basyari. Ini nampak sekali dari cara penonjolan sang tokoh secara berlebihan. Dalam hal ini. Ki Joko Sungging dilukiskan sbb: (1) memiliki keahlian membuat patung manusia; (2) bisa terbang di atas layang layang; dan (3) apa yang diucapkan atau diramalkan menjadi kenyataan. Penonjolan seperti itu, ber¬fungsi untuk (1) meneguhkan kepercayaan bahwa kolektifnya berada di atas kolektif yang lain; (2) memberikan pengesahan terhadap aktivitas yang dila¬kukan bersama, seperti kerajinan ukir; dan (3) menyadarkan pada sikap kebersamaan. Pada sisi lain, penonjolan demikian nampak bersikap berat sebelah. Sikap berat sebelah seperti itu merupakan soal nilai menilai ketika warga yang bersang¬kutan menanggapi aktiv¬itas kehidupan mereka sendiri, yaitu aktivitas dalam bidang kerajinan ukir. Untuk membenarkan penilaiannya, mereka mencari pengesah¬an lewat cerita rakyat Ki Joko Sungging. Legenda sema¬cam ini, sebagai mana Bascom dan Dundes (lihat Danandjaja, 1984: 4 dan 1980: 151), katakan, juga men¬cermin¬kan angan angan, atau ide kelompok; di samping sebagai sarana pe¬ngesahan pranata pranata dan sistem kebuda¬yaan; sebagai alat pendidi¬kan; dan sebagai alat pe¬maksa serta pengawas. Pesan pesan Ki Joko Sungging seperti (1) “Tak wariske anak putuku supoyo bisa digawe nyam¬but gawe ing dina mburine” [Ku¬wariskan peralatan yang jatuh itu kepada semua anak cucuku agar pada hari hari depannya dapat dipakai sebagai pera¬latan kerja]; (2) “Sopo wae, ono ing mbesuke, gelem uri uri ukir, bakal iso urip, cukup sandang pangane” [Siapa saja nanti, berkemau¬an melestarikan ukir mengukir, akan bisa hidup, cukup sandang pangan], meneguhkan semangat kerja kolektif yang ber-sangkutan. Dengan mengenal cerita Ki Joko Sungging ini, orang Jepara mengidentifikasi diri sebagai “pewaris keahlian mengukir”. Jika tidak mewarisinya, maka muncul ungkapan sinis: “Anda orang Jepara, mengapa tidak bisa mengukir?”. Pada sisi lain, legenda Ki Joko Sungging juga menghadir¬kan hiburan bagi kolektifnya. Memberi hiburan karena legenda ini merekam kelu¬cuan dan memuat kelakuan orang dewasa. Dengan demikian ia memberikan suatu cara pelarian yang menye¬nangkan dari dunia nyata yang penuh kesukaran, se¬hingga dapat mengubah pekerjaan yang membo¬sankan menjadi permainan yang menyenang¬kan. Ungkapan seperti: (1) Ketika mengencingi, kemaluan Joko Sungging tegak berdiri. Yang lebih aneh, kayu yang dikencingi itu justru mengeluarkan bau yang amat harum, sehingga oleh Joko Sungging, kayu itu dinamakan kayu cendana. Dari kayu ini pula patung permaisuri raja dibuat; (2) tunggal rasa [hu¬bungan kelamin] dengan Joko Sungging; (3) “Apabila diberi “makan” dua tiga kali sehari, masih tetap merasa kurang…”, jawabnya; dan (4) Dalam pertemuan kembali antara sang per¬mai¬suri dengan Joko Sungging inilah mereka berdua “mema¬du rasa”. Sisipan kata kata “porno” yang dipadu dengan kisah perjalanan dan kemampuan mengkisahkan oleh para pembawa cerita, akan mengundang gelak tawa, menyenangkan dan mempermudah mengingat ingatnya. Pada akhirnya, kedua fungsi tadi (pendidikan dan hiburan) menjadi unsur penting dalam membentuk identitas dan solidari¬tas kolektifnya. Sejarah Makam Mantingan Jepara Masjid dan Makam Mantingan terletak 5 km arah selatan dari pusat kota Jepara di desa Mantingan kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara, sebuah yang menyimpan Peninggalan Kuno Islam dan menjadi salah satu asset wisata sejarah di Jepara, dimana di sana berdiri megah sebuah masjid yang dibangun oleh seorang Islamik yaitu Pangeran Hadirin suami Ratu Kalinyamat yang dijadikan sebagai pusat aktivitas penyebaran agama islam di pesisir utara pulau Jawa dan merupakan masjid kedua setelah masjid Agung Demak. Perlu diketahui juga bahwa di desa Mantingan mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Islam dengan mata penghasilan dari usaha ukir-ukiran. Disamping itu lokasi Masjid dan Makam Mantingan berdiri dalam satu komplek yang mudah dijangkau dengan kendaraan roda empat dari berbagai jurusan dengan fasilitas sarana jalan aspal. Hal lain yang tidak kalah penting usaha Pemda Kabupaten Jepara dengan instansi terkait bekerja sama dengan pengusaha angkutan sudah berupaya memberikan kemudahan transportasi menuju lokasi Obyek Wisata Sejarah ini dengan sarana angkutan jurusan Terminal Jepara – Mantingan yang hanya ditempuh beberapa menit saja. Sejarah Dan Legenda Diatas telah disebutkan bahwa Masjid Mantingan merupakan masjid kedua setelah masjid agung Demak, yang dibangun pada tahun 1481 Saka atau tahun 1559 Masehi berdasarkan petunjuk dari condo sengkolo yang terukir pada sebuah mihrab Masjid Mantingan berbunyi “Rupo Brahmana Wanasari” oleh R. Muhayat Syeh Sultan Aceh yang bernama R. Toyib. Pada awalnya R. Toyib yang dilahirkan di Aceh ini menimba ilmu ketanah suci dan negeri Cina (Campa) untuk dakwah Islamiyah, dan karena kemampuan dan kepandaiannya pindah ke tanah Jawa (Jepara) R. Toyib kawin dengan Ratu Kalinyamat (Retno Kencono) putri Sultan Trenggono Sultan kerajaan Demak, yang akhirnya beliau mendapak gelar “Sultan Hadirin” dan sekaligus dinobatkan sebagai Adipati Jepara (Penguasa Jepara) sampai wafat dan dimakamkan di Mantingan Jepara. Dimakam inilah Pangeran Hadiri (Sunan Mantingan), Ratu Kalinyamat, Patih Sungging Badarduwung seorang patih keturunan cina yang menjadi kerabat beliau Sultan Hadiri bernama Cie Gwi Gwan dan sahabat lainnya disemayankan. Makam yang selalu ramai dikunjungi pada saat “Khoul” untuk memperingati wafatnya Sunan Mantingan berikut upacara “Ganti Luwur“ (Ganti Kelambu) ini diselenggarakan setiap satu tahun sekali pada tanggal 17 Robiul Awal sehari sebelum peringatan Hari Jadi Jepara. Makam Mantingan sampai sekarang masih dianggap sakral dan mempunyai tuah bagi masyarakat Jepara dan sekitarnya. Pohon pace yang tumbuh disekitar makam, konon bagi Ibu-ibu yang sudah sekian tahun menikah belum di karunia putra diharapkan sering berziarah ke Makam Mantingan dan mengambil buah pace yang jatuh untuk dibuat rujak kemudian dimakan bersama suami istri, maka permohonannya insyaAllah akan terkabulkan. Tuah lain yang ada dalam cungkup makam mantingan adalah “Air Mantingan Atau Air Keramat” yang menurut kisahnya ampuh untuk menguji kejujuran seseorang dan membuktikan hal mana yang benar dan yang salah, biasanya bagi masyarakat Jepara dan sekitarnya air keramat ini digunakan bila sedang menghadapi suatu sengketa, dengan cara air keramat ini diberi mantra dan doa lalu di minum. Namun karena beragamnya kepercayaan masyarakat, maka silahkan bagi yang percaya dan tidak memaksa untuk yang lain. Situs Syekh Siti Jenar Situs- Situs Syekh Siti Jenar Makam Syekh Siti Jenar di Balong, Jepara Keberadaan makam Syekh Siti Jenar di Dusun Gecak, Desa Balong, Kec. Kembang, Kab. Jepara menempati areal seluas 1 hektare. Tetapi di dinding pagar makam tertuliskan nama Pangeran Abdu Jalil, Wali Jepara. Berikut ini informasinya. Lokasi makam Syekh Siti Jenar berada di tengah persawahan dan hutan karet milik PTP Nusantara. Tidak Jauh dari makam tersebut terdapat tanah yang oleh masyarakat disebut Mabang atau lemah abang. Dulunya, Mabang sebagai perkampungan masyarakat yang mengikuti ajaran Syekh Siti Jenar dan Padepokan Lemah Abang sebagai tempat pendidikan santri-santri. Situs-situs peninggalannya masih dapat dilihat di sini seperti Sumur Wewadian dan punuk sapi, tempat pertapaan atau uzlah Syekh Siti Jenar yang menjorok ke laut utara. Di sekitar makam Syekh Siti Jenar masih banyak pohon besar yang usianya ratusan tahun. Bila memasuki areal makam peziarah merasakan suasana pada zaman dulu. Nuansanya masih asli dan tidak banyak perubahan dari dulu hingga sekarang. Keberadaan makam dikelilingi oleh tembok batako tanpa atap genteng. Di sampingnya terdapat tempat kemenyan. Ruangannya hanya bisa diisi oleh peziarah sebanyak sepuluh orang. Untuk menuju ke makam agak sulit. Jalan yang dilalui melewati jalan setapak keluar masuk perkebunan. Jalannya belum beraspal. Bagi peziarah yang menikmati keindahan alam dan lelaku rasanya memang nikmat. Tetapi bagi orang yang hanya sekadar berziarah, maka sudah barang tentu merasa kecapekan. Makam Syekh Siti Jenar yang berada di Desa Balong diakui sebagai makam yang sesungguhnya oleh dua juru kunci Mulyadi dan Jusdi, bila dibandingkan dengan makam-makam di tempat lainnya. Menurutnya, setelah Syekh Siti Jenar dieksekusi oleh Wali Songo kemudian mayatnya dibawa dan dikubur di sini, di tempat tinggalnya semula. Istilahnya dikembalikan di mana asal beliau berada. Sedangkan yang menguri-uri atau merawat makamnya adalah muridnya sendiri yang berama Maeso Jenar. Dulu bentuk makam Syekh Siti Jenar adalah kijingan seperti aslinya. Tetapi setelah anak-anak mahasiswa yang ber-KKN dari Universitas Muria Kudus, Jateng merehabnya, maka kuburannya mengalami perubahan cukup drastis. Yaitu makamnya ditinggikan dan badan makamnya dikeramik. Sehingga tampak bukan makam lama, melainkan makam baru. Hal ini karena mereka tidak mengerti tentang keautentikan bukti-bukti sejarah. Kondisi makam Syekh Siti Jenar tidak memakai cungkup dan dipagar dengan batako setinggi dua meter lebih. Luas pagar mencapai 3x2 meter. Badan makam tidak sama dengan makam Wali Songo yang terbuat dari batu granit, melainkan terbuat dari keramik buatan zaman sekarang. Di masa Pak Harto lengser dari jabatan Presiden Republik Indonesia banyak masyarakat datang untuk berziarah dan menyepi. Sehingga pada hari-hari biasa tampak sepi berubah menjadi ramai dengan datangnya masyarakat dari berbagai daerah. Kini setelah memasuki pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono kondisi makam Syekh Siti Jenar sepi kembali. Hanya didatangi orang-orang ngalab berkah. Jika terkabulkan mereka menyembelih kambing di lokasi makam yang kemudian dimakan bersama sebagai selamatan. HUSNU MUFID Makam Syekh Siti Jenar di Kemlaten Cirebon Selain di Jawa Timur dan Jawa Tengah, makam Syekh Siti Jenar juga ada di Cirebon, Jawa Barat. Makamnya berada di tengah-tengah makam umum Islam Kemlaten yang letaknya berada di dalam kota. Berikut ini informasinya. Dulu, ratusan tahun silam, makam Syekh Siti Jenar hanya sendirian. Kini berada di tengah-tengah makam umum di Kampung Kemlaten. Masyarakat dari berbagai daerah masih saja datang untuk berziarah pada bulan-bulan tertentu. Mereka meyakini kalau makam Syekh Siti Jenar masih berada di situ dan tidak pernah dipindah oleh siapa pun. Bentuk bangunannya cukup sederhana dengan luas 5x5 meter bercungkup. Posisi makamnya berada di tengah-tengah diapit oleh dua muridnya, Pangeran Jagabayan di sebelah kanan dan Pangeran Kejaksan di sebelah kiri. Masyarakat menyebut keberadaan makam Syekh Siti Jenar adalah Astana Kemlaten. Adapun keberadaan makam tersebut, pengaruhnya terhadap masyarakat sekitar masih kuat. Tiap tahun selalu dihauli dengan diikuti ribuan masyarakat dari berbagai daerah. Biasanya setelah Hari Raya Idul Fitri. Mereka berasal dari Cirebon, Banten, Jakarta, Jawa Tengah, dan Sumatra. Mereka meyakini makam Syekh Siti Jenar di Kemlaten. Dalam riwayatnya diterangkan bahwa beberapa hari setelah dikuburkan para wali ingin membuktikan keberadaan jenazahnya. Apakah seperti manusia biasa yang membusuk setelah dikubur atau manusia yang mulia di sisi Allah karena selama ini mengaku dirinya sebagai Tuhan. Setelah kuburan itu dibongkar hingga kedalaman satu meter setengah tak terlihat jenazahnya. Kemudian diteruskan penggaliannya hingga mencapai 2 meter, tetapi jenazahnya tidak ada. Yang ditemukan adalah dua kuntum bunga melati yang bau harum. Para wali yang mencium bau wangi itu menyebutkan bau melati. Lidah masyarakat Cirebon menyebut dengan nama Kemlaten. Maka sejak saat itulah makam Syekh Siti Jenar mendapat sebutan Astana Kemlaten. Setelah Syekh Siti Jenar dimakamkan di Kemlaten, banyak pengikutnya yang datang dari berbagai daerah. Seperti dari Sunda Kelapa, Banten, Sumatra, Semenanjung Malaka, Periangan, Jawa Tengah, dan Jawa Timur untuk berziarah. Melihat hal demikian, Sultan Cirebon Syarif Hidayatullah merasa kurang senang. Karena khawatir kalau menjadi sesembahan dan ajarannya terus berkembang. Maka jenazah Syekh Siti Jenar diam-diam dipindahkan ke Bukit Giri Amparan Jati dekat dengan lokasi Makam Syekh Datuk Kahfi. Namun demikian, hingga kini masih saja masyarakat melakukan ziarah ke makam Kemlaten yang lokasinya tidak jauh dari terminal Cirebon. Hanya jumlahnya tidak begitu banyak. HUSNU MUFID Makam Syekh Siti Jenar di Mantingan, Jepara Salah satu makam Syekh Siti Jenar di Jawa Tengah adalah di Jepara. Makam ini berada dekat makam Sultan Hadirin dan Ratu Kalinyamat. Hanya orang-orang tertentu yang datang untuk memanjatkan doa. Berikut ini informasinya Di belakang Masjid Sultan Hadirin Mantingan, Jepara terdapat sebuah makam yang berbalutkan kain warna hijau. Makan ini terletak di pojok utara dan menyendiri. Pengurus makam dan masjid memberi nama P. Abdul Jalil atau Sunan Jepara, sebagaimana tercantum dalam papan nama warna hijau yang menuju makam tersebut. Masyarakat sekitar dan sebagian pengurus makam menyebutkan bahwa makam tersebut adalah makam Syekh Siti Jenar. Tetapi bukan keturunan dari kerajaan Majapahit yang dihukum mati oleh para wali di Demak, melainkan dari Cirebon, putra dari Syekh Abdul Kadir dan Siti Sarah. Menurut H. Ali Syafi’i, juru kunci makam, Syekh Siti Jenar sebelum datang ke Mantingan terlebih dahulu mondok di pesantren yang diasuh Sunan Ampel Surabaya. Kemudian mau dikawinkan dengan putri sunan, tetapi tidak mau karena belum bisa membagi cintanya kepada Allah. Kemudian meninggalkan pesantren menuju Tuban, Jawa Timur untuk menetap beberapa tahun. Setelah itu melanjutkan perjalanan menuju Desa Balong, Kec. Kembang, Kab. Jepara untuk membangun sebuah Padepokan Lemah Abang. Setelah itu pindah ke Mantingan untuk menyebarkan agama. Salah satu santrinya adalah Kaki Jumino dan istrinya. Hingga akhir hayatnya dikubur di atas sebuah bukit dan persisnya di belakang Masjid Sultan Hadiri. Makam Syekh Siti Jenar panjangnya mencapai hampir 2 meter. Tanpa bercungkup. Dikelilingi tembok yang terbuat dari batako. Dulu pernah ada yang mencoba mau memberikan cungkup, tetapi dilarang pengurus Masjid Sultan Hadirin karena khawatir akan digunakan untuk hal-hal yang negatif oleh peziarah. Mengingat peziarahnya kebanyakan para dukun dan orang-orang bertato. Jika sudah tiba waktu salat para peziarahnya tidak segera melakukan salat. Oleh karena itu, hingga kini makamnya tetap terbuka tanpa cungkup. Untuk menghindari kerusakan akibat kena hujan maupun panas, maka makam Syekh Siti Jenar diberi lapisan keramik warna hijau dan kondisi kuburan yang awalnya agak masuk ke dalam tanah kini ditinggikan agar tidak tergenang air pada waktu musim hujan. Perkembangan terkini para peziarahnya tidak terlalu banyak. Lebih banyak yang berziarah di makam Sultan Hadirin, suami Ratu Kalinyamat. Orang-orang yang berziarah ke makam Syekh Siti Jenar dalam bentuk satu rombongan kecil sebanyak lima sampai sepuluh orang. Mereka itu satu keluarga dan sekelompok orang-orang yang sedang menjalankan pertobatan. HUSNU MUFID Makam Syekh Siti Jenar di Gedongombo, Tuban Makam Syekh Siti Jenar di Jawa Timur berada di Dukuh Dondong, Desa Gedongombo, Kec. Semanding, Kab. Tuban. Sebuah desa yang usianya cukup tua. Nuansa masa lalu masih tampak. Berikut ini informasinya. Lokasi makam Syekh Siti Jenar berada di pemakaman umum dengan lokasi di sebelah pojok tanah pekuburan. Dekat dengan Masjid Baitul Muttaqin. Dulu hanya beratapkan kayu. Kemudian dalam perkembangannya diberi cungkup dan dipagari gedung. Bila dilihat dari jauh mirip sebuah musala. Pagi hingga malam hari suasana makam tampak asri dan sunyi. Makam Syekh Siti Jenar ini tidak sendirian seperti di tempat lain, tetapi di samping kanan kirinya terdapat makam. Penduduk sekitar ada yang menyatakan makam istri, keluarga, dan para pengikutnya. Bentuk makamnya berwarna hijau dan nisannya dibalut kain putih. Bangunan cungkupnya dicat merah. Masyarakat sekitar selain menyebut nama Syekh Siti Jenar dan Syekh Lemah Abang, juga menyebut makam Mbah Buyut Gedong Sumur Tengah. Bahkan ada yang menyebut Pangeran Gedong. Nama Gedong diartikan bahwa seorang pangeran yang memiliki ilmu tinggi sebesar rumah gedong. Karena waktu itu rumah gedong merupakan rumah yang besar dan bagus. Keberadaan makam Syekh Siti Jenar diketahui oleh masyarakat memang sejak dulu sudah ada, baik mulai dari mbah buyutnya dulu atau sejak usia kecil makam tersebut8sudah ada. Hanya mereka tidak tahu sejarah perjalanannya dan siapa sebenarnya serta dari mana asal Syekh Siti Jenar. Para sesepuh di sekitar makam seperti Kiai Kasdam yang usianya mencapai 100 tahun dan Pak Yayak juru kunci serta mantan Lurah Gedongombo Saman yang pernah membangun makam Syekh Siti Jenar mengaku tidak tahu. Mereka hanya mengetahui makam tersebut sejak dulu dari kakek-kakeknya tanpa mengetahui sejarahnya. Tiap hari makam Syekh Siti Jenar kelihatan sepi. Satu dan dua orang yang datang. Hanya pada saat sedekah bumi pada bulan Juli, yaitu usai panen padi masyarakat berziarah dan makan bersama. Warga sekitar memang hanya melakukan sedekah bumi dan tidak mengadakan haul sejak dulu. Karena belum mengetahui sejarahnya secara pasti dari kakek buyutnya dulu. Meskipun demikian, warga sekitar menganggap sebagai makam dan bukan petilasan. Untuk pengaruh ajaran Syekh Siti Jenar terhadap masyarakat sekitar tidak ada. Masyarakat menjalankan ajaran Islam sesuai yang dianut kalangan warga Nahdlatul Ulama (NU). Hal ini bisa dilihat dari praktik warga setempat di masjid sebelah makam Syekh Siti Jenar tidak ada yang menyimpang. Mereka menganut ajaran ahlussunnah waljama’ah. Untuk menuju makamnya cukup mudah. Karena di pinggir jalan terdapat papan pengumuman bertuliskan makam Syekh Siti Jenar dengan jarak 150 m. Warna tulisan catnya warna merah. Peziarahnya tidak terlalu banyak, hanya orang-orang tertentu. Boleh dibilang sedikit jumlahnya. HUSNU MUFID Makam Waliyullah Jepara 1. Syeh Suto Mangun Joyo - Desa Banyumanis, Kec. Donorojo 2. Syeh Lancing Sanjoyo - Desa Tulakan, Kec. Donorojo 3. Syeh Sawunggaling / Ki Ageng Keling - Desa Jlegong, Kec. Keling 4. Syeh Bono Keling - Desa Keling - Kec. Keling 5. Syeh Kertosuro / Balekambang - Ds.Jenggotan - Kec. Kembang 6. Syeh Ki Ageng Gede Bangsri - Desa Wedelan - Kec. Bangsri 7. Syeh Dimyati / R. Sukri - Desa Demeling - Kec. Mlonggo 8. Syeh Juru Sungging Prabangkoro - Desa Bondo Jepara 9. Syeh Syeh Ki Ageng Prabangkoro - Bandengan Jepara 10. Syeh Al Fakih Lop Lop - Bandengan Jepara 11. Syeh Meisin / Mbah wasi - Kuwasen Jepara 12. Syeh Wali Joko Lelono - Cumbring Jepara 13. Syeh Jenggala - Saripan Jepara 14. Syeh Pangeran Syarip - Saripan Jepara 15. Syeh Abdul Rohman / Sunan Pakis Aji - Potroyudan Jepara 16. Syeh wali Zaini - Makam gendong - Saripan Jepara 17. Syeh Ki Ageng Juminah - Mantingan Jepara 18. Syeh Ki Ageng Ladunni - Karang Kebagusan Jepara 19. Syeh Tubagus Kaffi - Karang Kebagusan Jepara 20. Syeh Wali Kramat - Dema'an Jepara 21. Sultan Hadlirin - Mantingan Jepara 22. Syeh Abdul Jalil - Mantingan Jepara 23. Pangeran Jaya Kandar - Bapangan Jepara 24. Syeh Abu Bakar - Pulau Panjang Jepara 25. Syeh Jogo Laut - Teluk awur Jepara 26. Yek Shodiq - Gotri, Pecangaan Jepara Terdiri dari 16 Kecamatan, sebagai berikut 1. Jepara 2. Donorojo 3. Keling 4. Bangsri 5. Kembang 6. Mlonggo 7. Pakisaji 8. Batealit 9. Tahunan 10. Pecangaan 11. Kalinyamatan 12. Kedung 13. Mayong 14. Welahan 15. Nalumsari 16. Kepulauan Karimunjawa • Daftar Nama Kecamatan Kelurahan/Desa & Kodepos Di Kota/Kabupaten Jepara Jawa Tengah (Jateng) .Negara : Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Provinsi : Jawa Tengah (Jateng) Kota/Kabupaten : Jepara 1. Kecamatan Bangsri Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Bangsri di Kota/Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah (Jateng) : - Kelurahan/Desa Bangsri (Kodepos : 59453) - Kelurahan/Desa Banjar Agung (Kodepos : 59453) - Kelurahan/Desa Banjaran (Kodepos : 59453) - Kelurahan/Desa Bondo (Kodepos : 59453) - Kelurahan/Desa Guyangan (Kodepos : 59453) - Kelurahan/Desa Jerukwangi (Kodepos : 59453) - Kelurahan/Desa Kedungleper (Kodepos : 59453) - Kelurahan/Desa Kepuk (Kodepos : 59453) - Kelurahan/Desa Papasan (Kodepos : 59453) - Kelurahan/Desa Srikandang (Kodepos : 59453) - Kelurahan/Desa Tengguli (Kodepos : 59453) - Kelurahan/Desa Wedelan (Kodepos : 59453) 2. Kecamatan Batealit Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Batealit di Kota/Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah (Jateng) : - Kelurahan/Desa Bantrung (Kodepos : 59461) - Kelurahan/Desa Batealit (Kodepos : 59461) - Kelurahan/Desa Bawu (Kodepos : 59461) - Kelurahan/Desa Bringin (Kodepos : 59461) - Kelurahan/Desa Geneng (Kodepos : 59461) - Kelurahan/Desa Mindahan (Kodepos : 59461) - Kelurahan/Desa Mindahan Kidul (Kodepos : 59461) - Kelurahan/Desa Ngasem (Kodepos : 59461) - Kelurahan/Desa Pekalongan (Kodepos : 59461) - Kelurahan/Desa Raguklampitan (Kodepos : 59461) - Kelurahan/Desa Somosari (Kodepos : 59461) 3. Kecamatan Donorojo Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Donorojo di Kota/Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah (Jateng) : - Kelurahan/Desa Bandungharjo (Kodepos : 59454) - Kelurahan/Desa Banyumanis (Kodepos : 59454) - Kelurahan/Desa Blingoh (Kodepos : 59454) - Kelurahan/Desa Clering (Kodepos : 59454) - Kelurahan/Desa Jugo (Kodepos : 59454) - Kelurahan/Desa Sumber Rejo (Kodepos : 59454) - Kelurahan/Desa Tulakan (Kodepos : 59454) - Kelurahan/Desa Ujungwatu (Kodepos : 59454) 4. Kecamatan Jepara Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Jepara di Kota/Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah (Jateng) : - Kelurahan/Desa Karangkebagusan (Kodepos : 59411) - Kelurahan/Desa Panggang (Kodepos : 59411) - Kelurahan/Desa Potroyudan (Kodepos : 59412) - Kelurahan/Desa Bapangan (Kodepos : 59413) - Kelurahan/Desa Saripan (Kodepos : 59414) - Kelurahan/Desa Pengkol (Kodepos : 59415) - Kelurahan/Desa Jobokuto (Kodepos : 59416) - Kelurahan/Desa Ujungbatu (Kodepos : 59416) - Kelurahan/Desa Kauman (Kodepos : 59417) - Kelurahan/Desa Bulu (Kodepos : 59418) - Kelurahan/Desa Demaan (Kodepos : 59419) - Kelurahan/Desa Kuwasen (Kodepos : 59431) - Kelurahan/Desa Mulyoharjo (Kodepos : 59431) - Kelurahan/Desa Wonorejo (Kodepos : 59431) - Kelurahan/Desa Bandengan (Kodepos : 59432) - Kelurahan/Desa Kedungcino (Kodepos : 59432) 5. Kecamatan Kalinyamatan Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Kalinyamatan di Kota/Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah (Jateng) : - Kelurahan/Desa Bakalan (Kodepos : 59462) - Kelurahan/Desa Bandungrejo (Kodepos : 59462) - Kelurahan/Desa Banyuputih (Kodepos : 59462) - Kelurahan/Desa Batukali (Kodepos : 59462) - Kelurahan/Desa Damarjati (Kodepos : 59462) - Kelurahan/Desa Kriyan (Kodepos : 59462) - Kelurahan/Desa Manyargading (Kodepos : 59462) - Kelurahan/Desa Margoyoso (Kodepos : 59462) - Kelurahan/Desa Pendosawalan (Kodepos : 59462) - Kelurahan/Desa Purwogondo (Kodepos : 59462) - Kelurahan/Desa Robayan (Kodepos : 59462) - Kelurahan/Desa Sendang (Kodepos : 59462) 6. Kecamatan Karimunjawa Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Karimunjawa di Kota/Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah (Jateng) : - Kelurahan/Desa Karimunjawa (Kodepos : 59455) - Kelurahan/Desa Kemojan (Kodepos : 59455) - Kelurahan/Desa Parang (Kodepos : 59455) 7. Kecamatan Kedung Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Kedung di Kota/Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah (Jateng) : - Kelurahan/Desa Bugel (Kodepos : 59463) - Kelurahan/Desa Bulakbaru (Kodepos : 59463) - Kelurahan/Desa Dongos (Kodepos : 59463) - Kelurahan/Desa Jondang (Kodepos : 59463) - Kelurahan/Desa Kalianyar (Kodepos : 59463) - Kelurahan/Desa Karangaji (Kodepos : 59463) - Kelurahan/Desa Kedungmalang (Kodepos : 59463) - Kelurahan/Desa Kerso (Kodepos : 59463) - Kelurahan/Desa Menganti (Kodepos : 59463) - Kelurahan/Desa Panggung (Kodepos : 59463) - Kelurahan/Desa Rau (Kodepos : 59463) - Kelurahan/Desa Sowan Kidul (Kodepos : 59463) - Kelurahan/Desa Sowan Lor (Kodepos : 59463) - Kelurahan/Desa Sukosono (Kodepos : 59463) - Kelurahan/Desa Surodadi (Kodepos : 59463) - Kelurahan/Desa Tanggultlare (Kodepos : 59463) - Kelurahan/Desa Tedunan (Kodepos : 59463) - Kelurahan/Desa Wanusobo (Kodepos : 59463) 8. Kecamatan Keling Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Keling di Kota/Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah (Jateng) : - Kelurahan/Desa Bumiharjo (Kodepos : 59454) - Kelurahan/Desa Damarwulan (Kodepos : 59454) - Kelurahan/Desa Gelang (Kodepos : 59454) - Kelurahan/Desa Jlegong (Kodepos : 59454) - Kelurahan/Desa Kaligarang (Kodepos : 59454) - Kelurahan/Desa Kelet (Kodepos : 59454) - Kelurahan/Desa Keling (Kodepos : 59454) - Kelurahan/Desa Klepu (Kodepos : 59454) - Kelurahan/Desa Kunir (Kodepos : 59454) - Kelurahan/Desa Tempur (Kodepos : 59454) - Kelurahan/Desa Tunahan (Kodepos : 59454) - Kelurahan/Desa Watuaji (Kodepos : 59454) 9. Kecamatan Kembang Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Kembang di Kota/Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah (Jateng) : - Kelurahan/Desa Balong (Kodepos : 59453) - Kelurahan/Desa Bucu (Kodepos : 59453) - Kelurahan/Desa Cepogo (Kodepos : 59453) - Kelurahan/Desa Dermolo (Kodepos : 59453) - Kelurahan/Desa Dudakawu (Kodepos : 59453) - Kelurahan/Desa Jinggotan (Kodepos : 59453) - Kelurahan/Desa Kaliaman (Kodepos : 59453) - Kelurahan/Desa Kancilan (Kodepos : 59453) - Kelurahan/Desa Pendem (Kodepos : 59453) - Kelurahan/Desa Sumanding (Kodepos : 59453) - Kelurahan/Desa Tubanan (Kodepos : 59453) 10. Kecamatan Mayong Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Mayong di Kota/Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah (Jateng) : - Kelurahan/Desa Bandung (Kodepos : 59465) - Kelurahan/Desa Buaran (Kodepos : 59465) - Kelurahan/Desa Bungu (Kodepos : 59465) - Kelurahan/Desa Datar (Kodepos : 59465) - Kelurahan/Desa Jebol (Kodepos : 59465) - Kelurahan/Desa Kuanyar (Kodepos : 59465) - Kelurahan/Desa Mayong Kidul (Kodepos : 59465) - Kelurahan/Desa Mayong Lor (Kodepos : 59465) - Kelurahan/Desa Ngroto (Kodepos : 59465) - Kelurahan/Desa Pancur (Kodepos : 59465) - Kelurahan/Desa Paren (Kodepos : 59465) - Kelurahan/Desa Pelang (Kodepos : 59465) - Kelurahan/Desa Pelemkerep (Kodepos : 59465) - Kelurahan/Desa Pule (Kodepos : 59465) - Kelurahan/Desa Rajekwesi (Kodepos : 59465) - Kelurahan/Desa Sengonbugel (Kodepos : 59465) - Kelurahan/Desa Singorojo (Kodepos : 59465) - Kelurahan/Desa Tigajuru (Kodepos : 59465) 11. Kecamatan Mlonggo Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Mlonggo di Kota/Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah (Jateng) : - Kelurahan/Desa Jambu (Kodepos : 59452) - Kelurahan/Desa Jambu Timur (Kodepos : 59452) - Kelurahan/Desa Karanggondang (Kodepos : 59452) - Kelurahan/Desa Mororejo (Kodepos : 59452) - Kelurahan/Desa Sekuro (Kodepos : 59452) - Kelurahan/Desa Sinanggul (Kodepos : 59452) - Kelurahan/Desa Srobyong (Kodepos : 59452) - Kelurahan/Desa Suwawal (Kodepos : 59452) 12. Kecamatan Nalumsari Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Nalumsari di Kota/Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah (Jateng) : - Kelurahan/Desa Bategede (Kodepos : 59466) - Kelurahan/Desa Bendanpete (Kodepos : 59466) - Kelurahan/Desa Blimbingrejo (Kodepos : 59466) - Kelurahan/Desa Daren (Kodepos : 59466) - Kelurahan/Desa Dorang (Kodepos : 59466) - Kelurahan/Desa Gemiring Kidul (Kodepos : 59466) - Kelurahan/Desa Gemiring Lor (Kodepos : 59466) - Kelurahan/Desa Jatisari (Kodepos : 59466) - Kelurahan/Desa Karangnongko (Kodepos : 59466) - Kelurahan/Desa Muryolobo (Kodepos : 59466) - Kelurahan/Desa Nalumsari (Kodepos : 59466) Nisan Assayyid Thoyyib Thohir Dukuh Penagon Kecamatan Nalumsari 7. MAKAM MBAH SAYYID THOYYIB THOHIR - Kelurahan/Desa Ngetuk (Kodepos : 59466) - Kelurahan/Desa Pringtulis (Kodepos : 59466) - Kelurahan/Desa Tritis (Kodepos : 59466) - Kelurahan/Desa Tunggulpandean (Kodepos : 59466) 13. Kecamatan Pakis Aji Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Pakis Aji di Kota/Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah (Jateng) : - Kelurahan/Desa Bulungan (Kodepos : 59452) - Kelurahan/Desa Kawak (Kodepos : 59452) - Kelurahan/Desa Lebak (Kodepos : 59452) - Kelurahan/Desa Mambak (Kodepos : 59452) - Kelurahan/Desa Plajan (Kodepos : 59452) - Kelurahan/Desa Slagi (Kodepos : 59452) - Kelurahan/Desa Suwawal Timur (Kodepos : 59452) - Kelurahan/Desa Tanjung (Kodepos : 59452) 14. Kecamatan Pecangaan Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Pecangaan di Kota/Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah (Jateng) : - Kelurahan/Desa Gemulung (Kodepos : 59462) - Kelurahan/Desa Gerdu (Kodepos : 59462) - Kelurahan/Desa Kaliombo (Kodepos : 59462) - Kelurahan/Desa Karangrandu (Kodepos : 59462) - Kelurahan/Desa Krasak (Kodepos : 59462) - Kelurahan/Desa Lebuawu (Kodepos : 59462) - Kelurahan/Desa Ngeling (Kodepos : 59462) - Kelurahan/Desa Pecangaan Kulon (Kodepos : 59462) - Kelurahan/Desa Pecangaan Wetan (Kodepos : 59462) - Kelurahan/Desa Pulodarat (Kodepos : 59462) - Kelurahan/Desa Rengging (Kodepos : 59462) - Kelurahan/Desa Troso (Kodepos : 59462) 15. Kecamatan Tahunan Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Tahunan di Kota/Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah (Jateng) : - Kelurahan/Desa Krapyak (Kodepos : 59421) - Kelurahan/Desa Mantingan (Kodepos : 59421) - Kelurahan/Desa Demangan (Kodepos : 59422) - Kelurahan/Desa Mangunan (Kodepos : 59422) - Kelurahan/Desa Petekeyan (Kodepos : 59423) - Kelurahan/Desa Platar (Kodepos : 59423) - Kelurahan/Desa Semat (Kodepos : 59424) - Kelurahan/Desa Langon (Kodepos : 59425) - Kelurahan/Desa Sukodono (Kodepos : 59425) - Kelurahan/Desa Senenan (Kodepos : 59426) - Kelurahan/Desa Tegalsambi (Kodepos : 59427) - Kelurahan/Desa Telukawur (Kodepos : 59427) - Kelurahan/Desa Ngabul (Kodepos : 59428) - Kelurahan/Desa Kecapi (Kodepos : 59429) - Kelurahan/Desa Tahunan (Kodepos : 59451) 16. Kecamatan Welahan Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Welahan di Kota/Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah (Jateng) : - Kelurahan/Desa Brantaksekarjati (Kodepos : 59464) - Kelurahan/Desa Bugo (Kodepos : 59464) - Kelurahan/Desa Gedangan (Kodepos : 59464) - Kelurahan/Desa Gidangelo (Kodepos : 59464) - Kelurahan/Desa Guwosobokerto (Kodepos : 59464) - Kelurahan/Desa Kalipucang Kulon (Kodepos : 59464) - Kelurahan/Desa Kalipucang Wetan (Kodepos : 59464) - Kelurahan/Desa Karanganyar (Kodepos : 59464) - Kelurahan/Desa Kedungsarimulyo (Kodepos : 59464) - Kelurahan/Desa Kendengsidialit (Kodepos : 59464) - Kelurahan/Desa Ketilengsingolelo (Kodepos : 59464) - Kelurahan/Desa Sidigede (Kodepos : 59464) - Kelurahan/Desa Telukwetan (Kodepos : 59464) - Kelurahan/Desa Ujungpandan (Kodepos : 59464) - Kelurahan/Desa Welahan (Kodepos : 59464) " Sunan Dermayu merupakan Sunan Kalijogo, letak makom berada di Desa Dermolo Kec. Kembang. Sekitar 1 KM dari jalan raya Bangsri - Keling Makom Sunan Dermayu Sumber mata air "Sendang Kakila" berada di lokasi Bangunan Makom Sunan Dermayu Mbah Kyai Banjar Waliyulloh Merupakan Wali cikal bakal tanah banjaran Bangsri. Letak Makom berada di desa Wedelan Kec. Bangsri Leak tepatnya berada di sebelah selatan Kali sebelum POM Bensin Wedelan. Makom Mbah Banjar 2 Pohon Besar sebagai Nisan Mbah Banjar Mbah Singo Makom Mbah Singo terletak sekitar 500 m kearah Timur dari Bumi Perkemahan Desa Suwawal Timur Kec. Pakis Aji. Posisi tepatnya agak menjorok dari jalan raya Suwawal-Lebak. Makom Mbah Singo Bentuk Artistik Makom Mbah Singo Bangunan dan Kijing Makom Mbah Singo Mbah Umar bin Abu Suja' Di pemakaman umum yang berada di Desa Jambu Timur ini terdapat Makom-makom Waliulloh diantaranya Makom Syeh Abdul Syukur, Mbah Bakim dan Makom Mbah Umar bin Abu Suja'. Mbah Umar Merupakan Pengulu Banjaran masa sekitar tahun 1900'an. Makom Mbah Umar bin Abu Suja' Makom Syeh Abdul Syukur Makom Mbah Bakim KOMPLEK PEMAKAMAN RATU KALINYAMAT Walaupun sebenarnya Ratu Kalinyamat dimakamkan di Solo Namun Suami beliau yakni Sultan Hadlirin dan beberapa Wali Jepara berada di pemakaman ini. Diantaranya yakni Syeh Abdul Jalil "Sunan Jepara", Mbah Imam bin Umar dan Sultan Hadlirin sendiri dll. Pintu Makom Sultan Hadlirin Makom Sultan Hadlirin Syeh Abdul Jalil "Sunan Jepara" Mbah Imam bin Umar Sayyid Hasan Letak Berada di Desa Bandengan Kec. Jepara jalan yang ditempuh lebih mudah melewati desa Kuwasen Tepatnya Perempatan Kuwasen Ambil kiri menuju arah TPA. Kurang lebih Berjarak 2 KM dari Jalan Raya. Bangunan Makom Bentuk Banguna Sangat Artistik dan Pemendangannya cukup bagus. Dari sina bisa terlihat Stadion GBK kebanggaan Masyarakat Jepara. Nisan Makom Sayyid Hasan Sunan Pakis Aji "Abdurrohman Al Idrus" Letak Berada di Desa Protoyudan Kac. Jepara Kurang lebih 1 KM dari RS. Kartini Ke arah Barat Jurusan Kanal belok kiri. Di lingkungan makom juga terdapat beberapa Makom lain semisal makom Syeh Amiruddin Bangunan Sunan Pakis Aji Makom Sunan Pakis Aji Makom Syeh Amiruddin Sunan Ujung Poro dan Pangeran Syarif Letak berada di Desa Saripan Kecamatan Jepara Makom Sunan Ujung Poro Makom Pangeran Syarif Pintu Masuk Pangeran Syarif Mbah Agung Alim "Ki Ageng Mlonggo" Letak makom berada di dukuh Sekacer Desa Sinanggul Kecamatan Mlonggo Berjarak kurang Lebih 1 Km arah Barat dari jalan Raya Jepara-Bangsri Makom Mbah Agung Alim Bangunan Makom Mbah Agung Alim Mbah Langgi Letak makom berada di Desa BanjarAgung dukuh Sergemeng Kec. Bangsri Tepatnya berada kurang lebih 1 KM dari Makom Kyai Ahmad Muhammad Afif Kyai Ahmad Muhammad Afif "Klumo" Terletak di Desa Banjaragung Dukuh Klumo Sari Kecamatan Bangsri yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Bangsri. Beliau merupakan ulama' Jepara yang Masyhur. Beliau merupakan pendiri Pondok Pesantren Darul Musyawaroh yang juga bertempat di Desa Banjaragung. Makom Kyai Ahmad Muhammad Afif Posted 31st May 2011 by Bio Of Logic Makom Mbah Arif Candi Terletak di Desa Banjaran dukuh Banjaran Candi Kec. Bangsri tepanya dibelakang Masjid Jami' Banjaran Candi Bangsri Makom Mbah Arif Candi Batu Nisan Makom Mbah Ronggo Jati dan Mbah Wali Kawak "Masjid Wali Kawak" Pintu Gerbang Mbah Ronggo Jati Waliyulloh yang diapit dengan gapuro dan dihiasi dengan kaligrafi bertuliskan lafadl Allah. Pintu Gerbang Mbah Ronggo Jati Makom Mbah Ronggo Jati Makom Mbah Wali Kawak "Masjid Wali Kawak" Lokasi keduanya berada di desa Kawak Kecamatan Mlonggo Pohon di Sekitar Makom Mbah Buyut Malang "Mindahan" Beliau merupakan salah satu Auliya' di desa Mindahan Kecamatan Batealit. Lokasi Makom berada di dukuh Mindahan Puru. Tempat masih Asri dan terdapat sumber mata air yang digunakan oleh penduduk sekitar. o Sunan Dermayu Sunan Dermayu “Sunan Kalijogo-Raden Sahid”Sunan Dermayu merupakan Sunan Kalijogo, letak makom berada di Desa DermoloKec. Kembang. Sekitar 1 KM dari jalan raya Bangsri – Keling Makom Sunan Dermayu Sumber mata air “Sendang Kakila” berada di lokasi Bangunan Makom Sunan Dermayu WALI-WALI JEPARA Mbah Banjar Mbah Kyai Banjar WaliyullohMerupakan Wali cikal bakal tanah banjaran Bangsri. Letak Makom berada di desa Wedelan Kec. BangsriLeak tepatnya berada di sebelah selatan Kali sebelum POM Bensin Wedelan. Makom Mbah Banjar 2 Pohon Besar sebagai Nisan Mbah Banjar WALI-WALI JEPARA Mbah Singo Mbah Singo Makom Mbah Singo terletak sekitar 500 m kearah Timur dari Bumi Perkemahan Desa Suwawal Timur Kec. Pakis Aji. Posisi tepatnya agak menjorok dari jalan raya Suwawal-Lebak. Makom Mbah Singo Bentuk Artistik Makom Mbah Singo Bangunan dan Kijing Makom Mbah Singo WALI-WALI JEPARA Mbah Umar bin Abu Suja’ Mbah Umar bin Abu Suja’ Di pemakaman umum yang berada di Desa Jambu Timur ini terdapat Makom-makom Waliulloh diantaranya Makom Syeh Abdul Syukur, Mbah Bakim dan Makom Mbah Umar bin Abu Suja’. Mbah Umar Merupakan Pengulu Banjaran masa sekitar tahun 1900′an. Makom Mbah Umar bin Abu Suja’ Makom Syeh Abdul Syukur Makom Mbah Bakim WALI-WALI JEPARA KOMPLEKS PEMAKAMAN RATU KALINYAMAT KOMPLEK PEMAKAMAN RATU KALINYAMATWalaupun sebenarnya Ratu Kalinyamat dimakamkan di Solo Namun Suami beliau yakni Sultan Hadlirin dan beberapa Wali Jeparaberada di pemakaman ini. Diantaranya yakni Syeh Abdul Jalil “Sunan Jepara”,Mbah Imam bin Umar dan Sultan Hadlirin sendiri dll. Pintu Makom Sultan Hadlirin Makom Sultan Hadlirin Syeh Abdul Jalil “Sunan Jepara” Mbah Imam bin Umar WALI-WALI JEPARA Sayyid Hasan Sayyid Hasan Letak Berada di Desa Bandengan Kec. Jepara jalan yang ditempuh lebih mudah melewati desa Kuwasen Tepatnya Perempatan Kuwasen Ambil kiri menuju arah TPA. Kurang lebih Berjarak 2 KM dari Jalan Raya. Bangunan Makom Bentuk Banguna Sangat Artistik dan Pemendangannya cukup bagus. Dari sina bisa terlihat Stadion GBK kebanggaan Masyarakat Jepara. Nisan Makom Sayyid WALI-WALI JEPARA Sunan Pakis Aji Sunan Pakis Aji “Abdurrohman Al Idrus” Letak Berada di Desa Protoyudan Kac. Jepara Kurang lebih 1 KM dari RS. Kartini Ke arah Barat Jurusan Kanal belok kiri. Di lingkungan makom juga terdapat beberapa Makom lain semisal makom Syeh Amiruddin Bangunan Sunan Pakis Aji Makom Sunan Pakis Aji Makom Syeh Amiruddin WALI-WALI JEPARA Sunan Ujung Poro dan Pangeran Syarif Sunan Ujung Poro dan Pangeran Syarif Letak berada di Desa Saripan Kecamatan Jepara Makom Sunan Ujung Poro Makom Pangeran Syarif Pintu Masuk Pangeran Syarif WALI-WALI JEPARA Mbah Agung Alim Mbah Agung Alim “Ki Ageng Mlonggo” Letak makom berada di dukuh Sekacer Desa Sinanggul Kecamatan Mlonggo Berjarak kurang Lebih 1 Km arah Barat dari jalan Raya Jepara-Bangsri Makom Mbah Agung Alim Bangunan Makom Mbah Agung Alim WALI-WALI JEPARA Mbah Langgi Mbah Langgi Letak makom berada di Desa BanjarAgung dukuh Sergemeng Kec. Bangsri Tepatnya berada kurang lebih 1 KM dari Makom Kyai Ahmad Muhammad Afif WALI-WALI JEPARA Kyai Ahmad Muhammad Afif Kyai Ahmad Muhammad Afif “Klumo”Terletak di Desa Banjaragung Dukuh Klumo Sari Kecamatan Bangsri yang merupakanpemekaran dari Kecamatan Bangsri. Beliau merupakan ulama’ Jepara yang Masyhur.Beliau merupakan pendiri Pondok Pesantren Darul Musyawaroh yang juga bertempatdi Desa Banjaragung. Makom Kyai Ahmad Muhammad Afif WALI-WALI JEPARA Makom Mbah Arif Candi Makom Mbah Arif Candi Terletak di Desa Banjaran dukuh Banjaran Candi Kec. Bangsri tepanyadibelakang Masjid Jami’ Banjaran Candi Bangsri Makom Mbah Arif Candi Batu Nisan Makom WALI-WALI JEPARA Syeh Maghribi Syeh Maghribi “Bandengan”Lokasi berada di Desa Bandengan Kecamatan Jepara Pendopo Depan Makom Kondisi Makom Syeh Magribi Tampak Dari Depan Kategori WALI-WALI JEPARA Mbah Ronggo Sejati Mbah Ronggo Jati dan Mbah Wali Kawak “Masjid Wali Kawak” Pintu Gerbang Mbah Ronggo Jati Waliyulloh yang diapit dengan gapuro dan dihiasi dengan kaligrafi bertuliskan lafadl Allah. Pintu Gerbang Mbah Ronggo Jati Makom Mbah Ronggo Jati Makom Mbah Wali Kawak “Masjid Wali Kawak” Lokasi keduanya berada di desa Kawak Kecamatan Mlonggo. Kategori WALI-WALI JEPARA Mbah Buyut Malang Pohon di Sekitar Makom Mbah Buyut Malang “Mindahan” Beliau merupakan salah satu Auliya’ di desa Mindahan Kecamatan Batealit. Lokasi Makom berada di dukuh Mindahan Puru. Tempat masih Asri dan terdapat sumber mata air yang digunakan oleh penduduk sekitar. Bangunan Makom Mbah Buyut Malang WALI-WALI JEPARA Sejarah Bangsri iku jeneng sawijining papan kang ana ing Jepara, Jawa Tengah. Jaman biyèn udakara abad 16 agama Islam mlebu disebarké para wali cacah sanga kang kawèntar aran Wali Sanga. Salah siji wali mau ana kang asma Sunan Muria. Sunan Muria kagungan murid aran Ki Gedhe Bangsri lan Ki Suronggotho. Sawijining dina, Ki Gede Bangsri nganakaké tasyakuran madegé pondhok pesantrèn. Tasyakuran mau dirawuhi Sunan Muria. Rawuhé Sunan Muria mau minangka pratandha manawa panjenengané nyengkuyung madegé pondhok pesantren kang ateges uga nyengkuyung sumebaré agama Islam ing kana. Rawuhé Sunan Muria mau ndadèkake Ki Suronggotho uga kepinginan karawuhan Sunan Muria. Kurang luwih sesasi suwéné Ki Suronggotho ngentèni rawuhé Sunan Muria ing Mandhalika nanging durung ana rawuh. Ki Suronggotho serik banjur duka amarga rumangsa dibèdakaké déning guruné. Kanggo nglampiaské kanepsoné mau Ki Suronggotho ngobrak – ngabrik pondhok pesantrèn Ki Gedhe Bangsri kang wektu iku ditinggal sowan marang Sunan Muria. Priksa kahanan kang kaya mangkono iku Ki Gedhe Bangsri lan putrané, Dewi Wiji nyingkir saka pondhok pesantrèn. Déné Ki Suronggotho gumedhé, kumalungkung amarga rumangsa bisa ngasoraké Ki Gedhe Bangsri. Ki Suronggotho kasengsem marang kasulistyané Dewi Wiji, banjur kepingin nggarwa nanging katampik déning Dewi Wiji amarga mangertèn patrapé Ki Suronggotho kang wengis. Ki Suronggotho ora wigah – wigih nyingkiraké sapa baé sing ngalang-alangi kekarepané. Ki Suronggotho tegel matèni bakul kembang, bakul wedel, Kyai Jenggot lan Kyai Banjar. Amarga wengise Ki Suronggotho mau, Ki Suronggotho disupatani Sunan Muria dadi kepithing Gotho. Ki Suronggotho ora trima banjur supata arep gawé ontran – ontran ing bumi Bangsri. Sunan Muria ngendika manawa sing bisa ngalahké Kepiting Gotho ora liya Dewi Wiji. Dewi Wiji banjur nglilakaké awaké maleh rupa dadi ula lampé supaya bisa ngalahaké Kepiithing Gotho kang ana ing segara. Priksa kadadéan mau Sunan Muria kamitenggengen. Panjenengan banjur ngendika manawa Suronggotho wis bisa ditemokaké Dewi Wiji ing alamé. Panjenengané uga pesen kanggo ngèling – èling prastawa kang wis kelakon iku manawa ana rejaning jaman papan matiné wong dodol kembang dijenengké “Kembangan”, papan sedane wong dodol wedel dijenengaké “Wedelan”, papan sèdané Kyai Jenggot dijenengaké “Jènggotan”, papan sedane Kyai Banjar dijenengaké “Banjaran”, déné papan Kyai Bangsri dijenengké “BANGSRI”. Désa-Désa 1. Bangsri 2. Banjar Agung 3. Banjaran 4. Bondo 5. Guyangan 6. Jerukwangi 7. Kedungleper 8. Kepuk 9. Papasan 10. Srikandang 11. Tengguli 12. Wedelan CERITA RAKYAT DI SEPUTAR DAERAH JEPARA ANALISIS CERITA RAKYAT JEPARA 1. Cerita Rakyat dalam Setting Pengetahuan Tradisional Dunia kehidupan adalah “dunia” atau “semesta” yang rumit. Rumit karena terdiri dari entiti-entiti yang dapat dilihat dan yang tidak dapat dilihat secara kasab mata. Oleh masing-masing entiti itu, terjadi saling interaksi dan juga saling melahirkan masalah. Oleh karena itu, masalah dalam dunia kehidupan, tidak selamanya bisa dijelaskan berdasarkan akal sehat dan penalaran rasional, tetapi juga banyak peristiwa yang ternyata hanya bisa dimengerti berdasarkan intuisi dan spekulasi – oleh karena sifat masalahnya yang gaib dan tersembunyi. Oleh karena secara fenomenologis menunjukkan hal itu, maka manusia membangun suatu pemahaman baru berdasarkan pengetahuan tradisional untuk menemukan rasa aman. Pengetahuan tradisional yang ternyata dapat membantu menumbuhkan kepercayaan-kepercayaan dan rasa aman itu, salah satunya bersumber dari cerita-cerita rakyat . Di dalam cerita rakyat itu, folk disadarkan lewat peristiwa masa lalu yang antara lain bersifat gaib, aneh, dan rumit, tetapi selalu ada jalan keluarnya. Transformasi pengetahuan tradisional lewat cerita-cerita rakyat itu, menandai adanya kepentingan akan nilai-nilai yang dapat mengukuhkan keberadaan imajinasi-imajinasi, intuisi-intuisi, dan spekulasi-spekulasi untuk menjawab masalah-masalah atau peristiwa-peristiwa yang gaib, sakral, dan mencengangkan. Apa yang ada dalam alam pikiran kolektif, selanjutnya terformulasi ke dalam sejumlah pandangan mendasar mengenai kehidupan. Formulasi pandangan itu, selanjutnya disebut sebagai nilai-nilai budaya. Nilai-nilai budaya, sebagaimana dijelaskan oleh Koentjaraningrat dan Harsya W. Bahtiar (1969: 22) dapat ditinjau ke dalam empat pandangan yang terdapat dalam kehidupan manusia yaitu (1) pandangan manusia terhadap alam yang mengelilinginya; (2) pandangan manusia mengenai tempatnya dalam ruang dan waktu; (3) pandangan manusia terhadap arti kerja, dan (4) hubungan manusia dengan sesamanya. Pandangan manusia terhadap alam yang mengelilinginya bertolak pada konsep kosmos. Kosmos itu terdiri dari gejala yang bermacam ragam: gejala hidup dan mati, jasmani dan rohani, gunung, tumbuh-tumbuhan, ruang dan waktu, hari dan tempat, siang dan malam. Semuanya tidak dilihat secara matematis, tetapi secara kualitatif dengan tingkat kekuatan serta kekudusannya masing-masing – karena penglihatan di sini lebih mengacu kepada hubungan emosi dan intuisi. Orientasi berfikir demikian mengandaikan bahwa sebetulnya tidak mungkin menghadapi dunia secara objektif dengan mengenakan ukuran-ukuran yang berlaku secara umum. Oleh karena itu kesadaran manusia terletak dalam tilikan (insight) mengenai hakekat hubungan manusia dengan kosmos. Hubungan di sini tidaklah dijelaskan melalui analisis dan sintesis, melainkan berdasarkan intuisi dan spekulasi untuk memperoleh kesatuan antara manusia (mikrokosmos) dengan dunianya (makro-kosmos) secara harmonis (lihat pula Poespowardojo, 1985: 201). Dalam pengertian yang lebih ke-kini-an, kepercayaan ini menjelaskan bahwa pada dasarnya manusia itu tidak bisa melepaskan diri dari entiti-entiti yang bersifat gaib, dan karena itu manusia menjadi meyakini terhadap adanya kekuatan-kekuatan gaib. (Bandingkan pada Roberthein-Geldern, 1972: 2). Pengetahuan-pengetahuan tradisional untuk memahami dan meyakini adanya kekuatan-kekuatan gaib, seringkali dibungkus oleh cerita-cerita mitos . Mitos itu sendiri perwujudannya berupa cerita-cerita (gaib) yang memberikan pedoman dan arah tertentu kepada masyarakat ybs. Cerita-cerita mitos diturunkan secara lisan dari satu generasi kepada generasi berikutnya dengan cara-cara tertentu sehingga membentuk sebuah dunia tersendiri dan dengannya orang menjadi yakin adanya. Inti dari cerita-cerita mitos tersebut adalah lambang-lambang yang mencetuskan pengalaman manusia, yakni lambang-lambang kebaikan dan kejahatan, hidup dan kematian, dosa dan pensucian, perkawinan dan kesuburan – sehingga dengan itu, masyarakat manusia memiliki pegangan mengenai bagaimana hidup itu dijalani. Dalam bentuknya yang lebih disederhanakan, mitos-mitos itu terselip ke dalam cerita-cerita rakyat di dalam kisah tentang permulaan terbentuknya desa atau wilayah , maupun cerita-cerita kejadian istimewa lainnya dengan tokoh-tokoh yang luar biasa pula. Kesemuanya itu kemudian menjadi ingatan bagi warga masyarakat ybs tentang asal-usul, identitas, dan superioritas kelompok. Di sinilah cerita rakyat yang terkait dengan kisah asal-usul terbentuknya desa atau wilayah menjadi sangat penting, karena dengan itu orang menjadi tahu tentang identitas diri atau kelompoknya. Tokoh yang istimewa yang menjadikan desa itu mewujud, ter-‘baptis’-kan sebagai hero bagi warga masyarakat yang bersangkutan. Dari konsep hero itulah kemudian lahir pemahaman bersama mengenai punden, yakni suatu tokoh yang dijadikan pepundian (pujaan) semi sakral yang oleh generasi sesudahnya dipahami berada dalam ruang istirah tertentu yang disebut makam. Dari pemahaman demikian, maka sang tokoh (hero) , yang berada dalam tempat istirah (makam) itulah pepunden yang diingat dan yang dipuja sebagai protektor bagi warganya. Sebagai protektor maka pepunden tidaklah “mati” tetapi ia ada dalam alam yang berbeda. Oleh karena dipersepsi demikian maka sesungguhnya antara warga masyarakat itu dengan pepundennya, dapat melakukan hubungan-hubungan simbolik. Hubungan-hubungan itu direkam ke dalam simbol-simbol kebudayaan yang terwujud ke dalam ritual manganan dan dalam upacara komunal tahunan yang dikenal dengan upacara sedekah bumi . Sedang upacara yang bersifat privat atau pribadi diwujudkan ke dalam nazaran atau janji yang diucapkan oleh alasan-alasan dan harapan-harapan tertentu. Semua tingkah laku simbolik tadi lantas disebut secara borongan sebagai tradisi. Oleh karena sebagai tradisi, maka masing-masing orang berusaha menjaganya. Demikian inilah corak dari pandangan dunia (worldview) masyarakat-masyarakat tradisional yang ada di mana saja, termasuk yang ada pada masyarakat Jawa pesisir utara, seperti masyarakat Jepara. Setiap pandangan dunia itu, memiliki struktur rasionalitasnya sendiri dan menunjukkan struktur mekanisme pemeliharaannya sendiri pula (Berger, 1994: 53). Memahami struktur rasionalitas dan struktur mekanisme pemeliharaan terhadap segala apa yang ditradisikan sebagaimana yang terekam pada cerita-cerita rakyat yang masih hidup di Jepara (lihat Bab III) merupakan hal penting yang perlu kita ketahui bersama. 2. Deskripsi Cerita Rakyat Cerita rakyat sebagaimana yang terekam pada Bab III di depan, biasanya digubah dari bahan bahan sejarah atau disangkutpautkan dengan hal hal yang bersejarah, dengan bukti bukti seperti asal usul nama desa, senjata atau benda benda lain. Bukti bukti itu secara langsung atau tidak lang¬sung, berfungsi bagi sebagian besar kolektif yang menuturkannya sebagai identifikasi, kebanggaan diri maupun superioritas kelompok – sepertinya, demikian itulah faktanya. Hanya saja fakta di sini tentu bukanlah fakta sejarah (his storiografy) (Rusyana, 1971: 408). Fakta fakta dalam cerita rakyat adalah fakta yang dibangun atau disisipi oleh sejumlah kebebasan imajinasi penutur-nya, karena motif penyampaian fakta fakta itu cenderung berbeda dengan motif penuturan fakta menurut ilmu sejarah. Motif dalam cerita rakyat diarahkan kepada fungsi fungsi untuk apa cerita itu dari dan untuk kolektifnya. William Bascom (1965; dikutip pula oleh Danandjaja, 1984: 4) menun¬jukkan empat fungsi. Keempat fungsi itu ialah: (1) mencermin¬kan angan angan, ide ide kelompok; (2) sebagai sarana penge¬sahan pranata pranata dan sistem kebudayaan; (3) sebagai alat pendidikan; dan (4) sebagai alat pemaksa serta pengawas. Pada sisi lain, ia juga bisa berfungsi untuk memberi hiburan, mengukuhkan rasa setiakawanan kelompok, sebagai sarana menya¬takan protes sosial atau sebagai sarana memberikan tempat untuk melepaskan diri dari realitas yang dihadapi (lihat Dundes, 1965: 277, dikutip pula oleh Danandjaja, 1980: 151). Umumnya suatu cerita rakyat yang hidup di antara masyarakat-masyarakat yang ada, memiliki versinya sendiri baik dalam hal nama nama tokoh, perwatakan [characters]; latar cerita [setting]; dan alur [plot] cerita. Cerita-cerita rakyat yang hidup di Jepara, bisa jadi mempunyai versi tersendiri yang berbeda dengan cerita-cerita rakyat serupa di luar Jepara. Yang menyamakan di antara versi versi cerita rakyat itu, ialah motif yang ingin disampaikan oleh penuturnya (Bandingkan pada Brunvand, 1968: 4), yaitu pendidikan tidak langsung kepada masyarakat (folk)-nya. Deskripsi mengenai cerita rakyat yang membicarakan mengenai asal-usul desa atau daerah (13 buah) dilihat berdasarkan judul, tema, tokoh, dan pesan yang ingin disampaikan oleh cerita itu sbb: No Judul Tema Tokoh Pesan Protagonis Antagonis 1 Asal-usul desa di Bangsri Iri hati -Ki Gede Bangsri -Sunan Muria Ki Suranggoto Memperjuangkan kebenaran akan selalu menghadapi rintangan, dan harus berani berkorban. 2 Desa Cepogo Adu kepandaian -Subadra -Srikandi -Arjuna - Keutamaan orang adalah dari kepandaian yang dimiliki 3 Desa Bucu Idem Idem - Idem 4 Desa Sumanding Janji kesetiaan -Srikandi -Arjuna Kebahagiaan berumahtangga berawal dari pernyataan janji setia 5 Desa Jlegong Perseruan antara jin dan manusia -Ratu Kalinyamat -Nyai Singalelo -jin Brengkel Godaan untuk seorang pemimpin bisa datang dari makhluk gaib (jin) 6 Desa Sukodono Mendirikan suatu desa Kek Soguna Jagoan Troso Kebenaran mengalahkan kebatilan 7 Desa Klelet Kisah perjalanan Syeh Maulana Maghribi - Kebesaran seseorang tercermin pada kesediaan menolong orang lain yang sedang mengalami kesulitan 8 Desa Ujung-pandang Ekologi Pohon pandan - Nama desa bisa didasarkan pada ciri khas yang mudah diingat seperti banyaknya pohon pandan 9 Desa Welahan Perjalanan laut Dampoawang - Peninggalan milik hero dapat menjadi pengingat jasanya 10 Desa Ketileng Cinta tak sampai -Singalelo -Kalinyamat - Jangan mencintai seseorang yang tidak mungkin sepadan sebab akan bertepuk sebelah tangan 11 Desa Tegalsambi & Telukawur Kesetiaan suami isteri -Syeh Jondan -Bodrolangu -Raja bujang - Jangan menghukumi sebelum jelas duduk masalahnya 12 Karimun-jawa Harapan orangtua terhadap anak -Sunan Muria -Amir Hasan - Buah mangga tidak jauh jatuhnya dari pohonnya 13 Desa Ngasem Perjalanan tanpa tujuan Wanita yang tersesat - Setiap kesulitan di dalamnya pasti ada jalan keluarnya. Dari tema asal-usul desa, berikutnya diikuti oleh cerita rakyat yang berkaitan dengan makam atau punden (pepunden) atau paling tidak, tempat itu dikeramatkan. Cerita-cerita rakyat yang berhasil dihimpun yang menunjukkan ke arah tema-tema itu dapat dideskripsikan sbb: No Judul Tema Tokoh Pesan 1 Punden Senopati Perang melawan penjajah -p. Senopati -Kuda sembrani Membela negara adalah kewajiban 2 Makam Mbah Logo Kesaktian prempuan Mbah Logo Makam orang sakti adalah keramat 3 Makam Mbah Lundu Kepatuhan Mbah Lundu Kepatuhan merupakan tanda kehormatan diri 4 Makam Mbah Ngarang Kesaktian Mbah Ngarang Orang yang memiliki kesaktian biasanya dapat memberi berkah kepada orang lain 5 Makam Mbah Buyut Sukun Cinta tak sampai -Mbah Buyut -Wanita cantik Orang yang jatuh cinta biasanya akan tunduk kepada yang dicintainya. 6 Makam Setinggil Mencari selamat dalam peperangan -Angkatan perang kerajaan Jepara Tempat yang sering digunakan untuk berperang ternyata menunjukkan keramat 7 Makam R.A. Nurani Membantu orang miskin -R. Mursal -R.Nurani Mencuri itu jelek, tetapi menolong orang lain meskipun dari barang curian, masih memberi manfaat. 8 Punden Gundil Semangat menyiarkan agama Wali Barangsiapa membangun tempat ibadah (masjid) maka ia akan dimuliakan Allah. 9 Punden Watu Lembu Kebersamaan Nyi Geyong Kebersamaan akan mendatangkan kekuatan untuk mencegah kejahatan. 10 Klentheng Pemujaan tokoh keramat Dampoawang Orang yang kurang percaya diri cenderung mencari keteguhan lewat tokoh yang dikeramatkan. Sedang cerita yang berkaitan dengan kejadian-kejadian istimewa yang dikenali oleh sebagain penduduk Jepara terdeskripsi sebagai berikut: No Judul Tema Tokoh Pesan 1 Air terjun Sangga Langit Salah paham -orangtua -anak -menantu Meski pekerjaan itu sangat berat, tetapi orang tidak boleh menghindar, sebab menghindar akan mendatangkan masalah baru. 2 Gunung Truwili Permusuhan manusia dg setan -Kalinyamat -Setan Truwili Setan di mana pun dan kapanpun akan berusaha mencelakakan manusia. 3 Kali Gelis Perjalanan Kali-nyamat dan Nyai Tumenggung -Kalinyamat -Nyai T.Singalela -Setan Brengkel Tuhan akan senantiasa menyertai orang-orang yang berjuang menegakkan kebenaran 4 Watu Ampar Anak yang tidak mengakui ibunya sendiri -Sam Po Kong -Ibu Sam Po Kong -Restu ibu restu Tuhan, amarah ibu, amarah Tuhan. Selain cerita-cerita rakyat di atas, masih ada cerita-cerita lain yang diingat oleh folknya seperti yang berkaitan dengan upacara-upacara tradisi manganan, sedekah bumi, sedekah laut, dan bahkan cerita yang menyangkut legenda Ki Betara Sungging. Legenda yang terakhir ini sangat mungkin hanya dimiliki oleh warga Jepara karena isi atau temanya menyangkut kisah seseorang yang menurunkan bakat (talensi) keahlian mengukir bagi orang Jepara. Hal demikian semakin memperjelas bahwa cerita-cerita rakyat yang diingat oleh folk-nya itu, memiliki motif-motif dan pesan-pesan yang ingin diturunkan kepada generasi berikutnya sebagai pendidikan tidak langsung. 3. Motif dan pesan dari Cerita Rakyat Cerita-cerita rakyat sebagaimana yang terdeskripsikan di atas, di dalamnya selalu ada motif-motif dan pesan-pesan yang hendak disampaikan oleh penuturnya. Motif maupun pesan pada setiap cerita rakyat, biasanya mengambil bentuk tersirat dan bersembunyi di balik peristiwa atau kejadian-kejadian yang terjadi dari sang tokoh utama cerita itu. Berikut akan disajikan motif dan pesan cerita berdasarkan kategori temanya. a. Motif dan Pesan dari cerita asal-usul Desa Cerita asal-usul desa di kecamatan Bangsri, mengkisahkan perlawanan dua orang tokoh, yaitu Ki Ageng Bangsri dan Ki Suro Nggoto. Kedua tokoh ini ditampilkan seakan-akan melambangkan dua kecenderungan umum manusia yaitu bersaing memperebutkan kehormatan diri. Dalam rangka memperebutkan kehormatan itu, masing-masing menunjukkan keahlian dan kedigdayaan. Ada unsur-unsur yang menarik dari kronik cerita ini, yaitu (a) kedua tokoh itu semula sama-sama menjadi murid Sunan Muria, (b) sehingga kedua tokoh itu (nenek moyang orang Bangsri) dinisbatkan sebagai orang santri, tetapi (c) tidak setiap orang santri terbebas dari sifat-sifat iri hati. Ki Suro Nggoto melakukan kekerasan oleh karena iri kepada kawan seperguruan yang diberi kesempatan oleh gurunya. Jalan yang ditempuh untuk mengekspresikan rasa itu ditunjukkan dengan cara mengganggu yaitu menciptakan ketegangan-ketegangan dan teror-teror agar peluang untuk mengadu keahlian kepada lawan (Ki Ageng Bangsri) dapat terjadi. Inilah pilihan untuk melakukan tindak kekerasan dalam rangka mencapai ambisinya: mempermalukan. Pada segi lain, Ki Ageng Bangsri, bahkan gurunya yaitu Sunan Muria ingin memberi pelajaran kepada kawan atau muridnya yang membikin keonaran. Setiap orang yang melakukan kekerasan harus dibalas sesuai dengan perbuatannya. Tetapi dalam kenyataan, memperbaiki keadaan yang kurang baik itu tidak mudah. Untuk memperbaiki keadaan, ternyata harus ada pengorbanan. Pada kronik cerita di sini, Ki Ageng Bangsri terpaksa harus mengorbankan anaknya sendiri demi kepentingan lebih banyak orang. Apa motif di balik cerita rakyat tersebut? Pertama adalah memberi kesadaran kepada folknya bahwa antara yang baik dan yang buruk selalu muncul sebagai kenyataan yang meliputi kehidupan manusia. Kedua, bahwa perselisihan manusia itu banyak bersumber dari rasa iri oleh akibat memperebutkan peluang. Rasa iri itu cenderung akan diikuti dengan tindakan-tindakan negatif. Ketiga, jika terjadi tindakan negatif yang membahayakan banyak orang, maka ia harus dicegah. Keempat, bahwa pencegahan terhadapa hal-hal demikian itu ternyata juga harus ada yang dikorbankan. Inilah suatu hukum dari kehidupan sosial. Motif untuk memberi pendidikan dalam cerita ini terutama terlihat dari kesediaan Ki Ageng Bangsri mengorbankan anaknya sendiri (Dewi Wiji) untuk tebusan yang dituntut oleh lawannya (Suro Nggoto) demi terbebasnya warga dari ancaman pembunuhan. Maka pesan yang hendak disampaikan oleh cerita seperti ini ialah hendaknya orang menjauhkan diri dari rasa iri dan dengki, menjauhkan diri dari tindakan-tindakan kekerasan, dan bersamaan dengan itu orang hendaknya juga sadar bahwa adanya dua karakter manusia seperti yang terwakili oleh Suro Nggoto (antagonis) dan Ki Ageng Bangsri (protagonis) sehingga terserah kepada folknya siapa di antara kedua tokoh itu yang dijadikan teladan dalam kehidupannya. Dalam kehidupan empirik di lapangan, karakter yang melekat pada diri kedua tokoh itu, yaitu iri hati, keras kepala, suka menyelesaikan masalah dengan cara-cara kekerasan (Ki Suro Gnggoto) yang dilawankan dengan kehalusan, keberanian, dan kesediaan berkorban (Ki Ageng Bangsri) secara tidak langsung juga merepresentasikan karakter folknya. Oleh karenanya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat yang bersangkutan, sering menunjukkan umpatan kebencian, atau mengekspresikan pujian pada diri sendiri atau kelompoknya dengan memposisikan diri sebagai “anak keturunan” sang tokoh. Umpatan seperti: “dasar keturunan Suro Nggoto!” yang dialamatkan kepada orang kedua (lawan bicara), maupun pujian diri, seperti: “lho, belum tahu tho dengan anak turun Ki Ageng Bangsri?”, adalah gambaran mengenai pengidentifikasian berdasarkan pengetahuan-pengetahuan yang diperolehnya dari cerita rakyat yang beredar dan hidup di lingkaran folk-nya sendiri. Demikian pula, pengguna “tokoh santri” yang ditampilkan oleh penuturnya dalam cerita ini, mengidentifikasikan bahwa mayoritas penduduk di desa-desa di wilayah itu cenderung adalah kelompok santri pula. Mengapa? Karena tanpa menunjukkan kemiripan antara tokoh dalam cerita dengan umumnya folk (pendengar), maka cerita rakyat yang bersangkutan tidak akan mendapat pendukungnya. Logika ini juga berlaku untuk menjelaskan cerita rakyat yang berasal dari desa Cepogo, Bucu, dan Sumanding. Pada ketiga desa itu, nenek moyang (danyang)-nya adalah sama yaitu “Srikandi”. Danyang Srikandi ini hadir di antara tokoh lain, Harjuna, Subadra, dan Semar. Tokoh-tokoh itu pada dasarnya adalah tokoh-tokoh yang terambil dari tokoh dan kronik yang bersumber dari kisah pewayangan. Karena kuatnya pengaruh cerita-cerita wayang bagi umumnya masyarakat yang bersangkutan, maka seakan-akan tokoh-tokoh itu hadir dalam kehidupan empirik dan bukan lagi bersifat imajinatif. Kuatnya pengaruh tokoh-tokoh wayang bagi ketiga masyarakat tersebut juga karena dari segi keagamaan masyarakat di tiga desa itu, basiknya adalah bertipologi Kejawen, yaitu suatu penghayatan keagamaan yang umumnya dipilih orang Jawa dengan cara melakukan sinkretisme antara filsafat-filsafat kehidupan yang diajarkan oleh Hindu-Budha dengan filsafat yang diajarkan dalam Islam. Kalau dewasa ini, kepercayaannya kepada cerita-cerita pewayangan yaitu bahwa Srikandi diyakini sebagai danyang desa-desa itu semakin menyusut, hal ini antara lain adalah pengaruh masuknya pemahaman keagamaan yang dibawa oleh pemuka Muhammadiyah maupun NU. Mereka (masyarakat Bucu, Cepogo, dan Sumanding) yang mengaku beragama Islam tetapi masih kuat, tinggal terbatas pada generasi-generasi tua. Sementara untuk generasi mudanya, cenderung tidak mengingat bahkan tidak memperdulikan mengenai hal tersebut, suatu tanda dari gejala perubahan kebudayaan. Kendatipun terjadi perubahan pensikapan terhadap cerita mengenai asal-usul desanya, tetapi tidak berarti bahwa folknya tidak mempercayai lagi terhadap kejadian-kejadian yang bersifat gaib. Kepercayaan kepada entiti-entiti yang bersifat gaib seperti tabiat jin atau setan yang selalu ingin mengganggu manusia, maupun kekuatan-kekuatan sakti yang dimiliki oleh para wali atau tokoh pendiri desa, masih tetap bertahan juga. Hal ini menggambarkan bahwa sebetulnya kekuatan sakti merupakan konsep umum yang berlaku dalam kognisi orang Jawa. Pada cerita Desa Jlegong, perseteruan antara jin dan manusia sangat ditonjolkan. Dan dalam cerita itu, manusia memenangkan perseteruan itu. Kemenangan di sini dipilih oleh penutur cerita tersebut, sebagai pendidikan tidak langsung kepada generasi berikutnya, yaitu setiap orang yang kuat imannya (dicontohkan oleh Ratu Kalinyamata dan Nyai Singalelo) akan memenangkan atau terlepas dari godaan makhluk halus (setan). Pesan yang hendak disampaikan oleh cerita ini, ialah hati-hatilah terhadap godaan setan, dan perkuatlah iman jika ingin memenangkan diri dari godaan setan itu. Kekuatan iman, kesalehan hidup, dan kebiasaan berlaku lurus, bukan saja akan menunjukkan kehormatan bagi yang bersangkutan, tetapi juga akan memberikan berkah bagi pihak lainnya. Syeh Maulana Maghribi (tokoh utama) pada cerita Desa Klelet, maupun tokoh Sunan Muria dan Amir Hasan pada cerita Karimun Jawa, adalah contoh yang dapat digunakan sebagai bukti historiknya. Di luar tema-tema kesaktian itu, juga menarik diungkapkan yaitu asal-usul terbentuknya (nama) desa bisa jadi karena kebutuhan folk untuk melestarikan tokoh-tokoh tertentu yang pernah mengalami kesulitan hidupnya seperti cerita asal-usul terbentuknya nama Desa Ngasem, desa Ketileng, desa Tegal Sambi dan desa Teluk Awur. Motif yang ingin disampaikan oleh penutur cerita-cerita seperti ini adalah menyadarkan kepada folknya yaitu bahwa pada setiap kesulitan – sepanjang yang bersangkutan tidak berputus asa – selalu ada jalan keluarnya. Maka pesan dari cerita-cerita tersebut adalah teguh iman, dan tidak berputus asa adalah kewajiban bagi setiap orang yang ingin berhasil dalam hidupnya. Kek Soguna ketika babat-alas untuk mendirikan desa Sukodono adalah contoh konkritnya. Maka, cerita demikian ini memberi pesan kepada folknya terutama warga desa Sukodono, agar tabah menghadapi cobaan sebagaimana ketabahan Kek Soguna, tokoh pemula desa tersebut. b. Motif dan Pesan pada cerita Pepunden atau Makam Dalam kesadaran orang Jawa tentang “ruang”, makam atau punden adalah ruang sakral (lawannya: profan) dan keramat. Konsep “keramat” di sini berarti tempat yang dimuliakan dan oleh karena itu di seputar tempat makam itu, orang tidak bisa bertindak seenaknya kalau tidak ingin dirinya terkena afadz (celaka, apes, nasib buruk). Makam atau punden sebagaimana yang dideskripsikan pada Bab III, halaman 82 di atas (terkumpul 10 cerita) semuanya adalah makam-makam yang sangat dikeramatkan oleh folknya. Ini menjelaskan bahwa makam yang dijadikan pepunden adalah makam dalam pengertian yang sangat khusus yaitu tempat para tokoh yang memiliki kesaktian-kesaktian dalam hidupnya, dan juga memberi nilai kemanfaatan terutama bagi masyarakat yang hidup sejamannya. Pangeran Senopati (dalam cerita Punden Senopati) adalah pahlawan perang melawan penjajah yang sangat pemberani sehingga dirinya bahkan kudanya (kuda sembrani) dianggap memiliki kesaktian-kesaktian tertentu. Punden Gundil adalah makamnya seorang waliyullah. Dan setiap waliyullah dalam pandangan masyarakat adalah memiliki atau diberi karamah (Jawa: keramat) oleh Allah berupa kelebihan-kelebihan. Raden Mursal dan Raden Nurani (dalam cerita Makan RA. Nurani) dikenal oleh folknya sebagai orang yang memperhatikan orang-orang yang sengsara dalam hidupnya. Mereka sangat membantu orang-orang miskin, meskipun barang yang diberikan “terpaksa” harus mereka peroleh dengan cara mencuri milik orang-orang kaya yang tidak adil dan orang-orang kaya yang tidak memikirkan masyarakatnya. Karena pengorbanannya selama masa hidupnya itulah maka generasi berikutnya melakukan penghormatan-penghormatan. Pada masyarakat-masyarakat tertentu, penghormatan itu diwujudkan dengan cara melakukan tradisi manganan di seputar makam/punden. Demikian juga bagi seseorang yang memiliki hajat atau nazar (disebut juga: kaul) misalnya ketika yang bersangkutan berhasil dalam usahanya, mereka melakukannya di seputar makam tokoh yang dikagumi. Tindakan mengkeramatkan, mengunjungi, dan melakukan tradisi manganan di atas makam seperti ini – kalau tidak hati-hati, akan menimbulkan kesalahan ketauhidan dalam hal keagamaan, tetapi bagi yang sudah paham tata-caranya, maka mereka akan tahun bahwa sumber segala permohonan itu hanya Allah subhanahu wa Ta’ala. Tetapi bagi yang tidak memahaminya, dikhawatirkan akan mendekati bahkan masuk ke musyrikan. Sikap hati-hati itulah yang mendorong para tokoh agama yang ada di desa Kedung Leper, Kecamatan Bangsri, melakukan perubahan seperlunya terhadap “tradisi” sedekah bumi dan “manganan” yang semula dilakukan di seputar makam Mbah Suromoyo, “pepunden” desa itu, diubah tempat dan waktunya serta isinya. Sejak tahun 1990-an, upacara tradisional yang semula dilakukan pada bulan Apit (perhitungan bulan Jawa) diganti dengan bulan Agustus, tanggal malam 17, dan dilakukan di seputar kantor (kepala) desa. Begitu pula bentuk acaranya, kalau dahulu menekankan pada acara manganan di seputar makam, dewasa ini diubah dengan membaca kitab suci Alqur’an (30 juz), diikuti dengan mau’idhoh hasanah (semacam ceramah) dari seorang kyai, lalu diakhiri dengan doa. Sehabis do’a, masyarakat yang bersangkutan membagi-bagi makanan yang dibawa bersama untuk dimakan bersama di antara mereka yang hadir. Pola demikian ini mencirikhasi kepada sistem berfikir keagamaan menurut pola berfikir warga masyarakat nahdliyyah (NU) yaitu tidak menghilangkan sama sekali tradisi ke-adat-an yang sudah ada, tetapi mengubah isi dan motivasi yang mendasarinya. Kalangan tokoh-tokoh masyarakat yang kebetulan adalah tokoh/ pengurus NU di tingkat desa (Kedungleper) menjelaskan sikap perubahan tradisi sedekah bumi dan acara manganan bersama itu dengan ungkapan: al mahafadzu alal qodish sholih wal akdu bil jadidil ashlah (tetap memelihara tradisi masa lalu yang dianggap sudah baik dan menyempurnakan kemudian dengan cara-cara yang lebih baik). Pensikapan yang berbeda terjadi di kalangan warga Muhammadiyah yang tinggal di desa Bucu dan desa Cepogo, kecamatan Bangsri. Di kalangan tokoh-tokoh Muhammadiyah itu, segala tradisi ke-adat-an harus dihilangkan karena menurut mereka tradisi seperti itu tidak didapat keterangannya baik dalam alqur’an maupun sunnah rasul. Karena tuntutan warga Muhammadiyah seperti itu, maka sejak tahun 1990-an (tepatnya pada tahun 1993) tradisi makanan dan sedekah bumi di desa ini dihilangkan, sedang di desa Cepogo upacara ini hanya dilakukan oleh sebagian warga secara tidak merata. Dengan kata lain, warga Muhammadiyah yang jumlahnya relatif besar, sama sekali tidak mau terlibat bahkan mengambil jarak terhadap berbagai kegiatan yang dikaitkan dengan upacara-upacara adar. Apapun bentuknya. Di luar corak pensikapan yang berbeda mengenai tradisi sedekah bumi dan acara manganan sebagaimana yang ditunjukkan oleh warga desa (mayoritas NU) di desa Kedungleper, dan warga masyarakat Muhammadiyah sebagaimana yang ada di desa Bucu, untuk desa-desa lain dengan cara-cara yang tetap. Masyarakat desa Kancilan, desa Bondo, desa Jerukwangi, dll, masih tetap melakukan tradisi adat ‘sedekah bumi’ dengan syarat-syarat yang ‘harus’ menyertainya, seperti memotong ternak untuk kegiatan makan bersama dan pertunjukan hiburan tradisional yaitu kesenian tayuban atau wayangan. Tanpa melakukan cara-cara yang ‘tepat’ dikhawatirkan akan mendatangkan bahaya seperti sakit atau hasil pertanian menjadi berkurang dsb. Dengan kata lain, meninggalkan tradisi berarti akan mencelakakan diri sendiri. Dari pensikapan demikian itu, maja umumnya masyarakat desa memang tidak mudah untuk melakukan perubahan-perubahan. c. Motif dan Pesan Cerita Betara Sungging Di luar cerita rakyat yang bertema asal-usul desa dan makam atau punden, orang Jepara umumnya sangat mengenal cerita tentang Betara Sungging karena tokoh inilah yang mengukir kemashuran orang Jepara dalam dunia kerajinan ukir. Latar cerita rakyat yang berjudul Betara Sungging ini terjadi di dalam kerajaan Jepara. Tokoh tokohnya yaitu Joko Sungging (tokoh utama), raja (bupati) Jepara, lalu permaisuri raja dan patih (sebagai tokoh pemban¬tu). Alur yang digunakan adalah alur lurus (sebagaimana umumnya cerita cerita lisan) dan konflik ber¬awal dari kecuri¬gaan raja terhadap kejujuran (moral) Joko Sungging. Kecuri¬gaan itu muncul setelah Joko Sungging dengan tidak sengaja memberi tanda pada bagian alat vital lukisan (patung) permai¬suri raja yang dibuatnya. Penyelesaiannya, Joko Sungging dihukum dengan cara di¬naikkan di atas layang layang. Namun karena dia adalah pahla¬wan, hukuman itu menjadi awal dari kejayaannya. Cerita rakyat Ki Joko Sungging atau Betara Sungging dengan gaya tuturan se¬perti itu, memberi dua kepuasan sekaligus kepada kolektifnya. Pertama sebagai pengingat, dan kedua sebagai hiburan. Sebagai pengingat, karena legenda dapat memeliha¬ra perasaan soli¬dari¬tas suatu kolektiva; memberi jalan yang dibe¬narkan oleh suatu masyarakat agar seorang dapat bersikap lebih superior daripada orang lain. Superioritas itu dilegetimasi lewat sejumlah kelu¬arbiasaan tokohnya. Sang tokoh digambarkan sebagai manusia di atas manusia biasa, basyarun la kal basyari. Ini nampak sekali dari cara penonjolan sang tokoh secara berlebihan. Dalam hal ini. Ki Joko Sungging dilukiskan sbb: (1) memiliki keahlian membuat patung manusia; (2) bisa terbang di atas layang layang; dan (3) apa yang diucapkan atau diramalkan menjadi kenyataan. Penonjolan seperti itu, ber¬fungsi untuk (1) meneguhkan kepercayaan bahwa kolektifnya berada di atas kolektif yang lain; (2) memberikan pengesahan terhadap aktivitas yang dila¬kukan bersama, seperti kerajinan ukir; dan (3) menyadarkan pada sikap kebersamaan. Pada sisi lain, penonjolan demikian nampak bersikap berat sebelah. Sikap berat sebelah seperti itu merupakan soal nilai menilai ketika warga yang bersang¬kutan menanggapi aktiv¬itas kehidupan mereka sendiri, yaitu aktivitas dalam bidang kerajinan ukir. Untuk membenarkan penilaiannya, mereka mencari pengesah¬an lewat cerita rakyat Ki Joko Sungging. Legenda sema¬cam ini, sebagai mana Bascom dan Dundes (lihat Danandjaja, 1984: 4 dan 1980: 151), katakan, juga men¬cermin¬kan angan angan, atau ide kelompok; di samping sebagai sarana pe¬ngesahan pranata pranata dan sistem kebuda¬yaan; sebagai alat pendidi¬kan; dan sebagai alat pe¬maksa serta pengawas. Pesan pesan Ki Joko Sungging seperti (1) “Tak wariske anak putuku supoyo bisa digawe nyam¬but gawe ing dina mburine” [Ku¬wariskan peralatan yang jatuh itu kepada semua anak cucuku agar pada hari hari depannya dapat dipakai sebagai pera¬latan kerja]; (2) “Sopo wae, ono ing mbesuke, gelem uri uri ukir, bakal iso urip, cukup sandang pangane” [Siapa saja nanti, berkemau¬an melestarikan ukir mengukir, akan bisa hidup, cukup sandang pangan], meneguhkan semangat kerja kolektif yang ber-sangkutan. Dengan mengenal cerita Ki Joko Sungging ini, orang Jepara mengidentifikasi diri sebagai “pewaris keahlian mengukir”. Jika tidak mewarisinya, maka muncul ungkapan sinis: “Anda orang Jepara, mengapa tidak bisa mengukir?”. Pada sisi lain, legenda Ki Joko Sungging juga menghadir¬kan hiburan bagi kolektifnya. Memberi hiburan karena legenda ini merekam kelu¬cuan dan memuat kelakuan orang dewasa. Dengan demikian ia memberikan suatu cara pelarian yang menye¬nangkan dari dunia nyata yang penuh kesukaran, se¬hingga dapat mengubah pekerjaan yang membo¬sankan menjadi permainan yang menyenang¬kan. Ungkapan seperti: (1) Ketika mengencingi, kemaluan Joko Sungging tegak berdiri. Yang lebih aneh, kayu yang dikencingi itu justru mengeluarkan bau yang amat harum, sehingga oleh Joko Sungging, kayu itu dinamakan kayu cendana. Dari kayu ini pula patung permaisuri raja dibuat; (2) tunggal rasa [hu¬bungan kelamin] dengan Joko Sungging; (3) “Apabila diberi “makan” dua tiga kali sehari, masih tetap merasa kurang…”, jawabnya; dan (4) Dalam pertemuan kembali antara sang per¬mai¬suri dengan Joko Sungging inilah mereka berdua “mema¬du rasa”. Sisipan kata kata “porno” yang dipadu dengan kisah perjalanan dan kemampuan mengkisahkan oleh para pembawa cerita, akan mengundang gelak tawa, menyenangkan dan mempermudah mengingat ingatnya. Pada akhirnya, kedua fungsi tadi (pendidikan dan hiburan) menjadi unsur penting dalam membentuk identitas dan solidari¬tas kolektifnya. . Desa di Kabupaten Jepara 1Sukosono, Kedung, Jepara 2Sowan Kidul, Kedung, Jepara 3Rau, Kedung, Jepara 4Surodadi, Kedung, Jepara 5Tanggultlare, Kedung, Jepara 6Wanusobo, Kedung, Jepara 7Tedunan, Kedung, Jepara 8Panggung, Kedung, Jepara 9Menganti, Kedung, Jepara 10Jondang, Kedung, Jepara 11Dongos, Kedung, Jepara 12Bulakbaru, Kedung, Jepara 13Kalianyar, Kedung, Jepara 14Karangaji, Kedung, Jepara 15Kerso, Kedung, Jepara 16Kedungmalang, Kedung, Jepara 17Bandung, Mayong, Jepara 18Buaran, Mayong, Jepara 19Pule, Mayong, Jepara 20Pelemkerep, Mayong, Jepara 21Pelang, Mayong, Jepara 22Rajekwesi, Mayong, Jepara 23Sengonbugel, Mayong, Jepara 24Tigajuru, Mayong, Jepara 25Singorojo, Mayong, Jepara 26Paren, Mayong, Jepara 27Pancur, Mayong, Jepara 28Jebol, Mayong, Jepara 29Datar, Mayong, Jepara 30Bungu, Mayong, Jepara 31Kuanyar, Mayong, Jepara 32Mayong Kidul, Mayong, Jepara 33Ngroto, Mayong, Jepara 34Mayong Lor, Mayong, Jepara 35Bugel, Kedung, Jepara 36Sowan Lor, Kedung, Jepara 37Kuwasen, Jepara, Jepara 38Kedungcino, Jepara, Jepara 39Kauman, Jepara, Jepara 40Mulyoharjo, Jepara, Jepara 41Panggang, Jepara, Jepara 42Pengkol, Jepara, Jepara 43Bandengan, Jepara, Jepara 44Karangkebagusan, Jepara, Jepara 45Jobokuto, Jepara, Jepara 46Wonorejo, Jepara, Jepara 47Ujungbatu, Jepara, Jepara 48Bapangan, Jepara, Jepara 49Bulu, Jepara, Jepara 50Demaan, Jepara, Jepara 51Potroyudan, Jepara, Jepara 52Saripan, Jepara, Jepara 53Telukawur, Tahunan, Jepara 54Sukodono, Tahunan, Jepara 55Krapyak, Tahunan, Jepara 56Mangunan, Tahunan, Jepara 57Kecapi, Tahunan, Jepara 58Demangan, Tahunan, Jepara 59Daren, Nalumsari, Jepara 60Mantingan, Tahunan, Jepara 61Ngabul, Tahunan, Jepara 62Senenan, Tahunan, Jepara 63Tahunan, Tahunan, Jepara 64Semat, Tahunan, Jepara 65Platar, Tahunan, Jepara 66Petekeyan, Tahunan, Jepara 67Tegalsambi, Tahunan, Jepara 68Langon, Tahunan, Jepara 69Guwosobokerto, Welahan, Jepara 70Tunggulpandean, Nalumsari, Jepara 71Tritis, Nalumsari, Jepara 72Ngetuk, Nalumsari, Jepara 73Muryolobo, Nalumsari, Jepara 74Nalumsari, Nalumsari, Jepara 75Kedungsarimulyo, Welahan, Jepara 76Karangnongko, Nalumsari, Jepara 77Telukwetan, Welahan, Jepara 78Ujungpandan, Welahan, Jepara 79Sidigede, Welahan, Jepara 80Ketilengsingolelo, Welahan, Jepara 81Kendengsidialit, Welahan, Jepara 82Pringtulis, Nalumsari, Jepara 83Bugo, Welahan, Jepara 84Bategede, Nalumsari, Jepara 85Gidangelo, Welahan, Jepara 86Bendanpete, Nalumsari, Jepara 87Blimbingrejo, Nalumsari, Jepara 88Jatisari, Nalumsari, Jepara 89Brantaksekarjati, Welahan, Jepara 90Karanganyar, Welahan, Jepara 91Gemiring Kidul, Nalumsari, Jepara 92Gemiring Lor, Nalumsari, Jepara 93Dorang, Nalumsari, Jepara 94Kalipucang Kulon, Welahan, Jepara 95Kalipucang Wetan, Welahan, Jepara 96Tengguli, Bangsri, Jepara 97Kepuk, Bangsri, Jepara 98Banjaran, Bangsri, Jepara 99Banjar Agung, Bangsri, Jepara 100Bakalan, Kalinyamatan, Jepara 101Wedelan, Bangsri, Jepara 102Bondo, Bangsri, Jepara 103Guyangan, Bangsri, Jepara 104Papasan, Bangsri, Jepara 105Kedungleper, Bangsri, Jepara 106Jerukwangi, Bangsri, Jepara 107Srikandang, Bangsri, Jepara 108Gemulung, Pecangaan, Jepara 109Kriyan, Kalinyamatan, Jepara 110Damarjati, Kalinyamatan, Jepara 111Batukali, Kalinyamatan, Jepara 112Banyuputih, Kalinyamatan, Jepara 113Manyargading, Kalinyamatan, Jepara 114Margoyoso, Kalinyamatan, Jepara 115Sendang, Kalinyamatan, Jepara 116Robayan, Kalinyamatan, Jepara 117Purwogondo, Kalinyamatan, Jepara 118Pendosawalan, Kalinyamatan, Jepara 119Bandungrejo, Kalinyamatan, Jepara 120Troso, Pecangaan, Jepara 121Krasak, Pecangaan, Jepara 122Bangsri, Bangsri, Jepara 123Karangrandu, Pecangaan, Jepara 124Kaliombo, Pecangaan, Jepara 125Lebuawu, Pecangaan, Jepara 126Ngeling, Pecangaan, Jepara 127Rengging, Pecangaan, Jepara 128Pulodarat, Pecangaan, Jepara 129Pecangaan Wetan, Pecangaan, Jepara 130Pecangaan Kulon, Pecangaan, Jepara 131Gerdu, Pecangaan, Jepara 132Jinggotan, Kembang, Jepara 133Cepogo, Kembang, Jepara 134Bucu, Kembang, Jepara 135Balong, Kembang, Jepara 136Dermolo, Kembang, Jepara 137Dudakawu, Kembang, Jepara 138Kancilan, Kembang, Jepara 139Kaliaman, Kembang, Jepara 140Watuaji, Keling, Jepara 141Tunahan, Keling, Jepara 142Keling, Keling, Jepara 143Kaligarang, Keling, Jepara 144Gelang, Keling, Jepara 145Klepu, Keling, Jepara 146Kunir, Keling, Jepara 147Damarwulan, Keling, Jepara 148Tempur, Keling, Jepara 149Pendem, Kembang, Jepara 150Sumanding, Kembang, Jepara 151Geneng, Batealit, Jepara 152Mindahan, Batealit, Jepara 153Mindahan Kidul, Batealit, Jepara 154Bringin, Batealit, Jepara 155Bawu, Batealit, Jepara 156Bantrung, Batealit, Jepara 157Batealit, Batealit, Jepara 158Ngasem, Batealit, Jepara 159Pekalongan, Batealit, Jepara 160Tubanan, Kembang, Jepara 161Bumiharjo, Keling, Jepara 162Somosari, Batealit, Jepara 163Reguklampitan, Batealit, Jepara 164Jlegong, Keling, Jepara 165Blingoh, Donorojo, Jepara 166Bandungharjo, Donorojo, Jepara 167Clering, Donorojo, Jepara 168Banyumanis, Donorojo, Jepara 169Tulakan, Donorojo, Jepara 170Mambak, Pakis Aji, Jepara 171Lebak, Pakis Aji, Jepara 172Kawak, Pakis Aji, Jepara 173Mororejo, Mlonggo, Jepara 174Plajan, Pakis Aji, Jepara 175Slagi, Pakis Aji, Jepara 176Sinanggul, Mlonggo, Jepara 177Sekuro, Mlonggo, Jepara 178Jugo, Donorojo, Jepara 179Suwawal, Mlonggo, Jepara 180Ujungwatu, Donorojo, Jepara 181Suwawal Timur, Pakis Aji, Jepara 182Sumberejo, Donorojo, Jepara 183Bulungan, Pakis Aji, Jepara 184Jambu, Mlonggo, Jepara 185Tanjung, Pakis Aji, Jepara 186Karanggondang, Mlonggo, Jepara 187Jambu Timur, Mlonggo, Jepara 188Srobyong, Mlonggo, Jepara 189Karimunjawa, Karimunjawa, Jepara 190Parang, Karimunjawa, Jepara 191Kemojan, Karimunjawa, Jepara Kedung, Jepara 2Mayong, Jepara 3Jepara, Jepara 4Nalumsari, Jepara 5Tahunan, Jepara 6Bangsri, Jepara 7Keling, Jepara 8Pecangaan, Jepara 9Kembang, Jepara 10Batealit, Jepara 11Mlonggo, Jepara 12Donorojo, Jepara 13Pakis Aji, Jepara 14Bandung, Mayong, Jepara 15Buaran, Mayong, Jepara 16Bungu, Mayong, Jepara 17Datar, Mayong, Jepara 18Jebol, Mayong, Jepara 19Kuanyar, Mayong, Jepara 20Sukosono, Kedung, Jepara 21Surodadi, Kedung, Jepara 22Tanggultlare, Kedung, Jepara 23Tedunan, Kedung, Jepara 24Sowan Lor, Kedung, Jepara 25Paren, Mayong, Jepara 26Pancur, Mayong, Jepara 27Sowan Kidul, Kedung, Jepara 28Ngroto, Mayong, Jepara 29Mayong Lor, Mayong, Jepara 30Mayong Kidul, Mayong, Jepara 31Pelang, Mayong, Jepara 32Pelemkerep, Mayong, Jepara 33Singorojo, Mayong, Jepara 34Sengonbugel, Mayong, Jepara 35Rajekwesi, Mayong, Jepara 36Pule, Mayong, Jepara 37Tigajuru, Mayong, Jepara 38Wanusobo, Kedung, Jepara 39Jondang, Kedung, Jepara 40Bugel, Kedung, Jepara 41Dongos, Kedung, Jepara 42Bulakbaru, Kedung, Jepara 43Rau, Kedung, Jepara 44Karimunjawa, Jepara 45Kalianyar, Kedung, Jepara 46Kedungmalang, Kedung, Jepara 47Karangaji, Kedung, Jepara 48Kerso, Kedung, Jepara 49Menganti, Kedung, Jepara 50Panggung, Kedung, Jepara 51Kedungcino, Jepara, Jepara 52Karangkebagusan, Jepara, Jepara 53Kauman, Jepara, Jepara 54Kuwasen, Jepara, Jepara 55Mulyoharjo, Jepara, Jepara 56Ujungbatu, Jepara, Jepara 57Wonorejo, Jepara, Jepara 58Saripan, Jepara, Jepara 59Demaan, Jepara, Jepara 60Pengkol, Jepara, Jepara 61Potroyudan, Jepara, Jepara 62Panggang, Jepara, Jepara 63Jobokuto, Jepara, Jepara 64Bulu, Jepara, Jepara 65Bandengan, Jepara, Jepara 66Bapangan, Jepara, Jepara 67Platar, Tahunan, Jepara 68Petekeyan, Tahunan, Jepara 69Mantingan, Tahunan, Jepara 70Semat, Tahunan, Jepara 71Ngabul, Tahunan, Jepara 72Sukodono, Tahunan, Jepara 73Telukawur, Tahunan, Jepara 74Krapyak, Tahunan, Jepara 75Tegalsambi, Tahunan, Jepara 76Tahunan, Tahunan, Jepara 77Mangunan, Tahunan, Jepara 78Senenan, Tahunan, Jepara 79Kecapi, Tahunan, Jepara 80Langon, Tahunan, Jepara 81Demangan, Tahunan, Jepara 82Daren, Nalumsari, Jepara 83Tritis, Nalumsari, Jepara 84Tunggulpandean, Nalumsari, Jepara 85Pringtulis, Nalumsari, Jepara 86Nalumsari, Nalumsari, Jepara 87Muryolobo, Nalumsari, Jepara 88Karangnongko, Nalumsari, Jepara 89Ngetuk, Nalumsari, Jepara 90Ketilengsingolelo, Welahan, Jepara 91Jatisari, Nalumsari, Jepara 92Kendengsidialit, Welahan, Jepara 93Sidigede, Welahan, Jepara 94Telukwetan, Welahan, Jepara 95Ujungpandan, Welahan, Jepara 96Kedungsarimulyo, Welahan, Jepara 97Karanganyar, Welahan, Jepara 98Gidangelo, Welahan, Jepara 99Bugo, Welahan, Jepara 100Guwosobokerto, Welahan, Jepara 101Kalipucang Kulon, Welahan, Jepara 102Kalipucang Wetan, Welahan, Jepara 103Brantaksekarjati, Welahan, Jepara 104Dorang, Nalumsari, Jepara 105Bategede, Nalumsari, Jepara 106Bendanpete, Nalumsari, Jepara 107Gemiring Lor, Nalumsari, Jepara 108Blimbingrejo, Nalumsari, Jepara 109Gemiring Kidul, Nalumsari, Jepara 110Krasak, Pecangaan, Jepara 111Karangrandu, Pecangaan, Jepara 112Lebuawu, Pecangaan, Jepara 113Pecangaan Kulon, Pecangaan, Jepara 114Kaliombo, Pecangaan, Jepara 115Ngeling, Pecangaan, Jepara 116Bakalan, Kalinyamatan, Jepara 117Batukali, Kalinyamatan, Jepara 118Damarjati, Kalinyamatan, Jepara 119Banyuputih, Kalinyamatan, Jepara 120Bandungrejo, Kalinyamatan, Jepara 121Gemulung, Pecangaan, Jepara 122Pecangaan Wetan, Pecangaan, Jepara 123Gerdu, Pecangaan, Jepara 124Watuaji, Keling, Jepara 125Gelang, Keling, Jepara 126Jlegong, Keling, Jepara 127Tempur, Keling, Jepara 128Damarwulan, Keling, Jepara 129Kelet, Keling, Jepara 130Bumiharjo, Keling, Jepara 131Kaligarang, Keling, Jepara 132Keling, Keling, Jepara 133Kriyan, Kalinyamatan, Jepara 134Troso, Pecangaan, Jepara 135Tunahan, Keling, Jepara 136Kunir, Keling, Jepara 137Klepu, Keling, Jepara 138Pulodarat, Pecangaan, Jepara 139Rengging, Pecangaan, Jepara 140Guyangan, Bangsri, Jepara 141Kedungleper, Bangsri, Jepara 142Kepuk, Bangsri, Jepara 143Bondo, Bangsri, Jepara 144Banjaran, Bangsri, Jepara 145Manyargading, Kalinyamatan, Jepara 146Bangsri, Bangsri, Jepara 147Banjar Agung, Bangsri, Jepara 148Papasan, Bangsri, Jepara 149Jerukwangi, Bangsri, Jepara 150Purwogondo, Kalinyamatan, Jepara 151Srikandang, Bangsri, Jepara 152Margoyoso, Kalinyamatan, Jepara 153Robayan, Kalinyamatan, Jepara 154Pendosawalan, Kalinyamatan, Jepara 155Sendang, Kalinyamatan, Jepara 156Tengguli, Bangsri, Jepara 157Wedelan, Bangsri, Jepara 158Jinggotan, Kembang, Jepara 159Dudakawu, Kembang, Jepara 160Dermolo, Kembang, Jepara 161Kaliaman, Kembang, Jepara 162Kancilan, Kembang, Jepara 163Tubanan, Kembang, Jepara 164Sumanding, Kembang, Jepara 165Cepogo, Kembang, Jepara 166Pendem, Kembang, Jepara 167Mindahan Kidul, Batealit, Jepara 168Ngasem, Batealit, Jepara 169Pekalongan, Batealit, Jepara 170Reguklampitan, Batealit, Jepara 171Mindahan, Batealit, Jepara 172Bucu, Kembang, Jepara 173Bantrung, Batealit, Jepara 174Batealit, Batealit, Jepara 175Bawu, Batealit, Jepara 176Bringin, Batealit, Jepara 177Somosari, Batealit, Jepara 178Geneng, Batealit, Jepara 179Balong, Kembang, Jepara 180Ujungwatu, Donorojo, Jepara 181Bulungan, Pakis Aji, Jepara 182Tulakan, Donorojo, Jepara 183Kawak, Pakis Aji, Jepara 184Sumberejo, Donorojo, Jepara 185Jugo, Donorojo, Jepara 186Lebak, Pakis Aji, Jepara 187Suwawal Timur, Pakis Aji, Jepara 188Tanjung, Pakis Aji, Jepara 189Slagi, Pakis Aji, Jepara 190Plajan, Pakis Aji, Jepara 191Mambak, Pakis Aji, Jepara 192Clering, Donorojo, Jepara 193Banyumanis, Donorojo, Jepara 194Blingoh, Donorojo, Jepara 195Bandungharjo, Donorojo, Jepara 196Mororejo, Mlonggo, Jepara 197Karanggondang, Mlonggo, Jepara 198Jambu Timur, Mlonggo, Jepara 199Sekuro, Mlonggo, Jepara 200Sinanggul, Mlonggo, Jepara 201Suwawal, Mlonggo, Jepara 202Jambu, Mlonggo, Jepara 203Srobyong, Mlonggo, Jepara 204Karimunjawa, Karimunjawa, Jepara 205Parang, Karimunjawa, Jepara 206Kemojan, Karimunjawa, Jepara Gunung Muria Gunung Muria Ketinggian 1.602 meter Lokasi Lokasi Kudus - Pati- Jepara Jawa Tengah Indonesia Geologi Letusan terakhir 160 Sebelum Masehi ± 300 tahun Pemandangan kota Jepara di sekitar tahun 1650, dengan latar belakang Gunung Muria Gunung Muria adalah sebuah gunung di wilayah utara Jawa Tengah bagian timur, yang termasuk kedalam wilayah Kabupaten Kudus di sisi selatan, di sisi barat laut berbatasan dengan Kabupaten Jepara, dan di sisi timur berbatasan dengan Kabupaten Pati. Dikawasan ini terdapat tempat yang sangat legendaris peninggalan Wali Songo, yaitu pesanggrahan di kawasan puncak Gunung Muria yang dalam sejarah negeri ini merupakan basis pesanggrahan dimana Kanjeng Sunan Muria menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Di sini pulalah Sunan Muria dimakamkan. • 1 Puncak Muria • 2 Lokasi wisata o 2.1 Makam Sunan Muria o 2.2 Candi Angin o 2.3 Candi Bubrah o 2.4 Air Terjun Jurang Nganten o 2.5 Air Terjun Songgo langit o 2.6 Air terjun Montel o 2.7 Air Tiga Rasa o 2.8 Bumi Perkemahan Abiyoso o 2.9 Bumi Perkemahan Kajar o 2.10 Bumi Perkemahan Jolong • 3 Lihat pula [sunting] Puncak Muria Gunung Muria mempunyai ketinggian 1.602 meter dari permukaan laut. Puncak-puncaknya yang tertinggi antara lain: • Puncak Songolikur; merupakan puncak tertinggi di Gunung Muria. Sering juga disebut sebagai puncak Saptorenggo. • Puncak Argowiloso • Puncak Argojembangan • Puncak Abiyoso Lokasi wisata Makam Sunan Muria Makam Sunan Muria terletak di desa Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus. Berlokasikan di atas sebuah bukit. Sehingga para peziarah yang hendak berziarah harus menapaki anak tangga sejauh + 500 meter. Di kiri kanan anak tangga berderet kios para penjual makanan dan souvenir. Bagi yang tidak kuat mendaki anak tangga bisa memilih jasa tukang ojek. Dengan jasa ini selain bisa menghemat energi, selama perjalanan kita akan disuguhi pemandangan yang menarik. Candi Angin Terletak di desa Tempur, kecamatan Keling, Kabupaten Jepara. Candi Bubrah Terletak di desa Tempur, kecamatan Keling, Kabupaten Jepara. Air Terjun Jurang Nganten Terletak di desa Tanjung, kecamatan Pakis Aji, Kabupaten Jepara. Air Terjun Songgo langit Terletak di desa Bucu, kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara. [sunting] Air terjun Montel Terletak di sebelah timur laut makam Sunan Muria. Air Tiga Rasa Terletak di Rejenu. Obyek ini terdiri atas Makam Syeh Sadzli dan tiga sumber mata air yang meski berdekatan namun memiliki rasa yang berbeda. Air ini dipercaya mempunyai berbagai khasiat. Merupakan pos terakhir untuk melakukan pendakian ke puncak Argowiloso. Bumi Perkemahan Abiyoso Terletak di kaki Gunung Abiyoso di desa Menawan Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus. Bumi Perkemahan ini pernah digunakan untuk menggelar Jambore Daerah Gerakan Pramuka Kwarda Jawa Tengah pada tahun 1996. Bumi Perkemahan Kajar Terletak di desa Kajar Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus sekitar 2 km arah selatan Makam Sunan Muria. Bumi Perkemahan Jolong Terletak di desa Jolong Kecamatan Gembong Kabupaten Pati. Dari sini merupakan salah satu jalur pendakian menuju puncak Argo Jembangan. • l Baiyt Nabi s.a.w.bersabda, “Yang terbaik diantara kamu sekalian ialah yang terbaik perlakuaannya terhadap ahlulbaiytku, setelah aku kembali kehazirat Allah.” (Hadis Sahih dari Abu Hurairah r.a. diriwayatkan oleh al-Hakim, Abu Ya’la, Abu Nu’aim dan Addailamiy) MENGENAL WALI-WALI ALLAH DAN KAROMAH MEREKA. MENGENAL WALI-WALI ALLAH DAN KAROMAH MEREKA. Dalam setiap era kemodenan, kehidupan manusia sentiasa berkembang ke arah kesempurnaan, sehingga terwujudlah adat-istiadat, pengetahuan, budaya, moral, kepercayaan, aturan kemasyarakatan, pendidikan, undang-undang dan pemerintahan. Dalam perkembangannya, aturan moral ini tetap mengalami pasang surutnya. Namun, setiap kali mengalami masa surutnya, pasti akan muncul insan-insan yang digelar wali-wali Allah yang sentiasa berjuang untuk mengembalikan nilai moral ke tahap yang tertinggi, sehingga nilai-nilai ini diserapi kembali ke dalam jiwa manusia. Perkembangan adat dan nilai akhlak ini terjadi pula dikalangan dunia Islam sejak Allah s.w.t. telah menjelaskan bahawa Nabi saw mempunyai moral yang paling sempurna . Nabi s.aw.pun mengenalkan dirinya sebagai utusan yang akan menyempurnakan keperibadian moral dan akhlak.Justeru itu, Allah s.w.t. telah menyeru umat Islam untuk menjadikan RasulNya sebagai insan yang sentiasa dicontohi.Nabi Muhammad s.a.w. telah berhasil membina sahabatsahabatnya menjadi manusia-manusia sufi yang boleh dibanggakan di hadapan seluruh umat manusia. Padahal pada waktu sebelumnya mereka adalah manusia-manusia jahiliyah yang berada di tepi jurang neraka. Tentunya keberhasilan beliau itu tidak lain karena bantuan Allah dan bimbingan Baginda s.a.w.Dalam kehidupan sehariannya Nabi s.a.w. menyeru dan mempamerkan cara hidup yang sederhana, selalu prihatin,berharap penuh keridhaan Allah dan kesenangan di akhirat, dan selalu menjalani kehidupan sufistik dalam segala tingkah laku dan tindakannya. Kehidupan sufistik ini dilanjutkan oleh generasi tabi’in, tabi’-tabi’in dan seterusnya hingga kini.Perjuangan Rasulullah s.a.w. tidak berhenti setakat masa hidupnya sahaja, namun segala ilmu-ilmu dan nilai-nilai akhlak Islamiyah telah diwarisi oleh wali-wali yang sentiasa mendokong dan meneruskan perjuangan Rasulullah s.a.w. sepertimana yang disifatkan oleh Allah s.w.t. dalam salah satu hadis qudsi yang berbunyi : “Wali-waliKu berada di bawah kubah-kubahKu. Tidak ada yang mengetahuinya selain Aku”. Maka wujudnya para wali-wali Allah tidak dapat dinafikan dan mereka merupakan para kekasih Allah yang terdapat diseluruh pelusuk bumi di mana sahaja terdapat orang yang beriman. Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah mengingatkan hakikat wujudnya para wali serta karamah mereka sebagaimana tercatit dalam kitabnya Fatwa Ibnu Taimiyah : “Wali Allah adalah orang-orang mukmin yang bertaqwa kepada Allah. Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada ketakutan pada diri mereka dan mereka tidak merasa khuwatir. Mereka beriman dan bertaqwa kepada Allah, bertaqwa dalam pengertian mentaati firman-firmanNya, penciptaanNya, izinNya, dan kehendakNya yang termasuk dalam ruang lingkungan agama. Semua itu kadang-kadang menghasilkan berbagai karamah pada diri mereka sebagai hujjah dalam agama dan bagi kaum muslimin, tetapi karamah tersebut tidak akan pernah ada kecuali dengan menjalankan syariat yang dibawa Rasulullah s.a.w.” Kedudukan wali hanya dapat diberikan kepada orang-orang yang telah nyata ketaqwaannya. Sementara orang yang nyata telah melanggar syari’ah tidak dapat diberikan kedudukan yang mulia ini. Sayangnya, di kalangan manusia, ada orang yang mengaku bahawa dirinya adalah wali dan memperoleh karamah dari Allah, padahal dalam kehidupannya sehari-hari mereka tidak melaksanakan syariat Islam dengan baik sehingga mustahil bagi Allah untuk memberikan darjat ‘wali’ kepada orang seperti ini. Yang perlu diwaspadai juga, syaitan pun dapat membantu manusia untuk mewujudkan keajaiban-keajaiban di mata manusia. Itulah yang dinamakan sihir. Syaitan pun berupaya membantu seseorang menghilang dirinya dari pandangan orang lain, dan juga memberi maklumat kejadian yang akan datang. Dan inilah yang sering dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak beriman untuk menipu manusia. Maka, peri pentingnya bagi umat Islam mengetahui juga akan perkara-perkara luar biasa yang wujud di alam ini supaya dapat membezakan antara yang hak dan yang batil. Para wali-wali Allah juga diberi kurniaan yang luar biasa dikenali sebagai Karamah. Karamah adalah sesuatu pemberian Allah swt yang sifatnya seakan-akan dengan mukjizat para nabi dan rasul, iaitu kebolehan melakukan hal-hal yang luar biasa yang diberikan kepada orangorang yang dikasihiNya yang dikenal sebagai wali Allah. Mudah-mudahan dengan pembentangan secebis pengetahuan tentang wali-wali Allah dan karamah mereka ini, pintu keberkahan para wali-wali Allah akan terbuka bagi kita, sehingga dapat kita meningkatkan ketaqwaan dan keimanan kita kepada Yang Maha Pencipta. PENGERTIAN WALI DARI SEGI BAHASA Wali dari segi bahasa bererti:- 1. Dekat. Jika seseorang sentiasa mendekatkan dirinya kepada Allah, dengan memperbanyakkan kebajikan, keikhlasan dan ibadah, dan Allah menjadi dekat kepadanya dengan limphan rahmat dan pemberianNya, maka di saat itu orang itu menjadi wali. 2. Orang yang senantiasa dipelihara dan dijauhkan Allah dari perbuatan maksiat dan ia hanya diberi kesempatan untuk taat sahaja. Adapun asal perkataan wali diambil daripada perkataan al wala’ yang bererti : hampir dan juga bantuan. Maka yang dikatakan wali Allah itu orang yang menghampirkan dirinya kepada Allah dengan melaksanakan apa yang diwajibkan keatasnya, sedangkan hatinya pula sentiasa sibuk kepada Allah dan asyik untuk mengenal kebesaran Allah. Kalaulah dia melihat, dilihatnya dalil-dalil kekuasaan Allah. Kalaulah dia mendengar, didengarnya ayat-ayat atau tandatanda Allah.Kalaulah dia bercakap, maka dia akan memanjatkan puji-pujian kepada Allah. Kalaulah dia bergerak maka pergerakannya untuk mentaati Allah. Dan kalau dia berijtihad, ijtihadnya pada perkara yang menghampirkan kepada Allah. Seterusnya dia tidak jemu mengingat Allah, dan tidak melihat menerusi mata hatinya selain kepada Allah. Maka inilah sifat wali-wali Allah. Kalau seorang hamba demikian keadaannya, nescaya Allah menjadi pemeliharanya serta menjadi penolong dan pembantunya. Siapakah yang digelar wali? 1. Ibnu Abas seperti yang tercatit dalam tafsir Al Khazin menyatakan “ Wali-wali Allah itu adalah orang yang mengingat Allah dalam melihat”. 2. Al Imam Tabari meriyawatkan daripada Saeed bin Zubair berkata bahawa Rasulullah s.a.w. telah ditanya orang tentang Wali-wali Allah. Baginda mengatakan “Mereka itu adalah orang yang apabila melihat, mereka melihat Allah”. 3. Abu Bakar Al Asam mengatakan “Wali-wali Allah itu adalah orang yang diberi hidayat oleh Allah dan mereka pula menjalankan kewajiban penghambaan terhadap Allah serta menjalankan dakwah menyeru manusia kepada Allah”. PENGGUNAAN ISTILAH WALI DALAM AL-QURAN. “Allah adalah wali bagi orang-orang yang beriman”.1 “Dia menjadi wali bagi orang-orang shalih”.2 “Engkau adalah wali kami, maka kurniakanlah kami kemenangan atas orang-orang kafir”.3 1 Surah Al-Baqarah: 257 2 Surah Al-‘Araf: 196 3 Surah Al-Baqarah: 286 “Yang demikian itu adalah kerana Allah itu adalah wali bagi orang-orang yang beriman, sedangkan orang-orang kafir tidak ada wali bagi mereka”.4 “Sesungguhnya wali kamu adalah Allah dan RasulNya”.5 4 Surah Muhammad: 11 5 Surah Al-Maidah: 55 Dari semua ayat itu dapat kita lihat bahawa Allah disebut wali, orang mukmin disebut wali, seorang yang dewasa yang diberi tugas melindungi dan memelihara anak kecil juga disebut wali. Demikian juga orang yang lemah yang tidak dapat mengurus harta-bendanya sendiri, lalu dipelihara oleh keluarga yang lain, maka keluarga tersebut itu juga dipanggil wali. Penguasa pemerintah yang diberi tanggung jawab pemerintahan disebut wali. Ayah atau mahram yang berkuasa yang menikahkan anak perempuannya juga disebut wali. Lantaran itu dapatlah kita mengambail kesimpulan makna yang luas sekali dari kalimat wali ini. Terutama sekali ertinya ialah hubungan yang amat dekat (karib), baik kerana pertalian darah keturunan, atau kerana persamaan pendirian, atau kerana kedudukan, atau kerana kekuasaan atau kerana persahabatan yang karib. Allah adalah wali dari seluruh hambaNya dan makhlukNya, kerana Dia berkuasa lagi Maha Tinggi. Dan kuasaNya itu adalah langsung. Si makhluk tadi pun wajib berusaha agar dia pun menjadi wali pula dari Allah. Kalau Allah sudah nyata tegas dekat atau karib kepadanya dia pun hendaklah beraqarrub, ertinya mendekatkan pula dirinya kepada Allah. Maka timbullah hubungan perwalian yang timbal balik. Segala usaha memperkuatkan iman, memperteguhkan takwa, menegakkan ibadah kepada Allah menurut garis-garis yang ditentukan oleh Allah dan RasulNya, semuanya itu adalah usaha dan ikhtiar mengangkat diri menjadi wali Allah. Segala amal salih, sebagai kesan dari iman yang mantap, adalah rangka usaha mengangkat diri menjadi wali. Dari Segi Penggunaan Wali pada mafhumnya bererti :- 1. Seseorang yang senantiasa taat kepada Allah tanpa menodainya dengan perbuatan dosa sedikitpun. 2. Seseorang yang sentiasa mendapat perlindungan dan penjagaan, sehingga ia senantiasa taat kepada Allah tanpa melakukan dosa sedikit pun, meskipun ia dapat melakukannya. DALIL-DALIL WUJUDNYA WALI ALLAH DARI ALQURAN DAN AS-SUNNAH Dari Al-quran Pertama “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhuwatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Mereka itu ialah orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa. Dan bagi mereka diberi berita gembira di dalam kehidupan dunia dan akhirat”6 6 Surah Yunus: 62- 64 Dalam ayat ini Allah swt. menyatakan bahawa para wali-wali Allah itu mendapat berita gembira, baik di dunia mahu pun di akhirat. Apakah yang dimaksudkan dengan berita gembira (Busyra) itu? Pengertian Al-Busyra (Berita Gembira) Yang dimaksudkan dengan berita gembira di kehidupan dunia adalah: 1. Mimpi yang baik seperti yang tersebut di dalam hadis: “Al busyraa adalah mimpi yang baik yang dilihat oleh seorang mukmin atau yang diperlihatkan baginya”7 “Mimpi yang baik adalah seperempat puluh enam bahagian dari kenabiaan.” 2. Ada yang mengatakan bahawa yang dimaksud dengan berita yang gembira di dunia ialah turunnya malaikat untuk menyampaikan berita gembira kepada seseorang mukmin yang sedang sakaratul maut. 3. Ada pula yang mengatakan bahawa yang dimaksud dengan berita yang gembira di dunia ialah turunnya malaikat kepada seorang mukmin yang sedang sakaratul maut yang memperlihatkan tempat yang akan disediakan baginya di dalam syurga, seperti yang disebutkan dalam firman Allah swt.: 7 Hadis riwayat Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim, menurut Al Hakim hadis ini sahih “Para malaikat turun kepada mereka sambil mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah kamu susah dan bergembirakah kamu dengan syurga yang pernah dijanjikan kepada kamu”8 8 Surah Fushshilat: 62 4. Ada yang mengatakan bahawa yang dimaksudkan dengan berita yang gembira di dunia ialah pujian dan kecintaan dari orang banyak kepada seorang yang suka beramal saleh, seperti yang disebutkan dalam hadits berikut: “Abu Dzar menuturkan bahawa ada seorang yang bertanya kepada Rasulullah: “Apakah pandanganmu jika ada seseorang yang suka beramal saleh, sehingga ia dipuji oleh orang ramai?” Sabda beliau: “Itu adalah berita gembira kepada seorang mukmin.” 5. Ada yang mengatakan bahawa yang dimaksudkan dengan berita yang gembira di dunia ialah karamah dan dikabulkannya segala permintaan seorang mukmin ketika ia masih di dunia, sehingga segala keperluannya dipenuhi oleh Allah dengan segera. Seorang ulama berkata: “Jika seorang mukmin rajin beribadah, maka hatinya bercahaya, dan pancaran cahayanya melimpah ke wajahnya, sehingga terlihat pada wajahnya tanda khusyu’ dan tunduk kepada Allah, sehingga ia dicintai dan dipuji oleh banyak orang, itulah tanda kecintaan Allah kepadanya, dan itulah berita gembira yang didahulukan baginya ketika ia di dunia.” Semua keterangan di atas adalah benar. Sedangkan berita gembira yang sebenarnya adalah kesempatan yang diberikan oleh Allah kepada seorang mukmin untuk rajin beribadah dan keasyikannya untuk beramal saleh. Manakala, yang dimaksudkan dengan berita gembira di akhirat ialah: 1. Syurga beserta segala macam kesenangannya yang bersifat abadi, seperti yang disebutkan dalam firman Allah yang ertinya: “Iaitu pada hari ketika kamu melihat orang mukmin lelaki dan perempuan, sedangkan cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, (dikatakan kepada mereka): “Pada hari ini ada berita gembira untukmu, iaitu syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, yang kamu kekal di dalamnya. Itulah kejayaan yang besar.”9 9 Surah Al Hadiid: 12 2. Ada yang mengatakan bahawa yang dimaksudkan dengan berita gembira di akhirat ialah sambutan baik dari para malaikat kepada kaum Muslimin di akhirat, iaitu ketika mereka diberi berita gembira dengan keberhasilan, diputihkannya wajah-wajah mereka dan diberikannya buku catatan amal-amal mereka dari sebelah kanan dan disampaikannya salam dari Allah kepada mereka dan beberapa berita gembira yang lain. TANDA-TANDA WALI ALLAH 1. Jika melihat mereka, akan mengingatkan kita kepada Allah swt. Dari Amru Ibnul Jammuh, katanya: “Ia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: “Allah berfirman: “Sesungguhnya hamba-hambaKu, wali-waliKu adalah orang-orang yang Aku sayangi. Mereka selalu mengingatiKu dan Akupun mengingati mereka.”10 10 Hadis riwayat Abu Daud dalam Sunannya dan Abu Nu’aim dalam Hilya jilid I hal. 6 Dari Said ra, ia berkata: “Ketika Rasulullah saw ditanya: “Siapa wali-wali Allah?” Maka beliau bersabda: “Wali-wali Allah adalah orang-orang yang jika dilihat dapat mengingatkan kita kepada Allah.”11 11 Hadis riwayat Ibnu Abi Dunya di dalam kitab Auliya’ dan Abu Nu’aim di dalam Al Hilya Jilid I hal 6). 2. Jika mereka tiada, tidak pernah orang mencarinya. Dari Abdullah Ibnu Umar Ibnu Khattab, katanya: “Pada suatu kali Umar mendatangi tempat Mu’adz ibnu Jabal ra, kebetulan ia sedang menangis, maka Umar berkata: “Apa yang menyebabkan engkau menangis, wahai Mu’adz?” Kata Mu’adz: “Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: “Orang-orang yang paling dicintai Allah adalah mereka yang bertakwa yang suka menyembunyikan diri, jika mereka tidak ada, maka tidak ada yang mencarinya, dan jika mereka hadir, maka mereka tidak dikenal. Mereka adalah para imam petunjuk dan para pelita ilmu.”12 12 Hadis riwayat Nasa’i, Al Bazzar dan Abu Nu’aim di dalam Al Hilyah jilid I hal. 6 3. Mereka bertakwa kepada Allah. Allah swt berfirman: “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhuwatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati Mereka itu adalah orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa.. Dan bagi mereka diberi berita gembira di dalam kehidupan dunia dan akhirat”13 Abul Hasan As Sadzili pernah berkata: “Tanda-tanda kewalian seseorang adalah redha dengan qadha, sabar dengan cubaan, bertawakkal dan kembali kepada Allah ketika ditimpa bencana.”14 13 Surah Yunus: 62 – 64 14 Hadisriwayat.Al Mafakhiril ‘Aliyah hal 104 4. Mereka saling menyayangi dengan sesamanya. Dari Umar Ibnul Khattab ra berkata: “Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya sebahagian hamba Allah ada orang-orang yang tidak tergolong dalam golongan para nabi dan para syahid, tetapi kedua golongan ini ingin mendapatkan kedudukan seperti kedudukan mereka di sisi Allah.” Tanya seorang: “Wahai Rasulullah, siapakah mereka dan apa amal-amal mereka?” Sabda beliau: “Mereka adalah orang-orang yang saling kasih sayang dengan sesamanya, meskipun tidak ada hubungan darah mahupun harta di antara mereka. Demi Allah, wajah mereka memancarkan cahaya, mereka berada di atas mimbarmimbar dari cahaya, mereka tidak akan takut dan susah.” Kemudian Rasulullah saw membacakan firman Allah yang artinya: “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.”15 15 Hadis riwayat Abu Nu’aim dalam kitab Al Hilya jilid I, hal 5 5. Mereka selalu sabar, wara’ dan berbudi pekerti yang baik. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra bahwa“Rasulullah saw bersabda: “Ada tiga sifat yang jika dimiliki oleh seorang, maka ia akan menjadi wali Allah, iaitu: pandai mengendalikan perasaannya di saat marah, wara’ dan berbudi luhur kepada orang lain.”16 “Rasulullah saw bersabda: “Wahai Abu Hurairah, berjalanlah engkau seperti segolongan orang yang tidak takut ketika manusia ketakutan di hari kiamat. Mereka tidak takut siksa api neraka ketika manusia takut. Mereka menempuh perjalanan yang berat sampai mereka menempati tingkatan para nabi. Mereka suka berlapar, berpakaian sederhana dan haus, meskipun mereka mampu. Mereka lakukan semua itu demi untuk mendapatkan redha Allah. Mereka tinggalkan rezeki yang halal kerana takut akan shubhahnya. Mereka bersahabat dengan dunia hanya dengan badan mereka, tetapi mereka tidak tertipu oleh dunia. Ibadah mereka menjadikan para malaikat dan para nabi sangat kagum. Sungguh amat beruntung mereka, alangkah senangnya jika aku dapat bertemu dengan mereka.” Kemudian Rasulullah saw menangis kerana rindu kepada mereka. Dan beliau bersabda: “Jika Allah hendak menyiksa penduduk bumi, kemudian Dia melihat mereka, maka Allah akan menjauhkan siksaNya. Wahai Abu Hurairah, hendaknya engkau menempuh jalan mereka, sebab siapapun yang menyimpang dari penjalanan mereka, maka ia akan mendapati siksa yang berat.”17 16 Hadis riwayat Ibnu Abi Dunya di dalam kitab Al Auliya’ 17 Hadis riwayat Abu Hu’aim dalam kitab Al Hilya 7. Mereka selalu terhindar ketika ada bencana. Dari Ibnu Umar ra, katanya: Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah mempunyai hamba-hamba yang diberi makan dengan rahmatNya dan diberi hidup dalam afiyahNya, jika Allah mematikan mereka, maka mereka akan dimasukkan ke dalam syurgaNya. Segala bencana yang tiba akan lenyap secepatnya di hadapan mereka, seperti lewatnya malam hari di hadapan mereka, dan mereka tidak terkena sedikitpun oleh bencana yang datang.”18 18 Hadis riwayat Abu Nu’aim dalam kitab Al Hilya jilid I hal 6 8. Hati mereka selalu terkait kepada Allah. Imam Ali Bin Abi Thalib berkata kepada Kumail An Nakha’i: “Bumi ini tidak akan kosong dari hamba-hamba Allah yang menegakkan agama Allah dengan penuh keberanian dan keikhlasan, sehingga agama Allah tidak akan punah dari peredarannya. Akan tetapi, berapakah jumlah mereka dan dimanakah mereka berada? Kiranya hanya Allah yang mengetahui tentang mereka. Demi Allah, jumlah mereka tidak banyak, tetapi nilai mereka di sisi Allah sangat mulia. Dengan mereka, Allah menjaga agamaNya dan syariatNya, sampai dapat diterima oleh orang-orang seperti mereka. Mereka menyebarkan ilmu dan ruh keyakinan. Mereka tidak suka kemewahan, mereka senang dengan kesederhanaan. Meskipun tubuh mereka berada di dunia, tetapi rohaninya membumbung ke alam malakut. Mereka adalah khalifah-khalifah Allah di muka bumi dan para da’I kepada agamaNya yang lurus. Sungguh, betapa rindunya aku kepada mereka.”19 19 Nahjul Balaghah hal 595 dan Al Hilya jilid 1 hal. 80 9. Mereka senang bermunajat di akhir malam. Imam Ghazali menyebutkan: “Allah pernah memberi ilham kepada para siddiq: “Sesungguhnya ada hamba-hambaKu yang mencintaiKu dan selalu merindukan Aku dan Akupun demikian. Mereka suka mengingatiKu dan memandangKu dan Akupun demikian. Jika engkau menempuh jalan mereka, maka Aku mencintaimu. Sebaliknya, jika engkau berpaling dari jalan mereka, maka Aku murka kepadamu. “ Tanya seorang siddiq: “Ya Allah, apa tanda-tanda mereka?” Firman Allah: “Di siang hari mereka selalu menaungi diri mereka, seperti seorang pengembala yang menaungi kambingnya dengan penuh kasih sayang, mereka merindukan terbenamnya matahari, seperti burung merindukan sarangnya. Jika malam hari telah tiba tempat tidur telah diisi oleh orang-orang yang tidur dan setiap kekasih telah bercinta dengan kekasihnya, maka mereka berdiri tegak dalam solatnya. Mereka merendahkan dahi-dahi mereka ketika bersujud, mereka bermunajat, menjerit, menangis, mengadu dan memohon kepadaKu. Mereka berdiri, duduk, ruku’, sujud untukKu. Mereka rindu dengan kasih sayangKu. Mereka Aku beri tiga kurniaan: Pertama, mereka Aku beri cahayaKu di dalam hati mereka, sehingga mereka dapat menyampaikan ajaranKu kepada manusia. Kedua, andaikata langit dan bumi dan seluruh isinya ditimbang dengan mereka, maka mereka lebih unggul dari keduanya. Ketiga, Aku hadapkan wajahKu kepada mereka. Kiranya engkau akan tahu, apa yang akan Aku berikan kepada mereka?”20 20 Ihya’ Ulumuddin jilid IV hal 324 dan Jilid I hal 358 10. Mereka suka menangis dan mengingat Allah. ‘Iyadz ibnu Ghanam menuturkan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: “Malaikat memberitahu kepadaku: “Sebaik-baik umatku berada di tingkatan-tingkatan tinggi. Mereka suka tertawa secara terang, jika mendapat nikmat dan rahmat dari Allah, tetapi mereka suka menangis secara rahsia, kerana mereka takut mendapat siksa dari Allah. Mereka suka mengingat Tuhannya di waktu pagi dan petang di rumah-rumah Tuhannya. Mereka suka berdoa dengan penuh harapan dan ketakutan. Mereka suka memohon dengan tangan mereka ke atas dan ke bawah. Hati mereka selalu merindukan Allah. Mereka suka memberi perhatian kepada manusia, meskipun mereka tidak dipedulikan orang.Mereka berjalan di muka bumi dengan rendah hati, tidak congkak, tidak bersikap bodoh dan selalu berjalan dengan tenang. Mereka suka berpakaian sederhana. Mereka suka mengikuti nasihat dan petunjuk Al Qur’an. Mereka suka membaca Al Qur’an dan suka berkorban. Allah suka memandangi mereka dengan kasih sayangNya. Mereka suka membahagikan nikmat Allah kepada sesama mereka dan suka memikirkan negeri-negeri yang lain. Jasad mereka di bumi, tapi pandangan mereka ke atas. Kaki mereka di tanah, tetapi hati mereka di langit. Jiwa mereka di bumi, tetapi hati mereka di Arsy. Roh mereka di dunia, tetapi akal mereka di akhirat. Mereka hanya memikirkan kesenangan akhirat. Dunia dinilai sebagai kubur bagi mereka. Kubur mereka di dunia, tetapi kedudukan mereka di sisi Allah sangat tinggi. Kemudian beliau menyebutkan firman Allah yang artinya:“Kedudukan yang setinggi itu adalah untuk orang-orang yang takut kepada hadiratKu dan yang takut kepada ancamanKu.”21 21 Hadis riwayat Abu Nu’aim dalam Hilya jilid I, hal 16 11. Jika mereka berkeinginan, maka Allah memenuhinya. Dari Anas ibnu Malik ra berkata: “Rasul saw bersabda:“Berapa banyak manusia lemah dan dekil yang selalu dihina orang, tetapi jika ia berkeinginan, maka Allah memenuhinya, dan Al Barra’ ibnu Malik, salah seorang di antara mereka.” Ketika Barra’ memerangi kaum musyrikin, para sahabat: berkata: “Wahai Barra’, sesungguhnya Rasulullah saw pernah bersabda: “Andaikata Barra’ berdoa, pasti akan terkabul. Oleh kerana itu, berdoalah untuk kami.” Maka Barra’ berdoa, sehingga kami diberi kemenangan. Di medan peperangan Sus, Barra’ berdo’a: “Ya Allah, aku mohon, berilah kemenangan kaum Muslimin dan temukanlah aku dengan NabiMu.” Maka kaum Muslimin diberi kemenangan dan Barra’ gugur sebagai syahid. 12. Keyakinan mereka dapat menggoncangkan gunung. Abdullah ibnu Mas’ud pernah menuturkan: “Pada suatu waktu ia pernah membaca firman Allah: “Afahasibtum annamaa khalaqnakum ‘abathan”, pada telinga seorang yang pengsan, maka dengan izin Allah, orang itu segera sedar, sehingga Rasuulllah saw bertanya kepadanya: “Apa yang engkau baca di telinga orang itu?” Kata Abdullah: “Aku tadi membaca firman Allah: “Afahasibtum annamaa khalaqnakum‘abathan” sampai akhir surah.” Maka Rasul saw bersabda: “Andaikata seseorang yakin kemujarabannya dan ia membacakannya kepada suatu gunung, pasti gunung itu akan hancur.”22 22 Hadis riwayat Abu Nu’aim dalam Al Hilya jilid I hal 7 BAGAIMANAKAH SESEORANG ITU MENJADI WALI ALLAH Sesesorang itu menjadi wali dengan salah satu dari dua cara iaitu:- 1. Kerana Kurnia Allah Adakalanya seorang menjadi wali kerana mendapat kurnia dari Allah meskipun ia tidak pernah dibimbing oleh seorang syeikh mursyid. Allah berfirman: “Allah menarik kepada agama ini orang yang di kehendakiNya dan memberi petunjuk kepada agamaNya orang yang suka kembali kepadaNya.”23 23 Surah A-Syuara’ : 13 2. Kerana Usaha Seseorang Rasulullah saw bersabda dalam sebuah hadits Qudsi: “Allah berfirman: “Seorang yang memusuhi waliKu, maka Aku akan mengumumkan perang kepadanya. Tidak seorang pun dari hambaKu yang mendekat dirinya kepadaKu dengan amal-amal fardhu ataupun amal-amal sunnah sehinggai Aku menyayanginya. Maka pendengarannya, pandangannya, tangannya dan kakinya Aku beri kekuatan. Jika ia memohon sesuatu atau memohon perlindungan, maka Aku akan berkenan mengabulkan permohonannya dan melindunginya. Belum Aku merasa berat untuk melaksanakan sesuatu yang Aku kehendaki seberat ketika Aku mematikan seorang mukmin yang takut mati, dan Aku takut mengecewakannya.”24 24 Hadis riwayat Al-Bukhari APAKAH SEORANG WALI MENGETAHUI BAHAWA DIRINYA SEORANG WALI? Tentang hal ini, para ulama mempunyai dua pendapat. Di antara mereka, ada yang berpendapat bahawa seorang wali tidak mengetahui bahawa dirinya adalah seorang wali. Sebab, ada kemungkinan pengetahuannya tentang dirinya dapat menghilangkan rasa takutnya kepada Allah dan ia merasa senang. Tetapi, ada pula yang berpendapat bahwa seorang wali tahu bahwa dirinya seorang wali. Syeikh Al Qusyairi berkata: “Menurut kami, tidak semua wali mengetahui bahawa dirinya seorang wali. Tetapi ada pula yang mengetahui bahawa ia adalah seorang wali. Jika seorang wali mengetahui bahwa dirinya seorang wali, maka pengetahuannya itu adalah sebahagian dari karamahnya yang sengaja diberikan kepadanya secara khusus.”25 25 Risalah Al Qusyairiyah jilid II hal 662 TINGKATAN PARA WALI ALLAH Seperti para nabi-nabi dan rasul-rasul yang martabat serta kedudukan mereka tidak sama di antara satu sama lain, para Aulia juga diberi martabat berlainan. Di kalangan para Anbia dan Rasul yang jumlahnya sangat ramai itu pun (Nabi lebih 124,000 dan Rasul 315) yang wajib diketahui hanya 25 orang sahaja (Nabi dan Rasul) sedangkan yang bakinya tidak wajib diketahui. Daripada 25 orang Nabi dan Rasul itu ada pula lima orang yang dikurniakan martabat tinggi, dipanggil ‘Ulul Azmi’, iaitu Muhammad s.a.w., Ibrahim a.s., Musa a.s., Isa a.s. dan Nuh a.s. Para Aulia juga mempunyai martabat yang berbeza-beza. Namun tidak ada siapa yang dapat mengenal pasti siapakah di antara para Aulia itu yang tertinggi martabatnya kecuali Allah, kerana fungsi atau peranan para nabi dan Rasul. Seperti dijelaskan dahulu, para nabi dan rasul yang diutus kepada manusia harus membuktikan bahawa mereka dibekalkan oleh mukjizat yang dikurniakan Allah kepada mereka. Tetapi para Aulia tidak wajib membuktikan diri mereka sebagai Aulia melalui karamah yang dikurniakan oleh Allah kepada mereka. Bahkan para Aulia dikehendaki merahsiakan kewalian mereka, apalagi martabat mereka, kecuali dalam keadaan darurat atau terdesak sahaja. Sebab itu para Aulia tidak dapat dikenal pasti yang lebih tinggi martabatnya daripada yang lain, sedangkan bilangan mereka sangat ramai. Mungkin martabat para Aulia itu dapat dikenal hanya melalui karamah mereka, sedangkan karamah mereka pun tidak wajib ditontonkan kepada orang ramai, kecuali jika terdesak. Tingkatan para wali dapat dibahagikan kepada beberapa tingkatan sesuai dengan kedudukan mereka masing-masing di sisi Allah swt. Di antara mereka ada yang terbatas jumlahnya di setiap masanya, tetapi ada pula yang tidak terbatas jumlahnya Sehubungan dengan hal ini, Syeikh Muhyiddin Ibnul Arabi memberikan penjelasan tentang tingkatan dan pembahagian para wali seperti yang diterangkan dalam kitabnya FUTUHATUL MAKKIYAH pada bab ke tujuh puluh tiga yang diringkas oleh Syeikh Al Manawi dalam mukaddimah Thabaqat Sughrahnya sebagai berikut: PEMBAHAGIAN WALI-WALI ALLAH 1. Al-Aqtab Al Aqtab berasal dari kata tunggal Al Qutub yang mempunyai erti penghulu. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa Al Aqtab adalah darjat kewalian yang tertinggi. Jumlah wali yang mempunyai darjat tersebut hanya terbatas seorang saja untuk setiap masanya. Seperti Abu Yazid Al Busthami dan Ahmad Ibnu Harun Rasyid Assity. Di antara mereka ada yang mempunyai kedudukan di bidang pemerintahan, meskipun tingkatan taqarrubnya juga mencapai darjat tinggi, seperti para Khulafa’ur Rasyidin, Al Hasan Ibnu Ali, Muawiyah Ibnu Yazid, Umar Ibnu Abdul Aziz dan Al Mutawakkil. 2. Al-A immah Al Aimmah berasal dari kata tunggal imam yang mempunyai erti pemimpin. Setiap masanya hanya ada dua orang saja yang dapat mencapai darjat Al Aimmah. Keistimewaannya, ada di antara mereka yang pandangannya hanya tertumpu ke alam malakut saja, ada pula yang pandangannya hanya tertumpu di alam malaikat saja. 3. Al-Autad Al Autad berasal dari kata tunggal Al Watad yang mempunyai erti pasak. Yang memperoleh darjat Al Autad hanya ada empat orang saja setiap masanya. Kami menjumpai seorang di antara mereka dikota Fez di Morocco. Mereka tinggal di utara, di timur, di barat dan di selatan bumi, mereka bagaikan penjaga di setiap pelusuk bumi. 4. Al-Abdal Al Abdal berasal dari kata Badal yang mempunyai erti menggantikan. Yang memperoleh darjat Al Abdal itu hanya ada tujuh orang dalam setiap masanya. Setiap wali Abdal ditugaskan oleh Allah swt untuk menjaga suatu wilayah di bumi ini. Dikatakan di bumi ini mempunyai tujuh daerah. Setiap daerah dijaga oleh seorang wali Abdal. Jika wali Abdal itu meninggalkan tempatnya, maka ia akan digantikan oleh yang lain. Ada seorang yang bernama Abdul Majid Bin Salamah pernah bertanya pada seorang wali Abdal yang bernama Muaz Bin Asyrash, amalan apa yang dikerjakannya sampai ia menjadi wali Abdal? Jawab Muaz Bin Asyrash: “Para wali Abdal mendapatkan darjat tersebut dengan empat kebiasaan, yaitu sering lapar, gemar beribadah di malam hari, suka diam dan mengasingkan diri”. 5. An-Nuqaba’ An Nuqaba’ berasal dari kata tunggal Naqib yang mempunyai erti ketua suatu kaum. Jumlah wali Nuqaba’ dalam setiap masanya hanya ada dua belas orang. Wali Nuqaba’ itu diberi karamah mengerti sedalam-dalamnya tentang hukum-hukum syariat. Dan mereka juga diberi pengetahuan tentang rahsia yang tersembunyi di hati seseorang. Selanjutnya mereka pun mampu untuk meramal tentang watak dan nasib seorang melalui bekas jejak kaki seseorang yang ada di tanah. Sebenarnya hal ini tidaklah aneh. Kalau ahli jejak dari Mesir mampu mengungkap rahsia seorang setelah melihat bekas jejaknya. Apakah Allah tidak mampu membuka rahsia seseorang kepada seorang waliNya? 6. An-Nujaba’ An Nujaba’ berasal dari kata tunggal Najib yang mempunyai erti bangsa yang mulia. Wali Nujaba’ pada umumnya selalu disukai orang. Dimana sahaja mereka mendapatkan sambutan orang ramai. Kebanyakan para wali tingkatan ini tidak merasakan diri mereka adalah para wali Allah. Yang dapat mengetahui bahawa mereka adalah wali Allah hanyalah seorang wali yang lebih tinggi darjatnya. Setiap zaman jumlah mereka hanya tidak lebih dari lapan orang. 7. Al-Hawariyun Al Hawariyun berasal dari kata tunggal Hawariy yang mempunyai erti penolong. Jumlah wali Hawariy ini hanya ada satu orang sahaja di setiap zamannya. Jika seorang wali Hawariy meninggal, maka kedudukannya akan diganti orang lain. Di zaman Nabi hanya sahabat Zubair Bin Awwam saja yang mendapatkan darjat wali Hawariy seperti yang dikatakan oleh sabda Nabi: “Setiap Nabi mempunyai Hawariy. Hawariyku adalah Zubair ibnul Awwam”. Walaupun pada waktu itu Nabi mempunyai cukup banyak sahabat yang setia dan selalu berjuang di sisi beliau. Tetapi beliau saw berkata demikian, kerana beliau tahu hanya Zubair sahaja yang meraih darjat wali Hawariy. Kelebihan seorang wali Hawariy biasanya seorang yang berani dan pandai berhujjah. 8. Al-Rajbiyun Ar Rajbiyun berasal dari kata tunggal Rajab. Wali Rajbiyun itu adanya hanya pada bulan Rajab saja. Mulai awal Rajab hingga akhir bulan mereka itu ada. Selanjutnya keadaan mereka kembali biasa seperti semula. Setiap masa, jumlah mereka hanya ada empat puluh orang sahaja. Para wali Rajbiyun ini berpecah di berbagai wilayah. Di antara mereka ada yang saling mengenal, tapi kebanyakannya tidak. Disebutkan bahawa ada sebahagian orang dari Wali Rajbiyun yang dapat melihat hati orang-orang Syiah melalui kasyaf. Ada dua orang Syiah yang mengaku sebagai Ahlu Sunnah dihadapan seorang wali Rajbiyun. Lalu keduanya diusir, kerana wali Rajbiyun itu melihat keduanya berupa dua ekor babi, sebab keduanya membenci Abu Bakar, Umar dan sahabat-sahabat lain. Keduanya hanya mencintai Ali dan sejumlah sahabatnya. Ketika keduanya bertanya padanya, maka si wali tersebut berkata: “Aku lihat kamu berdua berupa dua ekor babi, kerana kamu menganut mazhab Syiah dan membenci para sahabat Nabi”. Ketika berita itu disedari kebenarannya oleh keduanya, maka keduanya mengaku benar dan segera memohon ampun kepada Allah. Demikianlah secebis kisah kasyaf seorang wali Rajbiyun. Pada umumnya, di bulan Rajab, sejak awal harinya, para wali Rajbiyun menderita sakit, sehingga mereka tidak dapat menggerakkan anggota tubuhnya. Selama bulan Rajab, mereka senantiasa mendapat berbagai pengetahuan secara kasyaf, kemudian mereka memberitahukannya kepada orang lain. Anehnya penderitaan mereka hanya berlangsung di bulan Rajab. Setelah bulan Rajab berakhir, maka kesehatan mereka kembali seperti semula. 9. Al-Khatamiyun Al Khatamiyun berasal dari kata Khatam yang mempunyai erti penutup atau penghabisan. Maksudnya darjat AlKhatamiyun adalah sebagai penutup para wali. Jumlah mereka hanya seorang. Tidak ada darjat kewalian umat Muhammad yang lebih tinggi dari tingkatan ini. Jenis wali ini hanya akan ada di akhir masa, iaitu ketika Nabi Isa as.datang kembali. Di antaranya, ada para Wali yang hatinya seperti Nabi Adam as. Jumlah mereka hanya tiga ratus orang. Sabda Nabi saw: “Mereka berhati seperti hati Adam as”. Mereka diberi anugerah tersendiri oleh Allah swt. Syeikh Muhyidin berkata: “Jumlah wali jenis ini bukan hanya tiga ratus orang saja dikalangan umatnya, tetapi ada juga dikalangan umat-umat lain. Tentang keberadaan mereka hanya dapat diketahui secara kasyaf. Setiap masanya dunia tidak pernah kosong dari keberadaan mereka. Mereka mempunyai budi pekerti Ilahi, mereka amat dekat disisi Allah. Doa mereka selalu diterima oleh Allah. Mereka senang dengan doa: “Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami suka menganiaya diri kami. Jika Engkau tidak berkenan memberi ampunan dan kasih sayang kepada kami, pasti kami akan termasuk orang-orang yang rugi”. Di antara mereka ada pula yang berhati seperti hati Nabi Nuh as. Jumlah mereka hanya empat puluh orang di setiap zamannya. Hati mereka seperti hatinya Nabi Nuh as. Beliau adalah Nabi dan Rasul pertama. Mereka suka berdoa, seperti doa Nabi Nuh as yang ertinya: “TuhanKu, ampunilah aku dan kedua orang tuaku dan sesiapa sahaja dari orang beriman, lelaki ataupun wanita yang masuk ke dalam rumahku dan jangan Engkau tambahkan bagi orang-orang yang berbuat aniaya kecuali kebinasaan”. Tingkatan wali dari jenis ini sukar diraih orang, sebab ciri khas mereka sangat keras dalam menegakkan agama, seperti sifat Nabi Nuh as. Mereka selalu memperhatikan sabda Nabi saw yang ertinya: “Barangsiapa yang beribadah selama empat puluh hari dengan penuh ikhlas, maka akan terpancar ilmu hakikat dari lubuk hatinya ke lidahnya”. Di antaranya pula ada yang berhati seperti hati Nabi Ibrahim. Jumlah wali jenis ini hanya ada tujuh orang dalam setiap zamamnya. Rasulullah saw pernah menceritakan tentang mereka dalam salah satu sabdanya. Mereka suka dengan doa Nabi Ibrahim as yang ertinya: “Tuhanku, berikan kepadaku kebijaksanaan, dan ikutkan aku kepada orang-orang salih”. Mereka diberi keistimewaan yang luar biasa, hati mereka dibersihkan dari rasa ragu, rasa dengki dan rasa buruk sangka terhadap Khalik maupun makhluk, mereka terlindung dari sebarang perbuatan buruk. Syeikh Muhyiddin berkata: “Aku pernah menemui salah seorang dari jenis wali tersebut, aku kagum dengan kemuliaan budi pekertinya, luas pengetahuannya dan kesucian hatinya, sampai aku beranggapan bahwa kesenangan syurga telah dipercepatkan baginya”. Di antaranya pula ada yang berhati seperti hati Malaikat Jibril. Jumlah wali jenis ini hanya ada lima orang sahaja dalam setiap zamannya. Rasulullah saw pernah menyebut tentang mereka dalam salah satu sabdanya. Mereka diberi kekuatan seperti yang diberikan kepada malaikat Jibril yang amat kuat. Di hari kiamat kelak, mereka akan dikumpulkan dengan malaikat Jibril. Dan malaikat Jibril senantiasa membantu rohani mereka, sehingga mereka selalu terpimpin. Di antaranya pula ada yang berhati seperti hati Malaikat Mikail as. Jumlah mereka hanya ada tiga orang sahaja dalam setiap masanya. Keistimewaan mereka suka berlemahlembut terhadap semua orang, dan mereka diberi kekuatan seperti Malaikat Mikail. Di antaranya pula ada yang berhati seperti hati Malaikat Israfil. Jumlah mereka hanya ada satu orang sahaja dalam setiap zamann. Nabi saw pernah menyebut tentang mereka dalam salah satu sabdanya. Menurut pengamatan kami,Syeikh Abu Yazid Al Bustami termasuk salah seorang dari jenis wali ini. Termasuk juga Nabi Isa as. Syeikh Al Muhyiddin berkata: “Di antara tokoh-tokoh sufi ada yang diberi hati seperti hati Nabi Isa, kedudukan mereka sangat tinggi di sisi Allah swt”. Di antaranya pula ada yang diberi hati seperti hati Nabi Daud as. Jumlah mereka di setiap masa hanya terbatas beberapa orang saja. Mereka diberi berbagai keistimewaan, kedudukan tinggi di dunia dan ketebalan iman. 10. Rijalul Ghaib Di antaranya pula ada yang diberi pangkat Rijalul Ghaib atau manusia-manusia misteri. Jumlah wali jenis ini hanya sepuluh orang di setiap masa. Mereka orang-orang yang selalu khusyu’, mereka tidak berbicara kecuali dengan perlahan atau berbisik, kerana mereka merasa bahwa Allah swt selalu mengawasi mereka. Mereka sangat misteri, sehingga keberadaan mereka tidak banyak dikenal kecuali oleh ahlinya. Mereka selalu rendah hati, malu dan mereka tidak banyak mementingkan kesenangan dunia. Boleh dikata segala tindak tanduk mereka selalu misteri. Di antaranya pula ada yang selalu menegakkan agama Allah. Jumlah mereka hanya lapan belas orang di setiap masa. Ciri khas mereka adalah selalu menegakkan hukum-hukum Allah. Dan mereka bersikap keras terhadap segala penyimpangan. Syeikh Abu Madyan termasuk salah seorang di antara mereka. Beliau berkata kepada murid-muridnya: “Tampilkan kepada manusia tanda redha kamu sebagaimana kamu menampilkan rasa ketidaksenangan kamu, dan perlihatkan kepada manusia segala nikmat yang diberikan Allah, baik yang zahiriyah mahupun batiniyah seperti yang dianjurkan Allah dalam firmanNya berikut: “Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaknya engkau menyebut-nyebutnya sebagai tanda bersyukur”26 26 Surah Adh Dhuha: 11 11. Rijalul Quwwatul Ilahiyah Di antaranya pula ada wali yang dikenal dengan nama Rijalul Quwwatul Ilahiyah ertinya orang-orang yang diberi kekuatan oleh Tuhan. Jumlah mereka hanya lapan orang sahaja di setiap zaman. Wali jenis ini mempunyai keistimewaan, iaitu sangat tegas terhadap orang-orang kafir dan terhadap orang-orang yang suka memperkecilkan agama. Sedikit pun mereka tidak takut oleh kritikan orang. Di kota Fez ada seorang yang bernama Abu Abdullah Ad Daqqaq. Beliau dikenal sebagai seorang wali dari jenis Rijalul Quwwatul Ilahiyah. Di antaranya pula ada jenis wali yang sifatnya keras dan tegas. Jumlah mereka hanya ada 5 orang disetiap zaman. Meskipun watak mereka tegas, tetapi sikap mereka lemah lembut terhadap orang-orang yang suka berbuat kebajikan. 12. Rijalul Hanani Wal Athfil Ilahi Di antaranya pula ada jenis wali yang dikenal dengan nama Rijalul Hanani Wal Athfil Illahi ertinya mereka yang diberi rasa kasih sayang Allah. Jumlah mereka hanya ada lima belas orang di setiap zamannya. Mereka selalu bersikap kasih sayang terhadap manusia baik terhadap yang kafir mahupun yang mukmin. Mereka melihat manusia dengan pandangan kasih sayang, kerana hati mereka dipenuhi rasa insaniyah yang penuh rahmat. 13. Rijalul Haibah Wal Jalal Di antaranya pula ada yang termasuk dalam golongan Rijalul Haibah Wal Jalali. Jumlah mereka hanya empat orang di setiap masa. Jenis wali tingkatan ini dikenal sebagai orang-orang yang hebat dan mengkagumkan, meskipun sifat mereka lemah lembut, tetapi orang-orang yang menemui mereka akan tunduk. Mereka tidak dikenal di bumi, tapi mereka adalah orang-orang yang dikenal di langit. Di antara mereka ada yang mempunyai hati seperti Nabi Muhammad saw, ada pula yang mempunyai hati seperti Nabi Syuaib, Nabi Salleh dan Nabi Hud. Sayyid Muhyiddin berkata: “Aku pernah menemui wali golongan ini di kota Damsyik”. 14. Rijalul Fathi Di antaranya pula ada yang termasuk dalam golongan Rijalul Fathi. Ertinya rahsia-rahsia Allah swt selalu terbuka bagi mereka. Jumlah mereka hanya ada 24 orang di setiap masanya. Jumlah mereka sama dengan bilangan jam, yaitu 24 orang. Meskipun demikian, mereka tidak pernah berkumpul di satu tempat dalam jumlah sebanyak itu. Adanya mereka menyebabkan terbukanya pintu-pintu pengetahuan, baik yang nyata mahupun yang rahsia. 15. Rijalul Ma’arij Al’-‘Ula Di antaranya pula ada yang termasuk dalam kelompok Rijalul Ma’arij Al ‘Ula. Jumlah mereka hanya tujuh orang di setiap masa. Mereka termasuk wali-wali tingkatan tinggi, hamper setiap saatnya mereka naik ke alam malakut, mereka adalah orang-orang pilihan. 16. Rijalu Tahtil Asfal Di antaranya pula ada yang termasuk dalam golongan Rijalu Tahtil Asfal, iaitu mereka yang berada di alam terbawah di bumi. Jumlah mereka tidak lebih dari 21 orang di setiap masa. Ciri khas wali ini, hati mereka selalu hadir di hadapan Allah. 17. Rijalul Imdadil Ilahi Wal Kaun Di antaranya pula ada yang termasuk dalam golongan Rijalul Imdadil Ilahi Wal Kauni, iaitu mereka yang selalu mendapat kurniaan Ilahi. Jumlah mereka tidak lebih dari tiga orang di setiap masa. Mereka selalu mendapat pertolongan Allah untuk menolong manusia sesamanya. Sikap mereka dikenal lemah lembut dan berhati penyayang. Mereka senantiasa menyalurkan anugerah-anugerah Allah kepada manusia. Pokoknya, adanya mereka menunjukkan berpanjangannya kasih sayang Allah kepada makhlukNya. 18. Ilahiyun Rahmaniyun Di antaranya pula ada yang termasuk dalam golongan Ilahiyun Rahmaniyun, iaitu manusia-manusia yang diberi rasa kasih sayang yang luar biasa. Jumlah mereka ini hanya tiga orang di setiap masa. Sifat mereka seperti wali-wali Abdal, meskipun mereka tidak termasuk didalamnya. Kegemaran mereka suka mengkaji firman-firman Allah. 19. Rijalul Istithaalah Di antaranya pula ada yang termasuk dalam golongan Rijalul Istithaalah, iaitu manusia-manusia yang selalu mendapat pertolongan Allah. Jumlah mereka hanya seorang dalam setiap masa. Yang termasuk kelompok ini adalah Syeikh Abdul Qadir Jilani. Mereka selalu menolong manusia dan mereka sangat ditakuti. 20. Rijalul Ghina Billah Di antaranya pula ada yang termasuk dalam golongan Rijalul Ghina Billah, iaitu orang-orang yang tidak memerlukan kepada manusia sedikit pun. Jumlah mereka hanya dua orang di setiap masanya. Mereka selalu mendapat siraman rohani dari alam malakut, sehingga kelompok ini tidak memerlukan kepada bantuan sesiapa pun, selain bantuan Allah. 21. Rijalu ‘Ainut Tahkim Waz Zawaid Di antaranya pula ada yang termasuk dalam golongan Rijalu ‘Ainut Tahkim Waz Zawaid. Jumlah mereka hanya sepuluh orang di setiap zamannya. Mereka senantiasa meningkatkan keyakinannya terhadap masalah-masalah yang ghaib. Seluruh hidup mereka terlihat aktif di semua aktivitas ibadah. 22. Rijalul Isytiqaq Diantaranya pula ada yang termasuk dalam golongan RijalulIsytiqaq, iaitu mereka yang selalu rindu kepada Allah. Jumlah mereka hanya lima orang di setiap zamannya. Kegemaran mereka hanya memperbanyakkan solat di siang hari dan di malam hari. 23. Al-Mulamatiyah Di antaranya, ada yang termasuk dalam golongan Al Mulamatiyah. Mereka tergolong dari wali darjat yang tinggi, pimpinan tertingginya adalah Nabi Muhammad saw. Mereka sangat berhati-hati dalam melaksanakan syariat Islam. Segala sesuatu mereka tempatkan di tempatnya yang tepat. Tindak tanduk mereka selalu didasari rasa takut dan hormat kepada Allah. Sudah tentu keberadaan mereka sangat diperlukan, meskipun mereka tidak terbatas. Ada kalanya jumlah mereka meningkat, tetapi ada kalanya pula jumlah mereka berkurangan. 24. Al-Fuqara’ Di antaranya, ada pula yang termasuk dalam golongan AlFuqara’. Jumlah mereka ada kalanya meningkat dan ada kalanya berkurangan. Ciri khas mereka ini selalu merendahkan diri. Mereka merasa rendah di hadapan Allah. 25. As-Sufiyyah Di antaranya, ada pula yang termasuk dalam kelompok As Sufiyyah. Jumlah mereka tidak terbatas. Ada kalanya membesar dan ada kalanya pula berkurangan. Mereka dikenal sebagai wali yang amat luhur budi pekertinya. Mereka selalu menghias diri mereka dengan kebajikan-kebajikan yang sesuai dengan ketinggian budi pekerti mereka. 26. Al-‘Ibaad Di antaranya, ada pula yang termasuk dalam golongan Al ‘Ibaad. Mereka dikenali sebagai orang-orang yang suka beribadah. Pokoknya, ibadah merupakan kegiatan mereka sehari-hari, mereka suka mengasingkan diri di gunung-gunung, di lembah-lembah dan di pantai-pantai. Di antara mereka ada yang mahu bekerja, tetapi kebanyakan dari mereka meninggalkan semua kegiatan duniawi. Puasa sepanjang masa dan beribadah di malam hari merupakan syiar mereka. Sebab, menurut mereka dunia ini adalah tempat untuk menyuburkan amal-amal di akhirat. Abu Muslim Al Khaulani adalah di antara wali tingkatan ini. Biasanya jika ia merasa letih ketika beribadah di malam hari, maka ia memukul kedua kakinya seraya berkata: “Kamu berdua lebih pantas dipukul dari binatang ternakanku”. 27. Az-Zuhaad Di antaranya, ada pula yang termasuk dalam golongan Az Zuhaad. Mereka termasuk orang-orang yang suka meninggalkan kesenangan duniawi. Mereka mempunyai harta, tetapi mereka tidak pernah menikmatinya sedikitpun, sebab, seluruh hartanya mereka nafkahkan pada jalan Allah. Sayyid Muhyiddin berkata: “Di antara bapa saudaraku ada yang tergolong dari wali tingkatan ini”. Disebutkan bahawa Syeikh Abdullah At Tunisi, seorang ahli ibadah di masanya, ia dikenal sebagai salah seorang wali Az Zuhad. Pada suatu hari, penguasa kota Tilmasan menghampiri tempat Syeikh Abdullah seraya berkata kepadanya: “Wahai Syeikh Abdullah, apakah aku boleh solat dengan pakaian kebesaranku ini?” Mendengar pertanyaan itu, Syeikh Abdullah tertawa. Tanya si penguasa: “Mengapa engkau tertawa, wahai Syeikh? Jawab Syeikh Abdullah: “Aku tertawa kerana lucunya pertanyaanmu tadi, sebab mengapa engkau bertanya kepadaku seperti itu, padahal pakaianmu dan makananmu dari harta yang haram?” Mendengar jawaban Syeikh Abdullah seperti itu, maka si penguasa menangis dan menyatakan taubatnya kepada Syeikh, selanjutnya ia meninggalkan kekuasaannya demi untuk mengabdikan diri kepada Syeikh Abdullah, sehingga beliau berkata: “Mintalah doa kepada Yahya Bin Yafan, sesungguhnya ia adalah seorang penguasa dan seorang ahli zuhud, andaikata aku diuji sepertinya, mungkin aku tidak dapat melaksanakannya”. 28. Rijalul Maa’i Di antaranya, ada pula yang termasuk dalam golongan Rijalul Maa’i. Mereka adalah para wali yang senantiasa beribadah di pinggir-pinggir laut dan sungai. Mereka tidak banyak dikenal, kerana mereka suka mengasingkan diri. Disebutkan, bahwa Syeikh Abu Saud Asy Syibli pernah berada di pinggir sungai Dajlah di Baghdad. Ketika hatinya bergerak: “Apakah ada di antara hamba-hamba Allah yang beribadah di dalam air?” Tiba-tiba ada seorang yang muncul dari dalam air seraya berkata: “Ada, wahai Abu Saud. Di antara hamba-hamba Allah ada juga yang beribadah di dalam air dan aku termasuk di antara mereka. Aku berasal dari negeri Takrit, aku sengaja keluar, kerana beberapa hari mendatang akan terjadi musibah di negeri Baghdad”. Kemudian ia menghilang ke dalam air. Kata Abu Saud: “Ternyata tidak lebih dari lima belas hari musibah memang terjadi.” 29. Al-Afrad Di antaranya, ada pula yang termasuk dalam golongan Al Afrad. Mereka termasuk wali-wali berkedudukan tinggi. Di antara mereka adalah Syeikh Muhammad Al ‘Awani, sahabat karib Syeikh Abdul Qodir Al Jailani. Mereka ini jarang dikenal manusia awam, kerana kedudukan mereka terlalu tinggi. Jumlah mereka tidak terbatas. Ada kalanya jumlah mereka meningkat dan ada kalanya pula berkurangan. 30. Al-Umana’ Di antaranya, ada pula yang termasuk dalam golongan Al Umana’ artinya orang-orang yang dapat diberikan kepercayaan. Di antara mereka adalah Abu Ubaidah Ibnul Jarrah, sepertimana yang disebutkan oleh Nabi saw: “Abu Ubaidah adalah orang yang paling dapat diberi kepercayaan di antara umat ini”. Jumlah mereka tidak terbatas. Mereka jarang dikenal manusia, kerana mereka tidak pernah menonjol ditengah masyarakatnya. 31. Al-Qurra’ Di antaranya, ada pula yang termasuk dalam golongan Al Qurra’. Mereka ahli membaca Al Quran. Menurut sebuah hadis, wali-wali ini termasuk orang-orang yang dekat dengan Allah, kerana mereka ahli Al Quran. Dan mereka harus dimuliakan. Syeikh Sahal Bin Abdullah At Tusturi termasuk di antara mereka. 32. Al-Ahbab Di antaranya, ada pula yang termasuk dalam golongan Al Ahbab, iaitu orang-orang yang dikasihi. Jumlah mereka tidak terbatas, adakalanya meningkat, adakalanya pula berkurangan. Mereka mencapai tingkatan ini disebabkan mereka melaksanakan segala ibadah dan takarrub kerana cinta kepada Allah. Ibadah yang didasari cinta, lebih baik dari ibadah yang berharap pahala dan syurga. Maka sebagai imbalan baik bagi mereka, mereka mendapat kasih sayang Allah yang luar biasa. 33. Al-Muhaddathun Di antaranya, ada pula yang termasuk dalam golongan Al Muhaddathun, iaitu orang-orang yang selalu diberi ilham oleh Allah. Menurut hadits Nabi, ada sebahagian dari umatku yang diberi ilham dari Allah. Maka Umar Bin Al Khattab termasuk salah satu dari mereka. Sayyid Muhyiddin Ibnu Arabi ra berkata: “Di zaman kami ada pula wali-wali Al Muhaddathun, di antaranya adalah Abul Abbas Al Khasyab dan Abu Zakariya Al Baha-i”. Para wali yang tergolong dalam golongan ini senantiasa mendapat bisikan-bisikan rohani dari penduduk alam malakut, misalnya dari Jibril, Mikail, Israfil dan Izrail, sebab rohani mereka sudah dapat menembus alam arwah atau alam malakut. 34. Al-Akhilla’ Di antaranya, ada pula yang termasuk dalam golongan Al Akhilla’. Mereka adalah orang-orang yang dicintai Allah, sebab segala ibadah yang mereka lakukan selalu didasari cinta kepada Allah. Jumlah mereka tidak terbatas, adakalanya meningkat dan adakalanya berkurangan. 35. As-Samra’ Di antaranya, ada pula yang termasuk dalam golongan As Samra’. Erti kata As Samra’ adalah berkulit hitam manis. Jumlah mereka tidak terbatas. Mereka termasuk orang-orang yang senantiasa berdialog dengan Allah, sebab hati mereka selalu dipenuhi rasa ketuhanan yang tiada taranya. 36. Al-Wirathah Di antaranya, ada pula yang termasuk dalam golongan Al Wirathah, iaitu mereka yang mendapat warisan dari Allah. Mereka adalah para ulama, pewaris para Nabi. Kelompok ini termasuk orang-orang yang gemar beribadah sampai melebihi dari batas kemampuannya. Mereka suka mengasingkan diri di tempat-tempat terpencil demi untuk memenuhi kecintaannya kepada Allah. CERITA TENTANG WALI-WALI ALLAH Kisah Wali Allah yang Solat Di Atas Air Sebuah kapal yang sarat dengan muatan dan bersama 200 orang temasuk ahli perniagaan berlepas dari sebuah pelabuhan di Mesir. Apabila kapal itu berada di tengah lautan maka datanglah ribut petir dengan ombak yang kuat membuat kapal itu terumbang-ambing dan hampir tenggelam. Berbagai usaha dibuat untuk mengelakkan kapal itu dipukul ombak ribut, namun semua usaha mereka sia-sia sahaja. Kesemua orang yang berada di atas kapal itu sangat cemas dan menunggu apa yang akan terjadi pada kapal dan diri mereka. Ketika semua orang berada dalam keadaan cemas, terdapat seorang lelaki yang sedikitpun tidak merasa cemas. Dia kelihatan tenang sambil berzikir kepada Allah S.W.T. Kemudian lelaki itu turun dari kapal yang sedang terumbangambing dan berjalanlah dia di atas air dan mengerjakan solat di atas air. Beberapa orang peniaga yang bersama-sama dia dalam kapal itu melihat lelaki yang berjalan di atas air dan dia berkata, “Wahai wali Allah, tolonglah kami. Janganlah tinggalkan kami!” Lelaki itu tidak memandang ke arah orang yang memanggilnya. Para peniaga itu memanggil lagi, “Wahai wali Allah, tolonglah kami. Jangan tinggalkan kami!” Kemudian lelaki itu menoleh ke arah orang yang memanggilnya dengan berkata, “Apa hal?” Seolah-olah lelaki itu tidak mengetahui apa-apa. Peniaga itu berkata, “Wahai wali Allah, tidakkah kamu hendak mengambil berat tentang kapal yang hampir tenggelam ini? “Wali itu berkata, “Dekatkan dirimu kepada Allah.” Para penumpang itu berkata, “Apa yang mesti kami buat?” Wali Allah itu berkata, “Tinggalkan semua hartamu, jiwamu akan selamat.” Kesemua mereka sanggup meninggalkan harta mereka. Asalkan jiwa mereka selamat. Kemudian mereka berkata, “Wahai wali Allah, kami akan membuang semua harta kami asalkan jiwa kami semua selamat.” Wali Allah itu berkata lagi, “Turunlah kamu semua ke atas air dengan membaca Bismillah.” Dengan membaca Bismillah, maka turunlah seorang demi seorang ke atas air dan berjalan menghampiri wali Allah yang sedang duduk di atas air sambil berzikir. Tidak berapa lama kemudian, kapal yang mengandungi muatan beratus ribu ringgit itu pun tenggelam ke dasar laut. Habislah kesemua barang-barang perniagaan yang mahal-mahal terbenam ke laut. Para penumpang tidak tahu apa yang hendak dibuat, mereka berdiri di atas air sambil melihat kapal yang tenggelam itu. Salah seorang daripada peniaga itu berkata lagi, “Siapakah kamu wahai wali Allah?” Wali Allah itu berkata, “Saya ialah Awais Al-Qarni.” Peniaga itu berkata lagi, “Wahai wali Allah, sesungguhnya di dalam kapal yang tenggelam itu terdapat harta fakir-miskin Madinah yang dihantar oleh seorang jutawan Mesir.” WaliAllah berkata, “Sekiranya Allah kembalikan semua harta kamu, adakah kamu betul-betul akan membahagikannya kepada orang-orang miskin di Madinah?” Peniaga itu berkata, “Betul, saya tidak akan menipu, ya wali Allah.” Setelah wali itu mendengar pengakuan dari peniaga itu, maka dia pun mengerjakan solat dua rakaat di atas air, kemudian dia memohon kepada Allah swt agar kapal itu ditimbulkan semula bersama-sama hartanya.Tidak berapa lama kemudian, kapal itu timbul sedikit demi sedikit sehingga terapung di atas air. Kesemua barang perniagaan dan lain-lain tetap seperti asal. Tiada yang kurang. Setelah itu dinaikkan kesemua penumpang ke atas kapal itu dan meneruskan pelayaran ke tempat yang dituju. Apabila sampai di Madinah, peniaga yang berjanji dengan wali Allah itu terus menunaikan janjinya dengan membahagi-bahagikan harta kepada semua fakir miskin di Madinah sehingga tiada seorang pun yang tertinggal. KARAMAH Karamah merupakan perkara luar biasa yang berlaku ke atas ulama atau wali Allah. Mereka adalah golongan insan yang beriman dan beramal soleh, ikhlas dalam perkataan, perbuatan serta menjadikan seluruh kehidupan mereka hanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Para kekasih Allah sangat menumpukan seluruh perhatiannya kepada Allah dan Allah pun senantiasa memperhatikannya bahkan menjadikan insan soleh tersebut lebih dekat kepadaNya. Karamah berlaku sepanjang zaman sejak dahulu hingga ke hari ini. Begitu halnya dari kalangan para sahabat, ramai memiliki karamah atau kelebihan yang luar biasa. Mereka beriman dengan kejernihan kalbu, kecintaan terhadap Allah dan RasulNya melebihi segala-galanya bahkan kasih sayang mereka terhadap orang mukmin sangat mendalam, sehingga akhirnya mereka memperoleh darjat yang tinggi. PENGERTIAN KARAMAH Karamah berasal dari kata Ikraam yang mempunyai erti penghargaan dan pemberian. Allah mengurniakan wali-waliNya berbagai kejadian luar biasa atau yang biasa disebut karamah. Hal itu diberikan kepada mereka sebagai rahmat dari Allah dan bukan kerana hak mereka. Karamah biasa disebut sebagai kejadian yang luar biasa yang diberikan Allah kepada hamba-hambaNya yang selalu meningkatkan taraf ibadahnya dan ketaatannya. Karamah itu diberikan sebagai suatu pembekalan ilmu atau sebagai ujian bagi seorang wali. Dan karamah boleh terjadi tanpa sebab dan tanpa adanya tentangan dari orang lain. PENJELASAN TENTANG KEJADIAN-KEJADIAN LUAR BIASA Allah telah menganugerahkan kepada manusia khusus dan awam 8 perkara luar biasa yang mencarit adat yang boleh berlaku ke atas manusia. Perkara luar biasa itu bolehlah dibahagikan kepada 2 bahagian iaitu, 4 perkara yang dipuji dan 4 perkara yang dikeji dan menyalahi ajaran Islam. Ramai daripada kalangan orang Islam sendiri yang terkeliru tentang konsep dan perbezaan perkaraperkara tersebut, kadang-kala masyarakat tidak dapat membezakan yang mana baik dan yang mana mesti dijauhi. Bagi menjelaskan kekeliruan itu maka dijelaskan serba ringkas tentang perkara-perkara tersebut, agar kita semua dapat membuat penilaian dengan sebaik-baiknya. Mukjizat Kejadian luar biasa yang diberikan kepada seorang nabi atau rasul untuk menguatkan kenabian dan kerasulannya. Karamah Kejadian luar biasa yang diberikan kepada seorang hamba yang salih atau wali, dan ia tidak mengaku sebagai seorang nabi atau rasul. Ma’unah Kejadian luar biasa yang diberikan kepada sebagian orang awam untuk melepaskan dirinya dari kesulitan. Ihaanah Kejadian luar biasa yang diberikan kepada seorang pembohong yang mengaku sebagai nabi, seperti yang pernah diberikan kepada Musailamah Al Kadzab. Ia pernah meludah di sebuah sumur dengan harapan agar airnya bertambah banyak, tetapi pada kenyataannya airnya mengering, dan ia pernah meludah pada mata seorang yang juling, agar matanya sembuh, tetapi pada kenyataannya mata orang itu menjadi buta. Istidraj Kejadian luar biasa yang diberikan kepada orang fasik yang mengaku sebagai wakil Tuhan dengan mengemukakan berbagai dalil untuk menguatkan kebohongannya.Menurut Ijma’, biasanya seorang yang mengaku sebagai nabi, maka ia tidak akan diberi kejadian luar biasa. Irhaas Kejadian luar biasa yang diberikan kepada seorang nabi meskipun ia belum diutus, seperti adanya naungan awan bagi Rasulullah saw di masa kecilnya. Sihir Suatu cara yang dapat menampilkan berbagai perbuatan yang aneh bagi yang tidak mengerti seluk beluknya, tetapi seluk beluknya itu dapat dipelajari. Sya’wazah Kejadian luar biasa yang biasa timbul di tangan seseorang, sehingga menimbulkan pesona bagi yang melihatnya meskipun kejadian itu tidak terjadi. PERBEZAAN ANTARA KARAMAH DAN ISTIDRAJ Seseorang yang menginginkan sesuatu, kemudian Allah memberinya, maka pemberian itu tidak menunjukkan bahawa orang itu mempunyai kedudukan mulia di sisi Allah, baik pemberian itu bersifat biasa ataupun tidak. Kemungkinan pemberian itu merupakan anugerah dari Allah, tetapi kemungkinan pula merupakan istidraj, iaitu pemberian sebagai ujian. Al Istidraj mempunyai beberapa nama atau istilah yang berbagai: 1. Adakalanya seseorang dikabulkan segala permintaannya agar ia makin bertambah ingkar dan sesat dan pada akhirnya ia akan dimatikan dalam keadaan kafir. Hal itu seperti yang disebutkan dalam firman Allah: “Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan ) dengan cara yang tidak mereka ketahui”.27 27 Surah Al-Qalam :44 2. Makar: Dalam Al Qur’an disebutkan: “Maka tidak ada yang terhindar dari tipu daya Allah kecuali orang yang rugi”. 28 Allah berfirman: “Dan mereka berbuat tipu daya, maka Allah membalas mereka dengan tipu daya yang serupa dan Dia sebaik-baik yang membuat balasan”29 28 Surah Al-‘Araf: 99 29 Surah Ali ‘Imran: 54 3. Al Kaid artinya tipu daya: Dalam firman Allah disebutkan: “Mereka berusaha menipu Allah, padahal Allah yang menipu mereka”30 Allah berfirman: “Mereka akan menipu Allah dan orang-orang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri, tetapi mereka tidak merasakannya”.31 30 Surah An-Nisaa’:142 31 Surah Al-Baqarah: 9 4. Imla’ mempunyai arti memberi tangguh: Firman Allah: “Dan janganlah orang-orang kafir itu mengira bahawa pemberian tangguh bagi mereka itu memberi kebaikan bagi mereka, tetapi hal itu terjadi agar mereka makin bertambah dosa-dosanya”32 32 Surah Ali ‘Imran: 178 5. Al Ihlak mempunyai arti kebinasaan: Allah berfirman: “Sampai ketika mereka bergembira dengan apa yang diberikan kepada mereka, maka Kami siksa mereka dengan cara yang mendadak”33. Allah berfirman: “Firaun dan bala tentaranya menyombongkan diri di permukaan bumi tanpa alasan yang dibenarkan, dan mereka mengira bahwa mereka tidak akan kembali kepada Kami, maka Kami menyiksanya dan bala tentaranya, kemudian Kami menenggelamkan mereka di dalam laut”34 33 Surah Al-‘Anam: 44 34 Surah Al-Qisas: 33 Dari ayat-ayat di atas, dapat kami simpulkan bahwa antara karamah dan istidraj ada perbezaan. Seorang yang diberi karamah tidak pernah merasa senang atas pemberian itu, bahkan ia makin bertambah takut kepada Allah, sebab ia takut kalau pemberian karamah itu merupakan ujian atau merupakan istidraj. Lain halnya dengan seorang yang diberi istidraj. Ia makin maharajalela, kerana ia mendapat anugerah dan ia pun tidak takut disiksa. Adapun kalau seseorang bergembira ketika ia diberi karamah, maka ia termasuk orang yang melanggar. Ini disebabkan oleh beberapa perkara antaranya :- • Jika seorang diberi karamah, lalu ia bergembira, maka ia termasuk orang yang menyimpang, kerana ia merasa berhak untuk mendapatkan anugerah semacam itu disebabkan amal kebajikannya. • Karamah adalah sesuatu yang di luar kebiasaan Sunnatullah. Seorang yang diberi karamah, kemudian ia terlalu bangga dengan karamah yang diperolehinya, bererti ia telah melanggar dan telah menyimpang dari kebenaran. • Seseorang yang berkeyakinan, bahwa ia berhak mendapat karamah kerana amal kebajikannya, maka boleh dikatakan bahawa ia seorang yang bodoh. Seharusnya ia merasa bahawa semua amal ibadah yang ia kerjakan merupakan kewajipan baginya terhadap hak Allah. Seharusnya ia selalu merasa kurang pengabdiannya kepada Tuhannya, tetapi kalau ia merasa puas, maka ia termasuk orang yang bodoh. • Seseorang yang diberi karamah, seharusnya ia merasa bahwa karamah yang diberikan kepadanya hanya untuk menundukkan dirinya makin rendah dihadapan Allah. Bila seseorang berlaku sebaliknya, maka sudah jelas orang itu mirip dengan Iblis yang merasa sombong atas kemuliaan yang diberikan kepada dirinya. • Karamah itu adakalanya tidak menyebabkan seseorang menjadi mulia. Seseorang yang bangga ketika mendapat karamah, maka ia terlalu membesarkan sesuatu yang biasa. Seseorang yang membesarkan sesuatu yang biasa, maka ia sama dengan berbuat sesuatu yang sia-sia. Demikian pula, seorang wali yang bangga dengan karamah, maka ia termasuk seorang yang rendah kedudukannya. • Seseorang yang sombong diri kerana kedudukannya, ia sama seperti Iblis dan Firaun. Nabi saw bersabda: “Ada tiga perkara yang menyebabkan kebinasaan seseorang. Yang terakhir adalah seorang yang membanggakan kedudukan peribadinya”. • Allah berfirman: “Maka terimalah apa yang Aku berikan kepadamu dan jadilah engkau orang-orang yang berterima kasih. Dan sembahlah Tuhanmu sampai engkau didatangi kematian”. Berdasarkan ayat di atas, seseorang yang mendapat kurnia dari Allah, hendaknya ia selalu rajin menyembah Allah dan mensyukuri semua nikmat yang ia terima, bukannya makin bertambah ingkar. • Ketika Nabi saw diberi pilihan untuk memilih, apakah beliau ingin dijadikan sebagai seorang penguasa dan seorang Nabi, ataukah beliau ingin dijadikan seorang hamba dan seorang Nabi, maka beliau memilih pilihan yang kedua. Kerana itu nama beliau selalu disebut di dalam tasyahud setiap muslim dalam ucapan: “Wa asyhadu anna Muhammadan abduhu war rasuluh”. • Seseorang yang selalu bergaul akrab dengan makhluk, maka ia tidak terlalu akrab bergaul dengan Khaliknya. • Seseorang yang tidak takut dan tidak bertawakkal kepada Allah sudah tentu ia tidak akan menjadi wali, apa lagi kalau ia selalu menyandarkan hidupnya kepada dirinya atau kepada orang lain. Jika seseorang dapat mendatangkan satu perbuatan atau kejadian yang luar biasa, pasti ia akan mengikutinya dengan pengakuan bagi dirinya, tetapi ada juga yang tidak. Bagi mereka yang dapat mengikuti dengan pengakuan bagi dirinya dan dapat mendatangkan sesuatu perbuatan atau kejadian yang luar biasa, adakalanya ia mengaku sebagai Tuhan, atau sebagai Nabi, atau sebagai wali, atau sebagai ahli sihir. Dalam perkara ini dapat kita bahagikan kepada empat bahagian :- a. Ada yang mengaku sebagai Tuhan: Ada kalanya orang yang dapat mendatangkan suatu perbuatan atau kejadian yang luar biasa, maka ia mengaku sebagai Tuhan, seperti yang dilakukan oleh Firaun dan yang akan dilakukan oleh Dajjal. Dalam keadaan seperti, ini sudah jelas, bahawa perbuatan orang itu adalah batil. b. Ada pula yang mengaku sebagai Nabi: Ini boleh berlaku pada dua kemungkinan, iaitu adakalanya pengakuannya itu benar, tetapi adakalanya pengakuannya itu bohong. Jika pengakuannya itu memang benar dan ia benar-benar nabi, maka ia harus mampu untuk menunjukkan bukti kenabiannya, tetapi jika ia tidak mampu menunjukkan buktinya, maka ia adalah seorang pembohong. c. Ada yang mengaku sebagai seorang wali: Dalam keadaan seperti ini ada yang boleh melakukannya, tetapi ada pula yang tidak mampu. d. Ada yang mengaku sebagai ahli sihir: Dalam situasi seperti ini ada kalanya orang-orangnya dapat membuktikan kepandaiannya, tetapi kaum Mutazilah menolak pendapat ini. Seseorang yang dapat mendatangkan perbuatan atau kejadian yang luar biasa tanpa pengakuan bagi dirinya, adakalanya ia seorang wali yang diredhai oleh Allah, tetapi adakalanya pula ia seorang fasik yang banyak dosanya. Ada pula yang dapat mendatangkan berbagai kejadian luar biasa, tetapi ia tidak termasuk orang yang taat kepada Allah, bahkan orang itu selalu berbuat dosa dan maksiat. Kejadian luar biasa yang ia datangkan itu disebut Istidraj, iaitu kelebihan yang diberikan kepadanya, agar dosanya dan kejahatannya makin bertambah dan terus menerus, seperti yang diberikan kepada Iblis dan syaitan. TUJUAN KARAMAH 1. Dapat menambah keyakinan kepada Allah. 2. Untuk menguatkan kepercayaan masyarakat kepada seorang wali, seperti yang terjadi pada masa-masa terdahulu. Berbeza halnya dengan masa-masa terakhir. Kaum salaf salih tidak pernah memerlukan karamah sedikit pun. 3. Adanya karamah merupakan bukti anugerah atau pangkat yang diberikan Allah kepada seorang wali, agar pengabdiannya tetap istiqamah. DALIL-DALIL WUJUDNYA KARAMAH Andaikata Allah swt tidak mahu memperlihatkan karamah bagi seorang mukmin, mungkin kerana Allah swt memang tidak ingin melakukannya, atau mungkin juga seorang mukmin itu memang belum pantas mendapatkan karamah. Adapun kemungkinan pertama, dapat memberi penilaian yang tidak baik terhadap takdir Allah swt, tentunya hal itu dapat menyebabkan ingkar kepada Dzat Allah. Sedangkan kemungkinan yang kedua adalah tak mungkin, sebab hal itu termasuk hal yang batil. Mengetahui Dzat Allah, sifat-sifatNya, perbuatan-perbuatanNya, hukumhukumNya, nama-namaNya, mencintaiNya, mentaatiNya dan senantiasa menyebutNya dan memujiNya, tentunya hal itu lebih mulia dari sekedar memberi se-potong roti, menundukkan seekor ular atau seekor singa. Dalil dari Al-Quran “Setiap kali Zakariya masuk untuk menemui Maryam di Mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: “Hai Maryam, dari mana kamu memperoleh makanan ini?”. Maryam menjawab: “Makanan itu dari sisi Allah”. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendakiNya tanpa perhitungan”35 “Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu, maka makanlah, minumlah dan bersenang hatilah kamu”36 Siti Maryam bukanlah seorang nabi. Tentunya yang terjadi padanya, seperti yang tertera pada ayat di atas, bukanlah suatu mukjizat, tetapi suatu karamah. “ Ashif Ibnu Barkhiya berkata: “Aku akan membawa singgahsana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.” 37 Seorang hamba yang salih yang bernama Ashif Ibnu Barkhiya mampu membawa singgasana Ratu Balqis dari Yaman ke Syam hanya dalam waktu sekelip mata. Padahal ia bukan seorang Nabi. Tentunya kemampuan luar biasa yang dimilikinya adalah karamah. 35 Surah Al Imran: 37 36 Surah Maryam : 25-26 37 Surah An Naml: 40 “Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmatNya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu. Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam, menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda kebesaran Allah”38 “Dan mereka tinggal dalam gua selama tiga ratus tahun dan sembilan tahun”39 Pemuda Ashabul Kahfi seramai tujuh orang berasal dari Syam. Mereka hidup setelah masa Nabi Isa. Kerana mereka takut kehilangan imannya, maka mereka bersembunyi di sebuah gua untuk sesaat, tetapi mereka ditidurkan oleh Allah selama 300 tahun. Setelah itu mereka dibangunkan kembali. Anehnya tubuh mereka tidak binasa dimakan masa, kerana itu para ulama berpendapat bahwa mereka adalah para wali bukan para nabi. 38 Surah Al Kahfi: 16-17 39 Surah Al Kahfi: 25 “Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut dan aku bertujuan merusaknya bahtera itu, kerana di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.”Dan adapun anak itu, maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.”40 40 Surah Al Kahfi: 79 Dari Hadis Antara Karamah Umat Yang Terdahulu Hadis Pertama Dari Abdullah Ibnu Umar r.a, beliau berkata : “Rasulullah saw pernah bersabda: “Ada tiga lelaki tergolong di antara orang-orang terdahulu. Pada suatu hari, ketika mereka berjalan di suatu hutan, maka mereka bermalam di suatu gua. Setelah mereka masuk ke dalam gua, tiba-tiba sebuah batu besar jatuh tepat di permukaan gua itu dan menutupinya, sehingga mereka tidak dapat keluar. Kata salah seorang daripada mereka: “Tidak ada yang dapat menyelamatkan kamu, kecuali jika kamu berdoa kepada Allah dan bertawassul dengan perbuatan baik kamu.Salah seorang di antara mereka berkata: “Dahulu aku mempunyai ibu bapa yang telah lanjut usia, dan aku tidak pernah makan malam sebelum mereka makan. Pada suatu hari, keduanya sudah tidur ketika aku datang membawa segelas air susu. Aku tidak ingin membangunka mereka. Aku menjaga keduanya semalaman tanpa makan dan minum, dan aku tetap memegang gelas susu itu hingga pagi. Ketika keduanya bangun, barulah kuberikan air susu itu. Ya Allah, jika amalan salihku yang satu itu benar-benar ikhlas untukMu, maka bebaskan kami dari batu besar ini”. Dengan izin Allah, batu itu bergeser sedikit dari mulut gua,tetapi mereka masih belum dapat keluar. Selanjutnya, orang yang kedua berkata: “Dahulu, anak saudaraku termasuk orang yang paling aku cintai, aku selalu menggodanya, agar ia cinta kepadaku, tetapi ia selalu menolak. Pada suatu ketika, ia datang kepadaku dan minta bantuan wang. Aku ingin membantunya, asalkan ia ingin bercinta denganku. Ia bersetuju dengan permintaanku kerana terpaksa. Ketika aku hendak memperkosanya, maka ia berkata: “Sebenarnya engkau tidak boleh memecahkan keperawananku, kecuali dengan cara yang sah”. Maka aku segera meninggalkannya dan aku tidak minta kembali wangku. Ya Allah, jika Engkau tahu, bahwa perbuatanku itu keranaMu, maka selamatkanlah kami dari batu besar ini”. Dengan izin Allah batu besar itu bergeser sedikit, tetapi mereka belum dapat keluar. Selanjutnya orang yang ketiga berkata: “Dahulu aku mempunyai banyak pegawai, aku selalu memberi upah mereka tepat pada waktunya, dan aku tidak pernah merugikan mereka. Pada suatu kali salah seorang pegawaiku meninggalkan tempatku tanpa meminta upahnya. Selanjutnya, upah itu aku kembangkan dan aku belikan binatang ternak serta lembu abdi. Setelah beberapa waktu binatang ternak itu berkembang menjadi besar. Sampai pada suatu waktu ia datang kepadaku untuk meminta upahnya. Kataku: “Semua binatang ternak dan lembu abdi yang kau lihat di lembah itu adalah upahmu”. Kata lelaki itu: “Wahai hamba Allah, apakah engkau mempermainkan aku”. Kataku: “Aku tidak mempermainkan kamu”. Maka ia membawa pergi semua binatang ternak dan para abdi itu. Ya Allah, jika perbuatanku benar-benar ikhlas keranaMu, maka bebaskanlah kami dari himpitan batu besar ini”. Maka dengan izin Allah batu besar itu bergerak, sehingga ketiga orang itu dapat keluar dengan selamat.41 41 Hadis Hasan Sahih, Muttafaq Alaih Hadis Kedua Dari Abu Hurairah r.a. sesungguhnya Rasulullah saw. Pernah bersabda : “Tidak ada seorang bayi yang dapat berbicara ketika masih dibuaian ibunya, kecuali tiga orang, iaitu Isa putra Maryam as, seorang bayi di masa Juraij An Nasik, dan seorang bayi lainnya. Tentang Isa putra Maryam, kamu telah mengetahui kisahnya. Tentang Juraij, ia adalah seorang ahli ibadah dari kalangan Bani Israil. Ia mempunyai seorang ibu. Juraij gemar ibadah. Ketika ibunya rindu kepadanya, maka ia memanggil nama Juraij. Tetapi Juraij tidak memenuhi panggilan ibunya, ia hanya berkata: “Ya Allah, apakah sebaiknya aku memenuhi panggilan ibuku, ataukah aku meneruskan ibadahku?” Ibunya memanggilkannya sampai tiga kali, tetapi Juraij masih meneruskan ibadahnya tanpa memenuhi panggilannya. Maka ibunya kecewa, sehingga ia berdoa : “Ya Allah, jangan Engkau matikan putraku itu sampai setelah Engkau menemukannya dengan seorang wanita pelacur”. Kebetulan di tempat itu, ada seorang wanita pelacur. Ia berkata: “Aku akan merayu Juraij sampai ia berbuat zina denganku”. Maka ia mendatangi Juraij dan merayunya, tetapi Juraij tidak mempedulikannya. Akhirnya wanita pelacur itu merayu seorang petani yang kebetulan bermalam di samping tempat ibadah Juraij, sampai ia hamil dari petani itu. Selanjutnya ia mendatangi Juraij sambil membawa anak haramnya dari si petani. Kemudian ia berkata kepada orang banyak: “Bayiku ini adalah dari hasil hubungan gelapku dengan Juraij”. Mendengar ucapan wanita pelacur itu, maka Bani Israil mendatangi tempat ibadah Juraij, kemudian mereka menhancurkannya dan merejam Juraij secara beramai-ramai. Maka Juraij melakukan solat dan ia berdoa. Kemudian ia menyentuh tubuh bayi itu dengan jari telunjuknya seraya berkata: “Wahai anak bayi, siapa ayahmu?” Anak bayi itu berkata: “Ayahku adalah seorang petani”. Maka masyarakat Bani Israil menyesali perbuatannya terhadap Juraij dan mereka minta maaf kepadanya. Mereka berkata: “Kalau engkau mahu, kami akan membangun kembali tempat ibadahmu dari emas atau perak, tetapi tawaran mereka ditolak, sehingga mereka membangunnya kembali seperti semula. Itulah kisah bayi yang dapat berbicara di masa Juraij. Adapun kisah bayi yang lain, ada seorang wanita yang tengah menyusui anak bayinya. Ketika ada seorang pemuda tampan lewat di depannya, maka ibunya berkata: “Ya Allah, jadikan putraku ini seperti pemuda itu.” Maka dengan spontan bayinya berkata: “Ya Allah, janganlah Engkau jadikan aku seperti pemuda itu.” Selanjutnya ketika ada seorang wanita yang tertuduh mencuri dan berzina sedang lewat di depan ibunya, maka ia berkata: “Ya Allah, jangan Engkau jadikan putraku ini seperti wanita itu”. Maka bayinya berkata: “Ya Allah, jadikan aku sepertinya”. Maka ibunya bertanya: “Mengapa engkau berdoa seperti itu?” Bayinya berkata: “Pemuda tampan yang lewat di sini tadi adalah seorang yang bengis dan kejam dan aku tidak ingin menjadi sepertinya. Adapun si wanita yang dituduh sebagai pencuri dan pelacur, sebenarnya ia bukan pencuri mahupun pelacur, dan ia hanya berkata: “Aku hanya pasrahkan diriku kepada Allah”.42 42 Hadis riwayat Bukhari dan Muslim ANTARA KARAMAH UMAT NABI MUHAMMAD SAW. Pertama Dari Abu Saeed Al-Khudri, beliau berkata : “Pada suatu malam ketika Usaid ibnu Khudhair sedang membaca Al Qur’an di pekarangan rumahnya, tiba-tiba kudanya melonjak-lonjak, sampai ia menghentikan bacaannya. Kemudian ketika ia melanjutkan bacaannya lagi, anehnya, kudanya melonjak-lonjak lagi, sampai ia menghentikan bacaannya. Kata Usaid: “Maka aku takut kalau kudaku menginjak Yahya, putraku. Ketika aku berdiri, tiba-tiba aku lihat di atas kepalaku ada naungan cahaya dan ia membumbung ke atas lambat-lambat sampai menghilang dari pandanganku. Kedua Dari Aisyah r.a, beliau berkata : “Abu Bakar Ash Shiddiq pernah memiliki dua puluh gantang buah kurma yang diberikan kepadaku. Ketika saat kematiannya tiba, maka ia berkata; “Wahai putriku, tidak seorang pun yang lebih kucintai dan lebih aku takuti kesusahannya darimu, dulu aku pernah berikan kepadamu dua puluh gantang buah kurma, kalau dulu telah engkau pakai, tentunya aku tak akan mempersoalkannya, tetapi pada hari ini harta itu akan jadi harta waris setelah aku tiada. Harta itu boleh engkau bagi dengan kedua saudara lelakimu dan kedua saudara perempuanmu, bagilah harta waris itu menurut hukum Kitabullah.” Kata Aisyah: “Maka aku berkata: “Wahai ayah, kami tidak keberatan untuk membaginya, tetapi putrimu hanya Asma dan aku, maka siapakah putrimu yang lain?” Kata Abubakar: “Kini ia masih dalam perut ibunya, yaitu Habibah binti Kharijah ibnu Zaid, kulihat, ia adalah perempuan.” Setelah ia wafat, memang benar yang lahir adalah anak perempuan, ia diberi nama Ummu Kaltsum binti Abubakar.43 43 Hadis riwayat Malik dalam kitab Al-Muwatha’ BAGAIMANA TERJADINYA KARAMAH Tingginya kemahuan seorang wali untuk mengabdikan dirinya kepada Allah, adakalanya menyebabkannya diberi karamah oleh Allah. Tetapi adakalanya juga tidak. Adapun pemberian karamah adalah agar seorang wali semakin menjaga dirinya, agar ia tidak salah langkah dan sikap terhadap Allah. Jiwa manusia, meskipun ia tetap satu, tetapi berbeza dalam pengkhususannya. Setiap jiwa mempunyai pengkhususan tersendiri yang tidak dimiliki oleh lainnya. Jadi pengkhususan masing-masingnya adalah fitrah. Jiwa para nabi mempunyai pengkhususan tersendiri yang mampu mengenal Allah dengan sepenuhnya dan mampu berbicara dengan para malaikat, kerana telah mendapat keizinan dari Allah. Pokoknya kemampuan mereka adalah kurniaan Ilahi dan bantuan Rabbani.44 Dalam hal ini, Ibnu Khaldun pernah berkata: “Jiwa para auliya’ mempunyai pengaruh yang erat dengan alam semesta dan hal itu merupakan bantuan dari Allah yang disesuaikan dengan kejernihan jiwa, kekuatan iman, keteguhan mereka dengan agama Allah, sehingga seorang wali tidak akan berbuat apapun, kecuali setelah mendapat perintah atau restu dari Allah. Kalau ada di antara mereka yang berbuat sesuatu tanpa izin dari Allah, maka karamahnya segera ditarik oleh Allah.”45 44 Mukaddimah Ibnu Khaldun, jilid III hal 1148 45 Mukaddimah Ibnu Khaldun jilid III hal 1148 JENIS-JENIS KARAMAH 1. Pemberian Karamah jenis ini, termasuk karamah yang tertinggi, sebab terjadinya kerana pemberian Allah kepada seorang tanpa diminta lebih dulu. 2. Usaha Sendiri Karamah jenis ini termasuk karamah yang diusahakan, misalnya terkabulnya sebuah doa seorang wali. PEMBAHAGIAN KARAMAH Pertama : Karamah Hissiyyah Iaitu karamah yang dapat dirasa dan dilihat dengan mata, seperti dapat berjalan di atas air atau dapat terbang di udara. Kedua : Karamah Ma’nawiyyah Iaitu Istiqamahnya seseorang untuk mengabdi kepada Tuhannya, baik secara zahir maupun batin. Karamah macam ini banyak diharapkan para wali-wali Allah. Kata mereka: “Istiqamah lebih baik dari seribu karamah.” Syeikh Abul Abbas Al Mursi pernah berkata: “Seorang wali besar, bukanlah seorang yang dapat memperdekatkan jarak yang jauh. Yang termasuk wali besar adalah seorang yang dapat mengendalikan hawa nafsunya di hadapan Tuhannya.”46 Jika seorang wali hanya berharap mendapat karamah, maka wali itu tidak termasuk wali yang berperingkat tinggi. Ibnu Athaillah pernah berkata: “Kemahuan yang tinggi tidak sampai menembusi tembok-tembok takdir.”47 Maksud ucapan itu adalah karamah tidak akan bertentangan dengan ketetapan takdir. Sebab, semua yang terjadi di alam semesta, baik yang biasa mahupun yang luar biasa sumbernya dari takdir Allah swt. Pada umumnya, kemahuan seorang wali tidak akan bertentangan dengan takdir Allah. Abu Hurairah menyebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda: “Adakalanya seorang hina yang biasa ditolak bila mengetuk pintu orang, namun jika ia berdoa, pasti terkabul.”48 46 Lathaiful Minan 47 Syarah Al Hikam 48 Hadis riwayat Muslim Di lain kesempatan Rasulullah saw bersabda: “Takutlah kamu dengan firasat seorang mukmin, sesungguhnya ia melihat dengan cahaya Allah.”49 49 Hadis riwayat Tirmidzi, Thabrani, Ibnu Adi dan An Najar di dalam kitab At Tarikh CONTOH-CONTOH KARAMAH 1. Dapat Menghidupkan Mayat Imam Taajus Subki memberi contoh karamah Abi Ubaid Al Busri. Beliau pernah berdoa kepada Allah agar kudanya yang mati ditengah medan perang dihidupkan kembali. Doa beliau terkabul dan kuda Abi Ubaid akhirnya hidup kembali. Pernah Mifraj Ad Damamini berkata kepada anak burung yang telah dipanggang: “Terbanglah wahai burung dengan izin Allah”. Ucapan beliau terkabul dan burung itu hidup kemudian terbang. Syeikh Ahdal pernah memanggil kucing yang telah mati. Akhirnya kucing itu hidup dan datang kepada Syeikh Ahdal. Syeikh Abdul Qadir Al Jailani pernah berkata kepada seekor ayam yang baru di makan dagingnya: “Hai ayam hiduplah kau dengan izin Zat yang dapat menghidupkan tulang belulang”. Dengan izin Allah, tulang belulang tersebut berubah wujudnya menjadi ayam kembali. Pernah Abi Yusuf Dahmani berkata kepada seorang mayat: “Hai fulan, hiduplah dengan izin Allah”. Ucapan beliau terkabul sehingga mayat itu hidup kembali selama beberapa waktu. Imam Subki pernah bercerita: “Aku pernah dengar kisah Syeikh Zainuddin Al Faruqy Asy Syafi’i, bahawa pada suatu hari ada seorang anak kecil jatuh dari atap rumahnya lalu mati. Ketika Syeikh Zainuddin melihat kejadian itu, beliau berdoa kepada Allah. Maka dengan izin Allah, anak kecil yang mati itu hidup kembali. Selanjutnya Imam Subki berkata: “Sesungguhnya kejadian semacam itu tidak terhitung banyaknya. Dan aku yakin benar adanya karamah seperti itu. Hanya saja yang belum pernah kudengar adanya seorang wali yang dapat menghidupkan orang mati yang telah lama atau yang sudah menjadi tulang belulang. Yang kami dengar hanyalah pada diri sebagian Nabi di zaman dulu.Dan itu pun merupakan suatu mukjizat baginya. Bukan termasuk jenis karamah. Yang mungkin terjadi pada diri seorang Nabi terdahulu adalah menghidupkan suatu kaum yang telah mati beberapa abad, kemudian mereka dihidupkan. Dengan izin Allah kaum itu hidup selama beberapa waktu. Yang tidak mungkin terjadi dimasa ini adalah adanya seorang wali yang menghidupkan Imam Syafi’i atau Abu Hanifah, kemudian keduanya dapat hidup lama dan bergaul dengan masyarakat seperti pada waktu sebelumnya. 2. Berbicara Dengan Orang Mati Jenis karamah seperti ini lebih banyak dari jenis karamah di atas. Tentang hal ini Imam Subki memberi contoh karamah Syeikh Abu Said Al Kharaz dan karamahnya Syeikh Abdul Qadir Al Jailani. Dan kisah karamah ayahnya, Syeikh Taqiuddin As Subki. 3. Berubahnya Sesuatu Menjadi Bentuk Yang Lain Jenis karamah ini pernah terjadi pada diri Syeikh Isa Al Hataar Al Yamani. Disebutkan bahawa ada seorang ingin menguji karamah Syeikh Isa Al Hattar. Ia menyuruh pelayannya membawa dua botol minuman keras kepada beliau. Setelah kedua botol itu diterima oleh Syeikh Isa, maka ia menuang isi kedua botol itu seraya berkata kepada sebilangan orang yang ada di sisinya: “Minumlah minyak samin ini”. Maka minuman keras yang ada di kedua botol itu berubah menjadi minyak samin yang rasanyaamat lazat. Kisah karamah jenis ini sering terjadi. 4. Jarak Jauh Menjadi Dekat: Karamah seperti ini pernah terjadi pada diri seorang wali yang berada di Masjid kota Tursus (Turki). Wali tersebut pernahtergerak dalam hatinya ingin pergi ke Masjidil Haram, kemudian beliau memasukkan kepalanya dikantungnya lalu mengeluarkannya kembali. Maka dengan izin Allah, wali itu telah berada di Masjidil Haram . Kisah semacam ini pada umumnya dikisahkan secara berurutan dari orang-orang yang dapat dipercaya. 6. Berbicara Dengan Benda Dan Binatang: Karamah seperti ini tidak dapat diragukan kewujudannya. Karamah ini pernah terjadi pada diri seorang Sufi yang bernama Ibrahim Bin Adham. Beliau pernah mendengar suara dari pohon delima yang minta dimakan. Ketika Ibrahim Bin Adham makan buahnya, tiba-tiba pohon itu bertambah tinggi dan buahnya yang masam berubah jadi manis, serta dapat menghasilkan dua kali setiap tahun. 7. Dapat Menyembuhkan Penyakit: Karamah seperti ini pernah terjadi pada Syeikh Sirri As-Saqathi. Seorang pernah menemuinya ketika beliau sedang menyembuhkan orang yang sakit kusta dan buta. Syeikh Abdul Qadir Jailani pernah berkata kepada seorang anak yang sakit lumpuh, buta dan kusta: “Berdirilah engkau dengan izin Allah”. Dengan izin Allah, maka anak tersebut segera bangun tanpa suatu cacat pun. 8. Ditakuti binatang Karamah seperti ini pernah terjadi pada diri Abu Said ibnu Abil Khair Al Maihani. Singa dan binatang yang lain takut kepadanya. Ada pula sebahagian wali yang dipatuhi segala benda seperti yang terjadi pada diri Syeikhul Islam Izzudin Ibnu Abdis Salam beliau pernah berkata kepada angin di waktu peperangan antara kaum Muslimin dan umat Nasrani: “Hai angin terbangkan musuh-musuh kami”. Dengan izin Allah kaum Nasrani diterbangkan angin dan dilempar ke tanah sampai binasa. 9. Waktu lebih cepat dan waktu lebih panjang Karamah seperti ini sukar diterangkan kepada orang awam hanya saja orang terdahulu semuanya mempercayai akan terjadinya panjangan dan singkatnya waktu. Karamah seperti ini banyak terjadi. 11. Terkabulnya Segala Doa. 12. Dapat Menahan Lisan Seseorang Yang Sedang Berbicara. 13. Diberitahu Tentang Sesuatu Yang Akan Terjadi Dan Diperlihatkan Sesuatu Yang Tersembunyi. 15. Dapat Menahan Lapar dan Minum Dalam Waktu Yang Panjang. 16. Dapat Menjalankan Sesuatu Dengan Kehendaknya. Karamah seperti ini banyak di alami oleh para wali. Diriwayatkan bahawa sebahagian wali ada yang diikuti oleh hujan. Salah seorang dari mereka bernama Syeikh Abul Abbas As Syatir, ia sering menjual hujan dengan harga beberapa dirham. Kisah semacam ini banyak terjadi, sehingga sukar untuk dimungkiri kewujudannya. 17. Mampu Untuk Makan Banyak 18. Terjaga Dari Makanan Yang Haram Karamah seperti ini pernah terjadi pada seorang wali yang bernama Al Haritsul Muhasibi, iaitu ketika beliau mendengar suara dari makanan yang hendak dimakannya, bahawa makanan itu diperolehi dengan cara yang haram. Setelah beliau mengerti bahawa makanan itu adalah makanan haram, maka segera beliau meninggalkan makanan itu. 19. Dapat Melihat Dari Belakang Hijab: Jenis karamah seperti ini pernah terjadi pada seorang wali yang bernama Abu Ishak As-Syirazi. Beliau dapat melihat Ka’bah sedangkan beliau berada di kota Baghdad. 20. Diberi Kehebatan Dan Kebesaran Peribadi Adakalanya seorang wali diberi kehebatan peribadi yang dapat menyebabkan kematian orang tertentu ketika ia melihat diri wali tersebut. Hal ini pernah terjadi pada seorang pembesar yang mati ketika berhadapan dengan Abu Yazid Al Busthami. Adakalanya seorang yang berhadapan dengan seorang wali seperti ini, maka ia akan tunduk, bahkan akan mengakui apa sahaja yang tersembunyi dalam hatinya. Kejadian seperti ini banyak terjadi. 21. Diberi Perlindungan Mendapat perlindungan Allah dari segala kejahatan yang akan menimpa. Bahkan kejahatan yang semula direncanakan itu akan berbalik jadi kebaikan. Hal ini terjadi pada diri Imam Syafi’I apabila beliau akan dihukum oleh khalifah Harun Rasyid, tetapi akhirnya dengan izin Allah beliau dibebaskan. 22. Dapat Berubah Bentuk Karamah seperti ini dikenali di kalangan ahli Sufi dengan “Alamul Mithsal, iaitu antara alam yang nyata dan alam arwah. Orang yang yang mendapat karamah seperti ini dapat berubah bentuk dan berpindah tempat dengan bebas. Karamah seperti jenis ini pernah di alami oleh seorang wali yang bernama Qadhibul Bani. Orang yang tidak mengenal beliau akan menyangkanya tidak pernah melakukan solat dan ia membencinya. Pada suatu hari, ketika beliau dicela oleh seorang yang menyangkanya tidak pernah melakukan solat, di saat itu Allah memperlihatkan karamahnya, sehingga beliau dapat berubah dalam beberapa bentuk yang menunjukkan bahawa beliau sedang melakukan solat. Beliau bertanya : “Dalam gambaran atau bentuk manakah yang kamu lihat aku tidak solat?” Perkara serupa ini pernah terjadi pula pada seorang wali yang pernah dilihat oleh seorang ketika beliau sedang berwudhu di Masjid Sayufiah di Cairo. Orang itu menegur: “Hai orang tua, nampaknya cara kamu berwudhu itu tidak tertib”. Jawab si wali: “Aku tidak pernah berwudhu dengan cara yang tidak tertib. Hanya saja anda tidak dapat melihatku, kalau anda dapat melihat, pasti kamu akan melihat ini”. Beliau berkata demikian sambil memegang tangan orang itu, sampai ia dapat melihat Ka’bah, kemudian beliau membawanya ke Mekkah dan menetap di sana selama beberapa tahun. 23. Dibukakan Segala Sumber Kekayaan Bumi Jenis karamah seperti ini pernah dialami oleh Abu Turab, ketika beliau menghentakkan kakinya ke bumi, maka Allah mengeluarkan air dari tanah itu. Kata Imam Subki: “Di antara jenis karamah seperti ini ialah terpancarnya sumber mata air di musim kemarau dan bumi tunduk pada seorang yang memukulkan kakinya ke bumi”. Pernah diceritakan bahawa ada seorang yang berjalan ke kota Mekkah untuk berhaji. Dalam perjalanan itu ia merasa haus sekali. Namun ia tidak mendapat seteguk air pun. Kemudian ia menemui seorang fakir yang bertongkat. Tepat di tempat itu terpancarlah sumber mata air yang dapat memberikan minuman kepada para jemaah haji yang sedang lewat di tempat itu. Semua jemaah haji yang lewat di tempat itu membekali dirinya dengan air yang terpancar di bawah tongkat si fakir. 24. Diberikan Kemampuan Untuk Mengarang Berpuluh-Puluh Karangan Dalam Masa yang Singkat Biasanya pekerjaan seberat itu tidak mungkin dilaksanakan oleh seorang yang banyak disibukkan dalam pembahasan berbagai macam ilmu pengetahuan. Adakalanya untuk menulis sebuah karangan sahaja seorang akan menghabiskan seluruh umurnya. Apalagi akan menulis berpuluh-puluh buah karangan dalam waktu yang sangat singkat. Karamah semacam ini termasuk jenis karamah waktu dapat menjadi panjang. Jenis karamah ini pernah dialami oleh Imam Syafi’I Rahimullah. Beliau mampu mengarang berpuluh-puluh kitab, padahal sebenarnya waktunya tidak akan cukup untuk melakukan hal itu, disebabkan kesibukan beliau sehari-harinya untuk mengkhatamkan Al Qur’an setiap harinya dengan bacaan yang penuh oleh tadabbur dan di bulan Ramadhan pun beliau dapat mengkhatamkannya dua kali setiap harinya. Di samping itu, beliau juga disi-bukkan oleh banyaknya memperdalami ilmu pengetahuan, memberikan pelajaran, berzikir dan banyaknya penyakit yang dialaminya. Dalam suatu riwayat dikatakan bahawa beliau menderita tiga puluh macam penyakit. Karamah semacam ini dialami juga oleh Imamul Haramain Abul Ma’ali Al Juwaini. Dengan umur yang tidak panjang, beliau mampu mengarang beberapa buah kitab. Sebenarnya umur yang sependek itu tidak akan cukup untuk mengarang berpuluh-puluh kitab disebabkan kesibukan beliau dalam belajar dan mengajar serta berzikir. Jenis karamah seperti ini diberikan juga kepada seorang wali yang mampu mengkhatamkan Al Quran sebanyak lapan kali dalam sehari. Imam Nawawi juga diberi Allah kemampuan untuk mengarang berpuluh-puluh kitab dalam waktu singkat. Sebenarnya umur beliau yang sedemikian itu tidak cukup untuk mengarang kitab sebanyak itu. Ditambah lagi dengan berbagai macam ibadah yang beliau lakukan setiap harinya. Karamah seperti ini diberikan juga kepada Imam Taqiuddin As Subki. Beliau mampu menulis berpuluh-puluh kitab. Sebenarnya umur yang sependek itu tidak akan cukup untuk menulis kitab sebanyak itu disebabkan beliau sangat sibuk memberi pengajaran, tekun beribadat, banyak membaca Al Quran dan berzikir. Sebenarnya jika kita hitung pekerjaan besar yang dikerjakannya dengan umurnya yang singkat, pasti tidak cukup untuk memenuhi sepertiganya, namun Allah memberinya barakah dalam umur, sehingga beliau dapat merampungkan segala tugas besar dipikulnya. 25. Terhindar Dari Terkena Racun Jenis karamah seperti ini pernah terjadi pada seorang wali yang diancam oleh seorang raja zalim. Raja zalim itu berkata: “Tunjukkanlah padaku bukti kebenaranmu, jika tidak, aku akan hukum kamu”. Pada waktu itu si wali melihat dekatnya kotoran unta. Maka ia berkata: “Lihatlah itu”. Tiba-tiba kotoran unta itu jadi sebungkal emas. Kemudian ia melihat sebuah tempat air yang tidak ada airnya. Si wali itu melemparkan tempat air yang kosong itu ke udara. Ketika tempat air itu jatuh tiba-tiba telah berisi air penuh dan tempat air itu terjungkir. Namun air yang di dalamnya tidak tertumpah setitik pun. Melihat kejadian tersebut raja itu hanya berkata: “Ini hanyalah perbuatan sihir belaka”. Kemudian raja memerintahkan untuk melemparkan si wali ke dalam api yang bernyala-nyala. Tidak lama si wali tersebut segera keluar dan menarik putera raja yang masih kecil ke tengah api yang sedang menyala. Melihat kejadian ini raja hampir jadi gila, kerana putera satu-satunya diseret ke tengah api yang sedang menyala. Setelah beberapa saat, si wali keluar bersama putera raja itu dari api, sedang ditangan kanan putera raja itu memegang buah apel dan dikirinya memegang buah delima. Raja bertanya pada puteranya: “Wahai puteraku, dari mana kamu tadi?” Jawab si putra: “Aku dapat dari sebuah kebun”.Mendengar keterangan putera raja itu para pembesar kerajaan hanya berkata: “Itu hanyalah suatu sihir belaka”. Kemudian raja berkata kepada si wali: “Jika kamu dapat minum racun ini, aku akan percaya padamu”. Setelah itu, si wali minum racun itu. Namun ia tidak mati hanya bajunya sahaja yang koyak. Kemudian ditambah lagi meminum racun. Setiap kali minum racun ia tetap hidup hanya bajunya saja yang koyak-koyak. Pada terakhir kali ketika ia diberi minuman racun lagi bajunya tidak koyak dan ia pun selamat. Di antaranya pula ada yang dibukakan baginya alam ghaib di hadapan pandangan matanya, sehingga ia dapat melihat apa saja yang terselubung di sebalik dinding, bahkan ia dapat mengetahui apa yang dilakukan oleh orang dirumahnya. Di antaranya pula ada yang diberi karamah kasyaf. Misalnya jika seorang wali mendatangi rumah seorang yang telah berbuat zina atau mabuk atau mencuri atau berbuat maksiat, maka wali itu dapat mengetahuinya, seperti yang terjadi pada Syeikh Ibnu Arabi. Mukasyafah semacam ini dikhususkan bagi mereka yang hidup secara wara’. Di antaranya pula ada yang diberi karamah dapat mengetahui gerak geri orang, misalnya seorang wali bergerak hatinya ingin bertemu dengan gurunya, maka gurunya segera hadir di hadapannya. Ada pula jenis karamah berupa didatangkannya sebuah pohon kepada seorang wali, kemudian wali itu menikmati buah dari pohon yang hadir di hadapannya. Di antaranya pula ada yang diberi karamah dapat mengetahui segala jenis batu-batu mulia dan logam-logam mulia yang ada di perut bumi, meskipun demikian, seorang wali yang diberi karamah jenis ini tidak memperdulikan sedikit pun tentang harta kekayaan yang terpendam itu. Di antaranya pula ada yang diberi karamah berupa ilmu yang dapat memahami segala ucapan benda-benda yang mati, sehingga seorang wali yang diberi karamah seperti ini, ia dapat mendengar ucapan tasbih benda-benda yang mati. Di antaranya pula ada yang diberi karamah dapat mengetahui segala rahsia benda-benda yang hidup. Di antaranya pula ada yang diberi karamah segala macam ilmu pengetahuan, baik yang berupa ilmu-ilmu zahir mahupun ilmu-ilmu bathin. Seorang yang diberi karamah berupa ini, ia akan dapat memahami berbagai macam persoalan dunia dan akhirat. Di antaranya pula ada yang diberi karamah berupa tingkatantingkatan Al Quthbiyah. Di antaranya pula ada yang diberi karamah pengetahuan dan kasyaf, sehingga dapat membezakan mana-mana pendapat mazhab-mazhab yang benar. Di antaranya pula ada yang diberi karamah dapat melihat dan mendengar hal-hal yang ghaib, sehingga antara yang terang dan yang terselubung tidak ada beza baginya. Di antaranya pula ada yang diberi karamah dapat berbicara dengan makhluk alam malakut dan dapat mendengar guratanguratan pena di Lauh Mahfuz. Di antaranya pula ada yang diberi karamah tidak tersentuh makanan, minuman dan pakaian yang berasal dari hasil syubhat, apa lagi yang haram. Jenis karamah ini, biasanya si wali diberi tanda tertentu oleh Allah jika ada makanan, minuman dan pakaian dari hasil syubhat yang menyentuh dirinya. Di antara yang mendapat karamah macam ini adalah ibunya Abu Yazid Al Bustami. Setiap kali ia mendapat makanan atau minuman yang syubhat, maka tangannya berpeluh dan gementar, sehingga ia harus menjauhi makanan dan minumannya. Di antaranya pula ada yang diberi karamah berupa makanan atau minuman sedikit yang dihidangkan dapat menjadi banyak. Karamah ini pernah diberikan kepada Syeikh Abu Abdullah At Tawudi ketika ia menyuruh kawannya ke tukang jahit, maka ia mengeluarkan sepotong kain yang sempit dari balik bajunya, kemudian ia menyuruh kawannya untuk membawanya ke tukang jahit seraya berkata: “Dari kain yang sempit ini buatlah pakaian yang cukup untuk beberapa orang”. Nyatanya kain yang sedemikian sempit itu dapat mencukupi pakaian untuk beberapa orang. Di antaranya pula ada yang diberi karamah dapat menjadikan air masin atau payau menjadi air tawar dan segar. Karamah seperti ini pernah diberikan kepada Syeikh Abdullah Ibnul Ustad Al Marwazi sahabat Syeikh Abu Madyan. Di antaranya pula ada yang diberi karamah dapat berjalan di atas udara seperti ketika ia berjalan di atas bumi. Di antaranya pula ada yang diberi karamah dapat berkata-kata dengan makhluk alam arwah, sehingga ia dapat mengetahui keadaan mereka yang sudah wafat, walaupun telah wafat bertahuntahun. Di antaranya pula ada yang diberi karamah dapat melenyapkan dirinya dari alam wujud ke alam ghaib, sehingga ia dapat menghilang dari suatu majlis tanpa pengetahuan mereka yang hadir. Di antaranya pula ada yang diberi karamah dapat melangkahi bumi yang luas hanya dengan satu langkah atau hanya dengan sekejap mata, sehingga ia dapat solat Zuhur di Mekkah, kemudian solat Asar di tanah kelahirannya. Inilah beberapa contoh karamah yang diberikan oleh Allah kepada para wali Allah untuk membuktikan kekuasaan Allah pada para makhluk Allah yang tidak percaya akan wujudnya karamah. MENGAPAKAH KITA MESTI MENGENALI WALI ALLAH DAN KARAMAH MEREKA? Di dalam Al-Quran, Allah s.w.t. berfirman : ‘Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.’ (Yusuf : 111) Kandungan Al-Quran berkisar mengenai keseluruhan aspek kehidupan termasuk hukum, peradaban, perekonomian, kisah-kisah dan banyak lagi. Antara isi yang terkandung di dalam Al-Quran merupakan kisah-kisah kehidupan para Nabi-Nabi, kehidupan ummat-ummat terdahulu serta pengajaran-pengajaran yang terdapat didalam kisah mereka. Apabila kita membahaskan tentang kewalian serta karamah mereka, tidak mungkin kita mengenepikan kepentingan kehidupan para Nabi dan Rasul serta Mukjizat-mukjizat mereka. Terkenanglah kita kepada kisah Nabi Musa serta tongkat dan cerita terbelahnya Sungai Nil. Tak lupa juga kita Allah s.w.t. menggambarkan dengan begitu nyata sekali penggambaran perbicaraan semut yang didengari oleh Nabi Sulaiman a.s. Kisah Nabi Khidhir dan cara beliau menuntun Nabi Musa menjadi iktibar kepada kita. Maka tentu sekali, selepas kisah-kisah mereka kita hayati, kita berkunjung pula kepada kisah-kisah manusia awam yang telah digambarkan Allah s.w.t. di dalam Al-Quran dengan kelebihan serta karomah mereka. Kisah Siti Mariam serta makanan yang dihidangkannya, kisah Ashabul Kahfi dan tidur mereka yang lama dan banyaklah kisah yang lain. Maka jika Al-Quran telah mengisikan kisah-kisahnya dengan mereka, maka menjadi kewajiban kitalah mengenali orang-orang yang dicontohi Al-Quran sebagai mereka yang soleh yang dikasihi Allah s.w.t. Maksud ini, membuktikan kepentingan mengenali para kekasih Allah serta keperibadian dan kelebihan mereka. Ajakan Nabi Muhammad s.a.w. kepada Saidina Umar dan Saidina Ali untuk mencari Uwais Al-Qarni menguatkan kepentingan mengenali mereka yang dekat dengan Allah. Imam Al-Ghazali, Hujjatul Islam sendiri, menggalakkan berteman dengan mereka yang dekat dengan Allah serta mengikuti peribadi mereka. Kehidupan para ulama termasyhur seperti Syekh Abdul Qadir Jailani, Imam As-Syafi’e dan lain-lain membuktikan kepada kita kepentingan mengenali orang-orang soleh serta karamah mereka yang merupakan pemberian murni dari Allah s.w.t. disebabkan kesolehan, keperibadian dan perjuangan mereka. KESIMPULAN “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhuwatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Mereika itu adalah orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa. Dan bagi mereka diberi berita gembira di dalam kehidupan dunia dan akhirat” Terceduklah sudah sedikit dari khazanah Allah s.w.t. didalam kita membicarakan kehidupan para wali Allah serta karamah mereka. Mungkin kini, selepas ilmunya dapat kita ceduk, marilah kita bertafakkur, berusaha serta menghulurkan tangan kita kepada Allah s.w.t. supaya kita ini tergolong dalam golongan mereka yang mengenali wali-wali Allah dan mendapatkan inayah Allah mendekati diri kepada Allah s.w.t. Beberapa mukasyafah yang dialami wali • Ada wali yang mampu menyingkap alam gaib, hingga dinding dan kegelapan tidak menghalanginya untuk melihat apa yang dilakukan orang-orang di dalam rumah mereka. • Ada wali yang ketika berjumpa dengan seorang pezina, pemabuk, pencuri, pencela, atau orang yang suka berbuat zalim, ia melihat goresan tanda hitam pada anggota tubuh mereka yang melakukan maksiat 'Ali Abi Ya'zi, guru Ibnu 'Arabi, termasuk wali yang menempati maqam ini. Mukasyafah ini khusus bagi orang yang bersifat wara' (orang yang benar-benar menjauhi maksiat dan syubhat). • Ada wali yang jika ada orang yang ribut atau diam di majelisnya, ia mengetahui derajat dan apa yang akan terjadi dengan orang itu, kenyataannya sesuai dengan apa yang dikatakan wali itu, dan ia selamanya tidak akan salah. Diceritakan bahwa ada seorang laki-laki ribut di majelis Abu Madyan, lalu orang itu disuruh keluar. Abu Madyan berkata, "Kamu akan melihat keadaanya setahun kemudian." Sebagian orang yang hadir meminta penjelasan, lalu Abu Madyan berkata, "Ia akan menganggap dirinya Imam Mahdi." Dua puluh tahun kemudian, apa yang dikatakan Abu Madyan terjadi. Kemampuan ini berasal dari ilmu ladunni. • Ada wali yang tatkala bangun tidur, di hadapannya sudah tersedia minuman dari madu, susu, dan air, lalu ia meminumnya. • Ada wali yang mampu mengetahui alam ruhani yang berbeda dengan alam fisik, tetapi ia tidak menggelutinya. • Ada wali yang mampu mengetahui rahasia batu-batu mineral, dan semacamnya. Ia mengetahui khasiat, rahasia, dan bahaya dari batu-batu itu. • Ada wali yang dianugerahi maqam bisa memahami Allah dan mendengar tanda-tanda kekuasaan-Nya, sehingga ia bisa mendengar ucapan benda-benda mati. Apakah kemampuan itu termasuk hal yang biasa atau luar biasa tergantung pada tingkatan pemahaman terhadap ucapan benda mati. Yang termasuk hal luar biasa ada 2 macam. Pertama, merujuk pada orang yang mendengarnya, yakni kemampuan memahami hakikat ucapan benda mati. Kedua, merujuk pada ucapan benda-mati itu sendiri melalui karamah, misalnya bertasbihnya kerikil di telapak tangan sebagian sahabat. Apabila seorang hamba memperoleh maqam ini, maka ia akan mendengar semua benda mati bertasbih dengan bahasa yang jelas seperti bahasa manusia. • Ada wali yang dianugerahi kemampuan menyingkap dunia tumbuh-tumbuhan. Semua tumbuhan dan rumput memberitahukan kepada wali itu sari-sari yang dikandungnya baik yang berbahaya atau yang berkhasiat. Tumbuh-tumbuhan itu berkata, "Hai hamba Allah, khasiatku begini dan bahayaku begini." • Ada wali yang dikaruniai kemampuan bergaul dengan binatang. Binatang-binatang mengucapkan salam kepadanya dengan bahasa yang jelas dan memberitahunya tentang khasiat-khasiat yang dikandungnya. • Ada wali yang diberi kemampuan menyibak perjalanan hidup orang yang masih hidup, rahasia-rahasia yang diberikan kepada orang itu sesuai dengan keadaannya, dan bagaimana perkembangan ibadahnya dalam perjalanan hidupnya itu. • Ada wali yang diberi kemampuan melihat hal-hal yang tidak mungkin melalui jentera dan merubah yang kasar menjadi lembut dan sebaliknya. • Ada wali yang diberi kemampuan meramalkan hal-hal jelek yang akan terjadi, lalu ia meminta dihindarkan sehingga ia tidak terkena hal buruk itu. • Ada wali yang diberi kemampuan ilmu astrologi dan cara-cara yang sistematis dan menyeluruh. • Ada wali yang dianugerahi kemampuan mencapai ilmu-ilmu ilahiyah dan diberitahu cara-cara untuk mencapainya seperti persiapan yang harus dilakukan, etika dalam mencari dan mengamalkan ilmu, memegang dan menyebarluaskannya, serta cara menjaga hati dari hal-hal yang merusak. Semua cara itu adalah satu kesatuan dan tersembunyi • Ada wali yang dikaruniai kemampuan mengetahui tingkatan ilmu-ilmu teoritis, ide-ide yang cemerlang, dan bentuk-bentuk kesalahan pemahamannya, kemampuan membedakan antara prasangka dan ilmu, berbagai hal yang terjadi di antara alam arwah dan alam fisik, sebab terjadinya, dan berjalannya rahasia ilahi di alam ini serta sebabnya. • Ada wali yang mampu menangkap alam tashwir, alam taksin, alam benda-benda mati, bentuk-bentuk suci dan jiwa tumbuhan yang mestinya diketahui akal dalam bentuk dan susunan yang baik, rahasia-rahasia kelemahan, kelembutan dan rahmat orang-orang yang disifatinya. • Ada wali yang mampu menguak tingkatan kutub bumi. • Ada wali yang mampu menguak benda-benda yang memantulkan cahaya, benda-benda yang langgeng, benda-benda yang abadi, rahasia alam, dan kemampuan untuk menjaga dan menyampaikan amanat kepada orang yang berhak. • Ada wali yang dianugerahi pengetahuan tentang simbol-simbol, penghitungan, dan firasat • Ada wali yang disingkapkan baginya dunia lain, mampu menyingkap kebenaran dan pendapat-pendapat yang benar, mazhab-mazhab yang lurus, dan syariat-syariat yang telah diturunkan. • Ada wali yang terlihat sebagai orang alim, Allah telah menghiasi mereka dengan pengetahuan-pengetahuan suci sebagai sebaik-baik perhiasan. • Ada wali yang dianugerahi kewibawaan, ketenangan, teguh pendirian, dan kemampuan mengetahui tipu muslihat dan rahasia-rahasia yang tersembunyi, dan sejenisnya. • Ada wali yang mampu berbicara, tetapi tidak terlihat siapa yang diajak bicara. Ia berbicara dengannya dan mendengar pembicaraan itu, baik pembicaraannya muncul tanpa dipikir sebelumnya, atau sebagai jawaban atas pertanyaan secara seketika, serta memberi dan menjawab salam. • Ada wali yang naik maqamnya, hingga ia mampu berbicara kepada malaikat dan bercakap-cakap dengannya. Apabila seorang hamba mencapai maqam ini maka ia bisa memanggil dan berhubungan dengannya. Apabila ia hanya berbicara kepadanya, maka malaikat tidak menjawabnya. Tetapi apabila pembicaraan antara mereka benar, mereka akan saling berbicara. Dan apabila ia mengalami hal tersebut, maka malaikat akan menolongnya. • Ada wali yang mampu mengatakan sesuatu yang belum terjadi dan memberitakan hal-hal gaib sebelum tampak. Dalam hal ini ada tiga bentuk yang mungkin terjadi; berupa penyampaian, tulisan, dan pertemuan. Ibnu Mukhallad mengalami tiga hal tersebut • Ada wali yang disingkapkan baginya alam keraguan, kekurangan, kelemahan, dan rahasia-rahasia perbuatan. • Ada wali yang diperlihatkan padanya alam jin dan tingkatan derajatnya, neraka beserta tingkatannya, dan tingkatan azabnya. • Ada wali yang mampu mengetahui sifat-sifat manusia. Sebagian manusia tertutup sifatnya dan sebagian lain terbuka. Mereka mempunyai tasbih khusus yang bisa diketahui oleh wali apabila ia mendengarnya. Ibnu 'Arabi berkata, "Kita telah sama-sama menyaksikan karamah seperti ini. Sebagian wali menuju maqam yang mulia sehingga ia mampu mengatakan 'jadilah' maka sesuatu yang dikehendakinya itu terjadi dengan izin Allah. Maqam ini sangat mulia dan merupakan bukti terbesar kewalian seseorang." Nabi Isa a.s. berkata, "Aku bisa menyembuhkan orang buta sejak lahir dan orang yang berpenyakit lepra dan menghidupkan orang mati dengan izin Allah" (QS Ali Imran [3]: 49). Masuk akal jika Allah memuliakan wali dengan memberinya karamah. Sesungguhnya karamah yang diterima seorang wali merupakan penghormatan kepada Nabi Saw., karena wali tersebut telah mengikuti dan menjalankan ajaran-ajarannya, sehingga ia pantas mendapatkannya. • Ada wali yang naik menuju alam gaib, lalu ia melihat di sebelah kanan alam itu, ada sebuah pena yang menulis kejadian-kejadian di lauh mahfud dalam bentuk huruf-huruf yang bersyakal dan bertitik. Hal tersebut untuk membedakan beberapa bentuk dan jenis makhluk. Seperti golongan manusia, makhluk berkaki empat, makhluk bersayap, macam-macam benda mati, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan lain-lainnya. Orang yang mempunyai maqam ini selalu berusaha menemukan pemilik huruf yang tertulis dalam susunan yang rapi tersebut. Apabila penelitiannya lama, padahal usianya pendek, maka Allah membuatnya rendah hati dan memohon kepada Allah untuk menghapuskannya. • Ada wali yang menjaga diri dari makanan, minuman, dan baju yang syubhat (tidak jelas kehalalan dan keharamannya), apalagi dari yang haram. Hal itu ditandai dengan tanda yang ditunjukkan Allah dalam dirinya atau dalam sesuatu yang haram dan syubhat itu. Seperti yang dialami Al-Haris al-Muhasibi, apabila dihidangkan kepadanya makanan yang syubhat, tiba-tiba keluar keringat dari jarinya. Begitu pula yang terjadi pada ibu dari Abu Yazid al-Bustami ketika mengandungnya, tangannya tidak pernah menyentuh makanan syubhat, bahkan tangannya mengenggam sendiri jika menemukan makanan syubhat. Wali lainnya merasa mual memakan makanan syubhat, sehingga memuntahkannya kembali. Ada juga makanan syubhat di hadapan seorang wali berubah menjadi darah, ulat, berwarna hitam, atau babi, dan lain-lain. • Ada wali yang apabila menyentuh makanan yang sedikit, maka makanan itu menjadi banyak. Misalnya, seorang wali yang dikunjungi teman-temannya padahal ia hanya mempunyai satu makanan saja. Lalu ia mengiris roti dan menutupinya dengan kain. Maka mereka pun memakan roti itu sampai kenyang padahal roti itu tetap seperti semula (tidak berkurang). Karamah ini merupakan warisan Nabi Muhammad Saw. Contoh lainnya adalah yang terjadi pada Abu' Abdillah al-Tawadi yang membawa secarik kain dan memegang sisinya, kemudian ia menunjukkan ujungnya kepada penjahit sambil berkata kepadanya, "Ambillah kain ini sehingga cukup untuk orang banyak." Kain itu lalu diambil tapi tetap tidak habis-habis dengan izin Allah. Lalu penjahit itu berkata, "Kain ini tidak habis-habis." Lalu Abu 'Abdillah melemparkan kain itu dan berkata, "Sudah, cukup!" • Ada wali yang mampu menjadikan satu macam makanan dalam piring menjadi bermacam-macam sesuai dengan keinginan orang yang ada. Hal ini pernah terjadi pada salah seorang guru Abu Madyan r.a. Dalam suatu perjalanan, ia bertemu dengan seorang laki-laki, lalu berjalan bersamanya sebentar dan ia masuk ke rumah perempuan tua di sebuah gua. Sore harinya, ia kembali lagi ke perempuan tua itu dan duduk di sampingnya sampai putra perempuan itu datang. Anak itu mengucapkan salam kepadanya, lalu perempuan tua itu menghidangkan nampan berisi piring dan roti. Syaikh dan anak itu mulai makan. Si syaikh berkata, "Saya ingin yang saya makan ini menjadi begini." Anak itu lalu menjawab, "Wahai Syaikh, dengan nama Allah makanlah apa yang kau inginkan." Abu Madyan kemudian berkata, "Ketika saya terus menerus mengangankan keinginanku, anak itu melontarkan ucapan pertamanya, dan tiba-tiba saya mendapatkan makanan yang saya angankan. Anak itu masih muda, belum punya rambut di pelipisnya." • Ada wali yang bisa menjadikan makanan, minuman dan bajunya tergantung di udara. Seperti yang terjadi pada salah seorang wali yang membutuhkan air di padang pasir. Tiba-tiba ia mendengar deringan di atas kepalanya, lalu ia mendongakkan kepalanya, dan di situ ada gelas yang tergantung pada rantai emas. Ia meminumnya lalu meninggalkannya. • Ada wali yang bisa merubah air yang pahit dan asin yang ditemukannya menjadi manis dan segar. Ibnu' Arabi berkata, "Saya pernah meminum air semacam itu dari Abdullah, anak Ustaz al-Marwazi r.a., salah seorang khawwash murid dari salah seorang guru Abu Madyan. • Ada wali yang memakan makanan dari orang lain. Zaid memakan makanan dari 'Umar padahal 'Umar tidak di hadapannya. 'Umar merasa kenyang di tempatnya dan dia merasakan bau makanan itu seakan-akan dia yang memakannya. Hal ini pernah terjadi pada Al-Hajj Abu Muhammad al-Marwazi dan Abu' Abbas bin Abi Marwan di Ghirnatah. Hal itu terjadi karena ahli ma'rifat ini mempunyai keinginan yang suci dan bersih dari dosa dalam batinnya. Allah memberikan karamah dalam dirinya sebagai penghormatan dan untuk membaguskan maqamnya, maka dari keinginannya itu keluarlah apa yang ia sebutkan. • Ada wali yang memakan makanan spiritual yang menjadikan jiwanya kekal. Ia tidak membutuhkan makanan jasmaniah kecuali hanya sedikit untuk mempertahankan dirinya. Kekekalan jiwa bisa tercapai dengan makanan ruhani. • Ada wali yang mengetahui rahasia biji-bijian dan penyemaiannya di bumi, hujan yang menyebabkannya tumbuh, angin yang menyebarluaskannya dan apa-apa yang membuat bumi menjadi tenang, serta matahari yang memancarkan cahayanya sebagai makanan bagi tumbuhan. Makanan itu mengandung kesempurnaan seperti yang diusahakan manusia. Pengetahuan tentang ini adalah ilmu yang mulia dan bernilai tinggi yang Allah berikan kepada para wali-Nya. • Ada wali yang dikaruniai kemampuan mengetahui hakikat bumi, lapisan-lapisan, dan rahasia-rahasianya, serta segala hukum alam yang ditetapkan oleh Allah secara terperinci. • Ada wali yang dibukakan kepadanya alam malakut, rahasia kehidupan, dan pengetahuan yang tersembunyi di dalam air, sehingga ia bisa mengetahui kehidupan yang kasat dan tak kasat mata dan mampu merasakan hal-hal yang berbahaya dan zat-zat yang ada di laut. • Ada wali yang mengetahui segala tingkat ilmu, kegunaannya di dunia, siapa yang memiliki dan tidak memilikinya, dan lain-lain. • Ada wali yang bisa berjalan di udara. Hal tersebut dialami oleh banyak wali. Ada seorang laki-laki yang melihat orang sedang berjalan di udara, lalu ia bertanya kepadanya, "Karena apa engkau mendapatkan karamah itu?" Ia menjawab, "Kutinggalkan nafsuku untuk menuruti keinginan-Nya, maka Dia menundukkan udara bagiku." Lalu ia berlalu. • Ada wali yang dibukakan kepadanya pintu alam ruh di alam malakut, sehingga ia bisa mengetahui hakikat dari rahasia dan cara malaikat naik turun, rahasia pengaturan dan penundukan mereka, kewajiban-kewajiban dan hak-hak mereka. • Ada wali yang bisa datang ke lauh mahfuzh melalui esensi hatinya. Lalu dengan izin Allah, ia dapat menyingkap dan menyaksikan secara langsung (musyahadah) hal-hal yang ada di sana, padahal anggota badannya tidak bergerak, kecuali kedua matanya. • Ada wali yang terus-menerus bersimpuh di hadapan lauh mahfuzh, padahal tidak ada manfaatnya. • Ada wali yang terkadang menyaksikan lauh mahfuzh • Ada wali yang bisa melihat bagaimana pena menulis di atas lauh mahfuzh. • Ada wali yang melihat gerakan pena di lauh mahfuzh. Setiap maqam mempunyai tata cara yang khusus. Tanda orang yang menyaksikan lauh mahfuzh adalah ia menyebutkan rahasiamu padahal kamu diam saja. Seperti yang dikatakan Al-Junaid r.a. ketika ditanya, "Siapa ahli ma'rifat itu?" Ia menjawab, "Orang yang memberitahukan rahasiamu padahal kamu diam saja." Dan tanda orang yang menyaksikan pena lauh mahfuzh sedang menulis adalah ia bisa mengetahui rahasia yang kamu katakan dalam hati dari manapun asalnya dan sebab adanya. • Ada wali yang diperlihatkan oleh Allah rahasia-rahasia yang tersimpan di alam yang paling agung. • Ada wali yang diperlihatkan oleh Allah alasan dan sebab terjadi atau tidak terjadinya suatu peristiwa. Setelah ia mengetahuinya, ia memikirkan apakah peristiwa itu mempunyai pengaruh atau tidak? Apabila ada pengaruhnya, maka ia bersiap-siap untuk menerimanya. Apabila pengaruhnya merusak, maka ia memperingatkan teman-temannya. Apabila pengaruhnya berupa rahmat atau kabar gembira, maka ia bersiap-siap untuk bersyukur dan memuji Allah. Seperti Ibnu Barjan r.a. yang memberitahukan tahun akan terjadinya penaklukan Baitul Maqdis. Dan pada tahun yang ditentukan, terjadilah apa yang diramalkannya. • Ada wali yang diberitahu Allah tentang kelemahan dirinya, apa yang akan ia dapatkan, dan bagaimana keadaannya nanti. • Ada wali yang sampai pada keadaan ketika ia tidak melihat seorang pun yang ia ajak bicara kecuali Allah Swt. Ia melaksanakan segala perintah-Nya. Maqam ini adalah maqam yang penting. Orang yang mengalami maqam ini adalah Khair al-Nasaj r.a. ketika terbersit hal tersebut dalam pikirannya, lalu ia diuji dengan bertemu seseorang yang berkata kepadanya, "Kamu budakku, namamu Khair." Nassaj seakan-akan mendengar Allah yang mengatakan ucapan tersebut. Orang itu kemudian mempekerjakan Nassaj selama beberapa tahun, lalu ia berkata kepadanya, "Kamu bukan budakku dan namamu bukan Khair." Lalu orang itu melepaskan Nassaj. Demikianlah, karamah tidak akan pernah habis untuk diungkap. Karamah-karamah yang disebutkan di atas cukup untuk mencapai tujuan, yaitu agar manusia tidak meremehkan para wali, bersopan santun kepada mereka apabila mendengar perkataan, perbuatan atau keadaan mereka, mematuhi perkataan mereka meskipun belum paham, dan berdamai dengan mereka supaya selamat. Apabila engkau mendengar rahasia Allah yang tersembunyi dalam diri makhluk yang dipilih sesuai dengan kehendak-Nya, maka terimalah dan percayailah, jika tidak, maka kamu tidak akan mendapat kebaikan. Inilah penjelasan yang saya ambil dari pendahuluan kitab Al-Tabaqat al-Kubra karya Imam 'Abdul Rauf al-Munawi r.a. juga yang telah saya lihat dalam kitab Mawaqi' al-Nujum karya Syaikh al-Akbar Ibnu 'Arabi r.a. Sekian